HAPUS UN GANTI AN, SIRNAKAH PROBLEM PENDIDIKAN?

Oleh : Nurul Irma N, S.Pd (Pendidik di SMK Swasta)

Kesekian kalinya, kebijakan di bidang pendidikan diluncurkan. Setiap pergantian Menteri Pendidikan dipastikan menerbitkan kebijakan baru. Penghapusan ujian nasional (UN) yang dinanti kepastian oleh berbagai pihak terjawab sudah. Sebagaimana yang sampaikan oleh Menteri Pendidikan Nadiem Makarim dalam rapat koordinasi bersama Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Indonesia di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu (11/12). "Penyelenggaraan UN tahun 2021,  akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter," kata Nadiem. (CNNIndonesia.com, 11/12/2019)

UN tak memberikan hasil yang signifikan, tak bisa dan layak dijadikan tolok ukur kelulusan siswa. Mata pelajaran yang diujikan hanya beberapa mata pelajaran saja. Salah satu alasan setuju dalam menghapusan UN. Di sisi lain, dari Ikatan Guru Indonesia (IGI) sekalipun berkesan setuju namun memberikan usulan bentuk pengganti UN sehingga apa yang ditargetkan tercapai. (Republika.co.id, 13/12/2019)


Keefektifan Assesment Nasional (AN) Mengatasi Problem Pendidikan 

Menteri Pendidikan dan kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim meluruskan berbagai pertanyaan dari anggota Komisi X DPR terkait kebijakan penghapusan ujian nasional (UN) mulai 2021. Nadiem menegaskan bahwa UN formatnya diganti, bukan dihapus."Agar tidak ada salah mispersepsi, UN itu tidak dihapus, mohon maaf, kata dihapus itu hanya HL di media agar diklik, karena itu yang paling laku. UN itu diganti, diganti jadi asesmen kompetensi,kata Nadiem di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (12/12/2019). Nadiem menjelaskan, penghapusan hanyalah format ujian per mata pelajaran dan diganti dengan asesmen kompetensi ditambah survei karakter. (Liputan6.com, 12/12/2020).

Assesmen Nasional ini merupakan salah satu dari empat program Merdeka belajar. Assesmen ini menilai kompetensi minimum dan karakter belajar. Dilakukan pada jenjang pertengahan yaitu kelas IV, VIII dan IX yang tidak menjadi landasan dalam kenaikan jenjang berikutnya. Terdapat 3 kemampuan yang akan dinilai yaitu literasi (nalar dan bahasa), numerik (matematika) dan karakter. 

Dengan penerapan assesmen ini akankah problem pendidikan yang ada di Indonesia mampu teratasi?. Seberapakah tingkat keefektifannya dalam meningkatkan kualitas lulusan?. Realitanya antara satu daerah dengan daerah yang lain memiliki kesenjangan fasilitas dan akses pendidikan. Disamping itu, kualitas pendidikan pun dibeberapa daerah juga berbeda-beda. Ditambah ketika assesmen ini dijalankan sistem penilaian diserahkan pada pihak sekolah sehingga memungkinkan kesubyektifitasan yang lebih tinggi. Aspek apa sajakah karakter siswa yang akan dinilai. Timbullah keberbedaan standar kelulusan antara satu sekolah dengan yang lain, bahkan memungkinkan perbedaan antara satu guru dengan guru yang lain sekalipun mengampu mata pelajaran yang sama. 

Perubahan terhadap kurikulum dan kebijakan ujian nasional serta standar kelulusan, tidak akan memperoleh hasil yang lebih baik (meningkatnya kualitas) ketika problem utama pendidikan tidak diselesaikan terlebih dahulu. Terlebih landasan dan tolok ukur pendidikan terkesan teoritis semata. Ditambah alokasi anggaran untuk pembiayaan pendidikan sangatlah minim. 


Sistem Penilaian Pada Sistem Pendidikan Islam

Pendidikan dalam Islam memiliki peranan yang sangat penting. Darinya diperoleh output yang menentukan arah peradaban dan kegemilangannya. Landasan dan tujuan yang benar menjadi penentu utama visi, misi dan metode penilaiannya. Pendidikan Islam berlandaskan pada aqidah Islam yang bertujuan untuk membentuk generasi berkepribadian Islam. Sehingga penilain atau evaluasi hasil belajar memiliki peranan yang penting, tidak mengacu pada kuantitas lulusan  saja, lebih utama kualitas penilaian. 

Jenis-jenis penilaian hasil belajar dalam sistem pendidikan Islam terdiri atas pertama, penilaian secara menyeluruh mata pelajaran yang dipelajari berupa ujian tulis. Bertujuan mengetahui sejauh mana siswa memiliki kemampuan dalam menguasai setiap mata pelajaran yang diperoleh. Penilaian kedua berupa penilaian secara lisan, baik itu dilakukan secara individu (berhadapan guru pengampu mata pelajaran dengan individu siswa) ataupun dilakukan secara terbuka (dihadiri oleh teman-temannya). Penilaian ketiga berupa ujian praktek bagi mata pelajaran yang memerlukannya. 

Dengan metode penilaian seperti itu, siswa akan benar-benar memahami setiap mata pelajaran yang diperoleh. Sehingga siswa yang naik ke jenjang berikutnya dan lulus adalah siswa yang benar-benar memperoleh hasil yang sesuai kemampuannya dalam menjalani evaluasi hasil belajarnya. Sedangkan yang belum memperoleh hasil yang layak bisa melakukan ujian ulang sebanyak ketentuan yang berlaku. Ketika dalam beberapa pengulangan belum berhasil maka siswa tersebut wajib mengulang. 

Mekanisme penilaian akan berjalan komprehensif dalam mendukung tercapainya tujuan pendidikan dengan adanya fasilitas yang lengkap dari negara. Baik fasilitas untuk pengajarnya dan siswanya. Semua itu akan berjalan dengan sempurna dalam naungan sistem Islam.

Posting Komentar

0 Komentar