Sesuatu Yang Berdalil Mungkinkah Mustahil?

Oleh: Isturia

Masih ada segelintir orang yang muncul dalam dirinya pertanyaan seperti ini, bahkan dia belum menemukan jawaban dari pertanyaan ini hingga berpuluh-puluh tahun lamanya. “Untuk tujuan apa sih, kita diciptakan di dunia ini?” Coba kalau kita tanya orang-orang satu persatu. Apa tujuan dia hidup di dunia. Pasti jawabannya berbeda-beda, ada yg menjawab untuk bersenang-senang Karena hidup hanya sekali, mengumpulkan banyak harta biar keluarga bahagia, pekerjaan mapan selalu naik jabatan, pingin terkenal di seluruh dunia, ingin selalu tampil cantik dan menarik dll. Kalau itu diserahkan kepada manusia, berarti kita belum menemukan tujuan diciptakannya manusia secara pasti. Kepastian tujuan diciptakannya manusia yang tahu hanyalah pencipta manusia. Dialah Allah SWT. 

Tujuan diciptakannya manusia terdapat di QS. Adz Dzariyat: 56 yang berbunyi:

 “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.

Tafsir ibnu Katsir Sesungguhnya Aku menciptakan mereka agar Aku memerintahkan mereka untuk menyembah-Ku, bukan karena Aku membutuhkan mereka. 

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a.: melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Adz-Dzariyat: 56) Yakni agar mereka mengakui kehambaan mereka kepada-Ku, baik dengan sukarela maupun terpaksa. 


Makna Ibadah

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Dalam ibadah itu terkandung mengenal, mencintai, dan tunduk kepada Allah. Bahkan dalam ibadah terkandung segala yang Allah cintai dan ridhoi. Titik pusat dan yang paling penting dalam segala yang ada adalah di hati yaitu berupa keimanan, mengenal dan mencintai Allah, takut dan bertaubat pada-Nya, bertawakkal pada-Nya, serta ridho terhadap hukum-Nya.

Jadi ibadah itu tunduk dan patuh hanya kepada Allah. Disetiap waktu, kapanpun dan di manapun berada secara keseluruhan. Tidak sebagian-sebagian. Hukum Islam bukan seperti prasmanan. Kalau suka diambil, kalau tidak suka ditinggalkan. Tidak semua umat Islam merealisasikannya QS. Adz Dzariyat 56. Ada yang taat ada yg tidak. Ketaatan buah dari pemikiran dan pemahaman Islam. Pemikiran seseorang akan mempengaruhi tingkah lakunya. Sebagai contoh Umar bin Khattab. Ketika pemikirannya masih jahiliyah, menganggap Muhammad adalah dukun, tukang sihir yang bisa memecah belah keluarga. Sehingga pemahamannya terhadap Muhammad adalah benci. Akhirnya Umar menghalangi dan memusuhi dakwah Muhammad. Berbeda ketika pemikiraannya sudah Islam. Pemahamannya terhadap Muhammad berubah dari benci menjadi cinta dan sayang. Sehingga Umar mendukung dan membela dakwah Muhammad. 


Totalitas Beribadah

Totalitas Beribadah adalah Konsekwensi keimanan kepada Allah. Masuk Islam secara kaffah keharusan bukan pilihan. Keterikatan terhadap hukum Islam secara Individu, masyarakat dan negara. Saat ini Islam tidak diterapkan oleh negara. Hukum jahiliyah menggantikan hukum Allah. Padahal jelas dalil adanya khilafah sebagai sistem pemerintahan Islam yang dipimpin oleh Khalifah. Institusi ini melaksanakan hukum-hukum Islam di bawah satu kepemimpinan. 

"Dahulu Bani Israil selalu dipelihara urusannya oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal digantikan oleh nabi yang lain. Dan sesungguhnya tidak akan adalah nabi lagi sesudah aku. (tetapi) akan ada banyak khalifah." (HR. Bukhari no 3196). Kata "tasusuhum" yaitu -mengatur urusan mereka- menunjukkan bahwa para nabi sebelum Rasulullah Muhammad SAW juga menerapkan hukum kepada para pengikut mereka atau dengan kata lain mengatur urusan mereka dengan aturan yang diturunkan Allah SWT  kepada mereka. Kata "khulafa"adalah bentuk jamak dari kata "khalifah" dan kata kerja "yaktsurun" - akan ada banyak- menunjukkan bahwa akan ada banyak khalifah setelah Rasulullah SAW. Dengan demikian, hadits ini memberikan bantahan atas pendapat yang mengatakan bahwa khilafah hanya ada pada masa khulafaur rasyidin saja. 

"Siapa saja yang melepaskan tangannya dari ketaatan (kepada Allah), niscaya iya akan berjumpa dengan Allah di hari kiamat tanpa memiliki hujah. Dan siapa saja yang mati sedangkan di pundaknya tidak ada bai'at maka matinya (seperti) mati (dalam keadaan) jahiliyah" (HR. Imam Muslim no 3441). Bai'at yang dimaksud dalam hadits di atas adalah bai'at yang diberikan kepada para pemimpin sebagaimana Rasulullah SAW dan para sahabatnya yang mengatur urusan umat dengan alquran dan as-sunnah dan sebagai gantinya mereka berhak untuk ditaati. "Mati jahiliyah" menjadi sebuah petunjuk dalam hadits-hadits tersebut bahwa mati tanpa memiliki bai'at di pundak merupakan sebuah perkara yang diharamkan dengan demikian dapat ditarik pengertian bahwa bai'at merupakan suatu perkara yang diwajibkan dan sebagai konsekuensinya mengharuskan keberadaan seorang khalifah yang dibai'at. Demikian penjelasan Imam Taftazani dan juga Syah Waliyullah Dahlawu dalam bukunya yang aslinya ditulis dalam bahasa persia Izalatul Khalafa'an Khilafatul Khulafa.

Semoga penerapan syari'ah dan khilafah segera terwujud. Pengemban dakwah diberi keistiqomahan.

Posting Komentar

0 Komentar