ISLAM INTOLERAN?

Oleh: Eni Solichah, S.Pd.

Islam kembali dilecehkan. Pelecehan Al Qur’an meluas di Swedia, Norwegia dan Denmark. Muslimah di New York dan London dilecehkan. Nabi Muhammad jadi objek hinaan dalam bentuk gambar karikatur. dan masih banyak peristiwa lain.  

Di tanah air sendiri, penghinaan terhadap Islam juga sering terjadi. Jagat maya Indonesia digemparkan dengan munculnya unggahan di twitter yang bernada penghinaan terhadap Islam dari akun yang bernama Apollinaris Darmawan. Dari jejak digitalnya, memang sejak beberapa tahun, Apollinaris gemar membuat resah umat Islam dengan hina-hinaannya terhadap agama Islam dan Nabi Muhammad SAW. Dalam akun twitternya, dia pernah menyebut Nabi Muhammad hidup dari hasil rampasan, membunuh dan main perempuan. Bahkan dia sering menyebut Nabi Muhammad SAW dengan kata-kata kasar. 

"Tidak akan menurunkan derjat keagungan agama yg mulya ini Ingat itu !! Di Alquran ada buktinya, Muhammad hidup dari RAMPASAN, membunuh, dan main perempuan, silahkan saja mau terus memuja Muhammad," tulisnya.

Beberapa tahun lalu, Apollinaris juga pernah melontarkan ajakan bernada provokasi terhadap Umat Islam. Dia mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk membuang Islam dari Indonesia. Pernyataan-pernyataannya yang membenci Islam tersebut ditulis dalam akun twitter yang diberi nama Hikdun.

"Demi bangsa dan negara, secara terbuka dan beradab, saya mengajak semua komponen bangsa untuk bersama-sama membuang Islam dari Indonesia," twit Apollinaris. Kejadian tersebut lantas membuat masyarakat geram. Puncaknya, Sabtu (08/8), warga Bandung menggeruduk kediaman pria tua berambut putih di kawasan Jalan Jatayu, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung, Jawa Barat. (Republika.co.id.)

Jauh sebelum peristiwa anti Islam di wilayah Eropa dan Apollinaris Darmawan, sejarah telah mencatat peristiwa serupa. Kendati istilah “penistaan agama” belum dikenal, peristiwa serupa juga pernah terjadi di masa yang lalu. Pada 9 dan 11 Januari 1918, Martodharsono redaktur Djawi Hiswara memuat tulisan karya Djojodikoro. Tulisan yang berjudul “Pertjakapan antara Marto dan Djojo” itu menyulut kemarahan HOS Tjokroaminoto karena memuat kalimat “Gusti Kandjeng Nabi Rasoel minoem A.V.H. Gin, minoem opium dan kadang soeka mengisep opium.”

Selang sebulan kemudian, 24 Februari 1918, HOS Tjokroaminoto menggalang solidaritas umat muslim di Hindia Belanda untuk turun ke jalan. Pada hari itu di 42 tempat berbeda di Jawa dan sebagian Sumatera, sekitar 150 ribu orang melangsungkan demonstrasi menuntut pemerintah kolonial menghukum Martodharsono dan Djojodikoro. (Bonnie Triyana dalam Historia.id. 2017)


Islamofobia Merajalela

Islamofobia adalah istilah kontroversial yang merujuk pada prasangka dan diskriminasi pada Islam dan Muslim. Istilah itu sudah ada sejak tahun 1980-an, tetapi menjadi lebih populer setelah peristiwa serangan 11 September 2001. (Wikipedia Bahasa Indonesia). Islamophobia juga bisa diartikan sebagai suatu sikap kebencian dan ketakutan akan semua hal yang berbau Islam.

Maraknya penghinaan terhadap Islam di dunia Barat membuktikan bahwa Islamophobia adalah penyakit sistematis masyarakat Barat yang sekuler. Kebencian dan permusuhan terhadap Islam sudah tertanam dalam dada mereka. Mereka tidak suka dengan ajaran Islam dan symbol-simbol Islam. Tak ayal mereka melakukan aksi-aksi penghinaan terhadap Islam. Mereka seperti kebakaran jenggot dengan geliat kebangkitan kaum muslimin. Tidak heran jika mereka juga nyinyir dengan semangat hijrah kaum muslim.

Munculnya aksi-aksi penghinaan terhadap Islam ini menggambarkan kegagalan sistemik untuk  menjamin keadilan dan kebebasan beragama yang selama ini didengung-dengungkan oleh demokrasi. 


Khilafah Menjamin Harmonisasi Kehidupan Antar Umat Beragama

Sesungguhnya Islam adalah agama yang pernah hadir dalam sebuah institusi negara. Islam pernah jaya sebagai Negara selama berabad-abad. Islam dengan seperangkat ide, peraturan dan tata cara pelaksanaannya telah memberikan pengaturan yang jelas tentang masalah hubungan antar pemeluk agama. Sejak masa Rasulullah saw mendirikan Negara Islam di Madinah, Islam memberikan tuntunan bagaimana menghargai dan menghormati pemeluk agama lain. Tidak memaksa non-Muslim untuk masuk Islam. Ini karena Allah SWT berfirman:

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)…” (TQS. Al Baqarah [2]: 256)

Rasul saw. pernah menjenguk orang Yahudi yang sedang sakit, melakukan transaksi jual-beli dengan non-Muslim, menghargai tetangga non-Muslim, dsb. Negara Islam perdana di Madinah yang Rasul saw. pimpin kala itu juga menunjukkan kecemerlangannya dalam mengelola kemajemukan. (Buletin Kaffah, 2018)

Islam mengajarkan cara hidup berdampingan dengan penganut agama lain dalam sebuah negara.  Dalam hukum Islam, warga negara daulah Islam yang non-Muslim disebut sebagai dzimmi.  Umat Islam, Nasrani dan Yahudi hidup berdampingan satu sama lain. Meski mereka hidup dalam naungan pemerintahan Islam, masyarakat non-Muslim mendapatkan hak-hak yang sama sebagai warga negara, memperoleh jaminan keamanan, juga bebas melakukan peribadatan sesuai dengan keyakinannya masing-masing..

Dalam aspek politik, ekonomi dan sanksi maka kaum non muslim (Kafir dzimmi) wajib taat dan patuh pada seluruh hukum syariah yang diterapkan oleh Negara Khilafah.  Adapun dalam urusan yang berkaitan dengan kehidupan pribadi, mereka diberi keleluasaan mengikuti ajaran agamanya masing-masing dengan syarat tidak dilakukan dalam kehidupan umum sehingga mengganggu ketertiban di masyarakat.  Misalnya, dalam mengkonsumsi makanan dan minuman tertentu.  (Kompasiana, Noor Afeefa).

Itulah cara Islam mengatur warga negara non muslim dalam daulah.  Negara melakukannya karena ketundukan kepada Islam sebagai bentuk takwa kepada Allah, tidak boleh disertai sikap arogan dan sewenang-wenang.  Dengan cara inilah kehidupan beragama dalam negara terwujud dengan baik, tanpa pertentangan, kekerasan.

Sungguh aksi-aksi penghinaan terhadap Islam yang telah dilakukan oleh orang-orang kafir itu hanya bisa diselesaikan dengan ditegakkannya sistem Islam dalam naungan negara (daulah) Khilafah Islam. Aamiin.

Posting Komentar

0 Komentar