Merekonstruksi Peran Mahasiswa

Oleh : Sofia Ariyani, S.S. (Pemerhati Kebijakan Publik)

Agent of change, predikat yang melekat pada pundak mahasiswa. Pada suaranya mampu menyampaikan aspirasi rakyat. Pada pergerakannya mampu mengguncang kekuasaan otoriter. Namun, apa jadinya jika predikat yang mampu membawa perubahan ini dibungkam?

Beberapa hari ini berbagai elemen masyaraat turun ke jalan sebagai bentuk protes terhadap UU Omnibus Law. Tak hanya kaum buruh, mahasiswa pun turut serta dalam demonstrasi. Namun sayang, mahasiswa dan pelajar yang membawa misi menyampaikan aspirasi malah terancam sulit mendapatkan pekerjaan.

Dilansir oleh kompas.com, Pelajar yang hendak melakukan aksi di wilayah Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang dipastikan bahwa identitasnya akan tercatat dalam Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dari kepolisian.

Hal tersebut ditegaskan oleh Kapolresta Tangerang Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi. "Kami catat di catatan kepolisian. Karena nanti apabila tercatat itu akan terbawa terus. Kalau untuk melamar pekerjaan, meneruskan sekolah, ada catatan khusus yang akan kami sampaikan," kata dia, Selasa (13/10/2020). (kompas.com, 14/10/2020)

Harapan mahasiswa menyuarakan aspirasi masyarakat dan bertemu dengan pemerintah seolah pupus. Pemerintah tampak tidak kooperatif terhadap aksi-aksi yang ada. Bahkan menduga aksi mahasiswa dan buruh tersebut disponsori oleh pihak tertentu.

Dilansir oleh detikfinance, Disahkannya UU Omnibus Law Cipta Kerja mendorong aksi massa yang begitu besar. Namun, menurut pemerintah ada dalang yang menggerakkan demo besar-besaran tersebut. Bahkan, pemerintah mengklaim tahu persis siapa yang mensponsori demo tersebut.

Hal itu disampaikan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam wawancara dengan CNBC Indonesia TV seperti dikutip Kamis (8/10/2020). Dia mengaku tahu pihak-pihak yang membiayai aksi demo itu.

"Sebetulnya pemerintah tahu siapa behind demo itu. Kita tahu siapa yang menggerakkan, kita tahu siapa sponsornya. Kita tahu siapa yang membiayainya," ucapnya. (detikfinance.com, 10/10/2020)

Berbeda dengan pernyataan Satriawan Salim selaku Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G), yang justru mengapresiasi aksi mahasiswa. Sepatutnya pemerintah legowo saat mahasiswa mengkritik kebijakan yang jelas tidak pro-rakyat.

Namun miris, pergerakan mahasiswa ini tidak dilatarbelakangi niat yang tulus dan kesadaran akan perannya. Tak jarang aksi mahasiswa justru banyak merusak fasilitas umum bahkan menyampaikan kata-kata yang tidak pantas dibawakan oleh seorang yang berintelektual tinggi. 

Dilansir oleh klikjatim.com, Selain ada yang pingsan jatuh dari mobil komando, ada peserta aksi tolak Omnibus Law Cipta Kerja di Gresik yang diciduk aparat kodim. Cerinya, saat aksi mereka membentangkan poster dengan tulisan yang seronok.  DPR RI K*nt*l, m*m*k ng*nt*d, tai bangs*t,” begitu isi poster yang ditulis di kardus.

Poster ini dibawa oleh tiga mahasiswa. Bahkan mereka silih berganti berswafoto dengan latar poster tersebut. (klikjatim.com, 08/10/2020)

Sungguh ironis, mahasiswa yang satu napas dengan masyarakat diharapkan mampu membawa perubahan pada bangsa, malah dicoreng oleh attitude yang tidak menggambarkan intelektualitas. Ditambah pula potensi-potensi mahasiswa dalam sistem kapitalisme ini dikebiri. Pengerdilan peran mahasiswa tak cukup sampai di sini, tak jarang pergerakannya dimandulkan sekadar memenuhi kepentingan pihak-pihak yng berkepentingan. Alhasil upaya pergerakan mahasiswa tak memberikan dampak pada perubahan bangsa.

Hal ini akibat sistem yang mempengaruhi orientasi mahasiswa dan pelajar. Sistem pendidikan hari ini hanya menghasilkan lulusan yang berorientasi materi. Dan jauh dari pengokohan akidah serta meminuskan akhlak pelajar dan mahasiswa. Pun tak memiliki visi misi yang revolusioner. Alhasil melahirkan generasi rapuh. Maka wajar jika hari ini pemudanya rusak dan para pejabatnya lekat dengan perilaku korup.

Adalah Islam agama yang sekaligus mengatur kehidupan manusia mampu melahirkan generasi-generasi tangguh berakhlak terpuji. Sebutlah Ali bin Abi Thalib, sosok sahabat Rasulullah saw. ini adalah sahabat paling muda yang pertama kali mengakui risalah Nabi Muhammad saw.. Ali bin Abi Thalib yang berusia 10 tahun saat itu menghabiskan waktu remajanya bersama Rasulullah. Tak ayal ia menjadi pemuda yang berani, cerdas, dan bijak. Ali bin Abi Thalib pernah menjadi sekertaris Nabi dan pembawa panji, bahkan di usia yang muda pun ia diamanahkan sebagai khalifah menggantikan Utsman bin Affan yang wafat.

Rasul menggembleng para sahabat di Darul Arqam dengan akidah dan tsaqafah Islam. Rasul membongkar kekufuran di kalangan kaum kafir Quraisy. Hingga para sahabat yang telah matang akidahnya berdakwah menyampaikan Islam, dan menyampaikan amar makruf nahi mungkar kepada penguasa kafir Quraisy tanpa rasa takut.

Di masa yang jauh dari Ali bin Abi Thalib, hadir Muhammad Al Fatih, sosok pejuang sekaligus khalifah di masa kekhilafahan Utsmaniyah. Menjadi sosok yang menorehkan kegemilangan Islam. Sejarah mencatat bagaimana kesungguhan dan kecerdasannya merealisasikan bisyarah Rasul saw. untuk membebaskan Konstantinopel di usia 21 tahun. Atas kegigihan dan didikan Islam yang kuat ia menjadi pemuda tangguh yang mampu menaklukkan imperium raksasa di wilayah Eropa.

Pemuda-pemuda di atas adalah hasil dari pendidikan Islam yang agung. Dengan penanaman akidah yang kuat maka akan melahirkan generasi-genaerasi cerdas, tangguh, dan berakhlak mulia. Pemuda adalah aset bagi Islam. Oleh karenanya, penancapan akidah yang kuat dilakulan sejak dini. Sistem pendidikannya pun berbasis akidah Isam. Dimana ilmu-ilmu yang diperoleh semata-mata hanya untuk diaplikasikan demi kesejahteraan umat manusia dan meninggikan Islam.

Demikianlah Islam menata peran pemudanya, karena pemuda adalah generasi penerus. Dan hanya sistem Islamlah yang mampu merekonstruksi peran pemuda menjadi pemuda yang tangguh, cerdas, dan berakhlak terpuji.

Wallahu 'alam bishshawab.

Posting Komentar

0 Komentar