Cilaka Rakyat, Dalam Sistem Demokrat

Oleh : Umi Rizkyi (Komunitas Setajam Pena)

Telah bergulir berbagai aksi dan juga respon dari rakyat yang berasal dari berbagai kalangan, mulai dari kaum buruh, petani, mahasiswa dan sebagainya. Aksi terjadi tidak hanya di dunia nyata, namun juga dunia maya. Tidak hanya terjadi akibat adanya pengesahan UU Ciptaker terlebih dari itu, karena ini terjadi di kala negeri ini dilanda pandemi Covid-19 yang belum berakhir.

Seperti yang dilansir dari detik.com (7/10/2020), Anggota DPR dari fraksi Gerindra Fadli Zon meminta maaf karena tidak berdaya mencegah pengesahan UU Cipta Kerja (UU Ciptaker). Merespon hal ini DPP Gerindra memastikan partai sudah menampung aspirasi rakyat.

"Walau saya bukan anggota Baleg, saya pastikan perjuangan Gerindra menampung dan mengakomodir aspirasi rakyat sudah maksimal", kata wakil ketua umum Gerindra Habiburokhman kepada wartawan pada Rabu (7/10/2020).

Dia menyatakan bahwa, "saya tidak bisa mengomentari senior saya, saya menghormati beliau", kata Habiburokhman. Diapun tidak mau dikatakan cuci tangan. Kalau ada masyarakat yang kecewa akan kami respon dengan penjelasan.

Sebagai sesama anggota DPR ia merasa powerless/tidak memiliki daya untuk mencegah pengesahan UU Ciptaker. "Sebagai anggota DPR, saya termasuk orang yang tidak dapat mencegah disahkannya UU Ciptaker ini. Selain anggota Baleg, saya termasuk orang yang terkejut adanya kemajuan jadwal sidang paripurna kemarin. Sekaligus mempercepat masa reses. Ini bukan opologi, tetapi realitas dari konfigurasi politik yang ada. "Saya mohon maaf", katanya dalamnya.

Diapun menyampaikan pendapatnya, bahwa UU Ciptaker ini baik. Namun tidak tepat waktu dan sasarannya. Tidak tepat waktu, karena negara sedang dalam kondisi pandemi.

Adapun alasannya menurut Fadli Zon bahwa omnibus law ini menjadi preseden buruk bagi demokrasi. Hal yang utama dan paling utama adalah omnibus law ini membuat parlemen tidak berdaya.

Inilah bentuk nyata dan realisasi yang nampak dari sistem demokrasi. Dari uraian di atas menunjukkan bahwa pemerintah yang menjalankan sistem demokrasi buta untuk melihat penderitaan rakyat  dan tuli untuk mendengar aspirasi rakyat.

Dengan begitu maka sistem demokrasi ini akan melahirkan rezim oligarki yang hanya memenangkan kepentingan segelintir elit. Tidak terkecuali, UU Ciptaker ini. Semua UU Ciptaker ini hanya menguntungkan segelintir elit saja yaitu para pemilik modal, termasuk perusahaan-perusahaan. Tak ada satupun dari poin UU Ciptaker ini yang memihak kepada rakyat, pedagang kecil atau buruh/pegawai.

Dengan demikian maka, kita harus waspada bagaimana caranya agar rakyat tidak tertipu berbagai macam tawaran demokrasi. Dipandang sebelah mata terlihat manis dan berpihak pada rakyat, dengan slogannya yang menyatakan bahwa segala sesuatu berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Namun fakta dan realitanya sungguh membuat rakyat makin menderita dan menjerit dalam kesengsaraan yang nyata.

Dengan kata lain bahwa, kini saatnya rakyat tidak lagi menggantungkan perbaikan nasib pada judicial review atas perubahan/pembatalan UU. Jika ini tidak dilakukan maka UU sejenis ini akan terus lahir dalam sistem demokrasi. Begitu berulang-ulang dan terus menerus berulang.

Oleh karena itu, maka kini saatnya kita harus melakukan perubahan. Kalau tidak kita yang melakukan perubahan, siapa lagi? kemudian bagaimana dengan nasib anak cucu kita nanti? Kinilah saatnya kita campakkan demokrasi, yang telah jelas dan terang-terangan menyengsarakan dan menebar penderitaan kepada rakyatnya.

Sungguh berbeda dengan sistem Islam, di mana Islam diterapkan di sebuah negara yaitu Khilafah. Di mana kemaslahatan umat adalah visi dan tugas utama yang harus diwujudkan dalam sistem Islam. Karena sistem Islam mengemban tanggung jawab atas seluruh kebutuhan rakyatnya. Termasuk kebijakan yang diambil oleh pemerintah.

Semua kebijakan yang diambil semata-mata hanya untuk kemaslahatan umat. Suatu pantangan dan hal yang tidak mungkin dilakukan oleh khilafah mengambil keputusan tanpa mengutamakan kemaslahatan umat apalagi karena mementingkan keuntungan semata. Karena hal ini merupakan pelanggaran hukum Islam dan haram hukumnya dilakukan oleh Khilafah.

Begitu pula, bagaimana Islam memberlakukan pekerja. sesuai sabda Rosullah Saw yang artinya, " Mereka para (pekerja/budak atau pelayanmu) adalah saudaramu. Allah menempatkan mereka di bawah asuhanmu. Sehingga barang siapa yang mempunyai saudara di bawah asuhannya maka harus diberi makan, seperti yang dimakannya sendiri dan memberi pakaian seperti yang apa yang dipakainya sendiri. Dan tidak membebankan kepada mereka tugas yang sangat berat, dan jika kamu membebankan tugasnya seperti itu, maka hendaknya membantunya / mengerjakannya." (HR Muslim)

Begitu luar biasanya Islam jika diterapkan dalam kehidupan. Bagaimana berlaku kepada seorang pekerja, tak ada sedikitpun batas. Bahkan makanan pun harus sama dengan apa yang dimakan oleh sang majikan. Dengan kesadaran seperti itu, dilakukan hanya untuk meraih ridho Allah SWT maka akan muncullah kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh rakyatnya.

Begitu pula, bagaimana sebagai seorang pemimpin yang mengurusi segala kebutuhan rakyatnya. Seorang pemimpin akan memenuhi seluruh kebutuhan rakyatnya, mulai dari sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan juga berbagai kebijakan demi tercapainya kemaslahatan umat.

Begitu indahnya Islam jika diterapkan dalam kehidupan. Maka tak ada alasan bagi kita untuk menolak sistem Islam. Karena telah terbukti bahwa Islam telah lebih dari 13 abad lamanya memimpin dunia. Islam telah mencapai kejayaannya hingga berabad-abad lamanya. Kini saatnya kita campakkan demokrasi, dan melakukan perubahan yaitu berjuang mengembalikan kehidupan Islam ditengah-tengah masyarakat. Allahuakbar!

Posting Komentar

0 Komentar