Reputasi Negara Di Tepi Resesi Ekonomi

Oleh: Putri Sarlina (Aktivis Dakwah dan Mahasiswi Syariah)

Memasuki masa new normal, pemulihan ekonomi Indonesia telah menunjukkan perbaikan ke arah yang positif. Hal ini terlihat dari penguatan berbagai indikator seperti penguatan indeks pasar modal dan apresiasi nilai tukar rupiah, perbaikan PMI manufaktur, kenaikan Indeks Keyakinan Konsumen, dan pertumbuhan penjualan ritel. Begitu dikatakan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto saat memberikan sambutan pada acara Konferensi Pertama Mekanisme Konsultasi Belt and Road Antar Partai Politik China-Indonesia yang digelar secara virtual di Jakarta, Senin (28/9). 

Negara dikatakan berhasil apabila pemulihan ekonomi tersebut berbanding lurus dengan angka kesehatan masyarakat Indonesia. Namun pemerintah terkesan mengambil langkah seribu untuk urusan ekonomi namun lebih lambat untuk menangani permasalahan pandemi. Kenaikan jumlah positif covid di Indonesia yang sudah mencapai puluhan ribu dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan berbasis perputaran roda ekonomi yang sebenarnya tidak lebih penting ketimbang nyawa manusia. Ditambah lagi kerjasama internasional yang hanya akan menambah ruwet permasalahan kita.

Semestinya, negara mengisolasi area terinfeksi, memproses penyembuhan warganya dan semuanya harus didukung penuh keuangan negara. Termasuk menutup dari awal akses keluar masuk ke Cina sebagai sumber wabah.

Solusi tuntas saat wabah sebagaimana diajarkan Islam, yakni tidak mencampurbaurkan orang sehat dengan yang sakit, tidak dilakukan negara. Walhasil klaster-klaster baru penyebaran virus terus bermunculan.

Klaster baru penyebaran virus dari kerumunan saat pilkada tentu mengkhawatirkan, belum lagi saat musim hujan denan berbagai bencana yang berbuah banyaknya pengungsian.

Tentu sulit dibayangkan ekonomi akan bergerak normal dalam suasana demikian. Pukulan telak akan terus dirasakan dalam kegiatan perekonomian, jika pandemi ini tidak ditangani serius, tidak dilakukan penyembuhan tuntas dengan koordinasi yang baik, juga tiada dukungan penuh sistem keuangan negara.

Ekonomi dunia nyatanya mempertontonkan keadaan yang dilarang oleh Islam yaitu perputaran harta pada akhirnya hanya berputar di kalangan orang kaya saja diantara umat manusia. Seperti yang Allah jelaskan dalam QS al-hasyr ayat 7 yang artinya “agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja diantara kamu.” 

Inilah wajah dari sistem kapitelisme-liberal yang berpijak diatas asas manfaat semata,  berbeda halnya dengan sistem Islam yang berlandaskan kepada hukum-hukum sang Pencipta. Negara Khilafah tidak akan tega menggadaikan nyawa demi uang semata, dan mencari solusi terbaik yang digali dari al-Qur’an dan as-sunnah. Demikian juga dalam penjagaannya, negara khilafah akan menutup semua celah masuknya pengaruh asing ke dalam negeri yang dapat melemahkan dan mengacaukan kehidupan syari’at yang telah dibangun.

Wallahu’alam Bishawab

Posting Komentar

0 Komentar