Oleh: Nurlela Nasution (Aktivis Muslimah)
Teganya seorang ayah--berinisial SS--di Sumatera Utara (Sumut) mencabuli anak kandungnya sendiri. SS diduga melakukan perbuatan bejatnya sejak anaknya itu masih duduk di bangku SD hingga kini duduk di bangku SMA. SS ditangkap setelah sang ibu melaporkan perbuatan bejat itu pada polisi. (news.detik.com, 16/10/2020).
Bejat! Kata yang tepat untuk ayah yang tega melakukan perbuatan asusila pada anaknya sendiri. Seorang ayah yang seharusnya menjadi pelindung (qowwam), berubah menjadi predator yang memangsa dan merenggut kesucian putrinya.
Rasa nyaman dan aman yang seharusnya didapat oleh anak dari seorang ayah tampaknya telah sirna. Sosok pelindung berubah menjadi monster menakutkan, bahkan menjadi ancaman bagi anaknya sendiri. Tidakkah memikirkan bagaimana masa depan anaknya kelak? Apa yang merasukimu, ayah?
Ada dua faktor penyebab seorang ayah bisa kehilangan kendali dalam menyalurkan naluri biologisnya, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal disebabkan karena kurangnya iman dan hilangnya rasa takut akan azab Allah SWT.
Sedangkan faktor eksternal disebabkan karena dua hal. Pertama, adanya stimulus dari tontonan video porno yang hari ini sangat mudah diakses melalui internet. Karena adanya stimulus tersebut, membuat seorang pria dewasa akan mudah terangsang syahwatnya hingga seorang ayah pun tega melakukan perbuatan asusila/bejat pada anaknya sendiri. Kedua, karena berubahnya peran. Seorang ibu yang seharusnya berada di rumah sebagai madrasatul ula; mengasuh, mendidik dan merawat putrinya, terpaksa keluar rumah untuk bekerja.
Kedua sebab tersebut, baik internal maupun eksternal bisa terjadi disebabkan penerapan sistem demokrasi sekuler dan liberal yang rusak dan merusak. Melihat pelaku adalah ayah kandung sendiri, mencerminkan bahwa regulasi yang ada hari ini tidak ditakuti, meski terdapat ancaman hukum kebiri dan pemberatan hukuman terhadap pelaku kejahatan asusila pada anak.
Rendahnya keimanan kepada Allah SWT yang merupakan ciri dari masyarakat sekuler telah meniadakan peran Pencipta dalam kehidupan sehari-hari. Tak heran bila kasus-kasus semacam ini—pencabulan—seringkali terjadi. Sekulerisme memang menerima adanya peran Pencipta, namun dibatasi hanya dalam ruang privat, yaitu ibadah saja.
Mudahnya mengakses konten-konten berbau pornografi di internet menunjukkan adanya kebebasan perilaku dalam masyarakat. Sekulerisme yang terlahir dari rahim kapitalisme akan tetap pada prinsipnya, "apa saja yang menguntungkan dapat dikembangkan menjadi usaha, meski membahayakan dan merusak masyarakat". Pemerintah pun tak peduli akan hal ini. Akibat lemahnya iman akan membuat jalan pintas pemenuhannya, sehingga terjadilah perbuatan bejat tersebut, bahkan pada anak sendiri. Nurani seorang ayah telah dibuatnya—sekulerisme dan kapitalisme—mati.
Islam sebagai aturan hidup yang sempurna diturunkan Allah SWT untuk mengatur kehidupan manusia. Islam melarang benda dan aktivitas yang memberi peluang terjadinya tindak asusila, seperti pornografi, baik dalam membuat, menyebarkan atau menikmatinya. Islam juga melarang usaha menggunakan sesuatu yang haram. Islam juga memiliki aturan yang mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan dan mengatur hubungan kekerabatan dalam keluarga.
Selain itu, seorang muslim juga harus mempunyai akhlak dengan segala sifat-sifatnya dan wajib melaksanakannya penuh dengan ketaatan dan kepasrahan. Semuanya ini berhubungan dengan ketaqwaan seorang hamba kepada Allah SWT, dimana akhlak itu muncul dari hasil ibadah. Allah berfirman, "Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al Ankabut: 45)
Hanya sistem lslam yang mampu memecahkan dan menuntaskan persoalan dan problematika umat. Dan hanya dalam sistem islamlah negara akan berperan untuk mengontrol masyarakat dan menjaga ketaqwaan Individu. Negara akan menerapkan sanksi tegas dan memberikan efek jera untuk mencegah. Tentu saja akan didukung oleh aparat yang amanah.
Keimanan dan ketakwaan yang kuat, baik pada rakyat maupun petugas negara akan menjadi benteng yang kokoh untuk senantiasa taat pada aturan Allah. Maka akan sangat mudah bagi negara untuk memberantas kasus-kasus tindak asusila secara tuntas.
Sudah saatnya syariat islam tegak dan diterapkan di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah.
Wallahu allam bi shawab.
0 Komentar