Oleh : Putri Irfani S,S.Pd (Pendidik dan Aktivis Muslimah Medan)
Pernyataan Presiden Perancis, Emmanuel Macron yang berbau islamofobia terus menuai kecaman dari pemimpin negeri-negeri muslim. Selain kecaman, seruan boikot produk Perancis pun mulai merebak di mana-mana.
Kali ini negara-negara-negara Arab menyerukan pemboikotan terhadap produk-produk dari Prancis. Di ibu kota Yaman boikot terhadap produk asal Prancis sudah nampak di beberapa toko, begitu pula di ibu kota Yordania, petugas toko bahkan menyingkirkan sejumlah produk Prancis yang masih terdapat di rak. Bahkan, negri tercinta, Indonesia juga mengadakan aksi untuk membela Nabi SAW. Ghirah itu pula yang ditunjukkan umat Islam secara terus menerus. Maka, siapa pun akan marah ketika Nabinya dihina, akan murka kala Rasulullah Saw sebagai teladan terbaik dilecehkan manusia durjana, mereka yang beriman tentu merasakan kemarahan tersebut.
Bukan pertama kalinya Nabi Muhammad di lecehkan seperti saat ini. Bahkan, majalah Charlie Hebdo menghina Islam, pada tahun 2015 dengan mencetak ulang karikatur Nabi Saw yang berakhir dengan penyerangan kantor majalah tersebut. Dengan dalih kebebasan berekspresi, majalah satire yang berpusat di Prancis itu kerap memprovokasi umat Islam.
Berulang kali Islam dilecehkan, dihina, dan diolok-olok. Berulang kali pula negeri muslim mengecam, mengutuk, dan memboikot. Namun, apakah dengan kecaman itu Prancis kapok? Apakah dengan pemboikotan, negara mereka bangkrut? Apakah dengan pengusiran duta besar, Prancis takut?
Bahkan, sampai saat ini mereka terlihat baik-baik saja. Malah bertambah arogansinya. Tak merasa salah dan enggan meminta maaf. Semua berlaku atas nama kebebasan. Hari ini umat Islam didunia bagai buih di lautan. Banyak, tapi tak memiliki kekuatan. Hanya berbekal lisan dan seruan. Tapi lemah menghadapi penghinaan Nabi Saw yang dilakukan kaum kafir.
Mengapa semua ini bebas terjadi ?
Ternyata, dibawah nation state inilah kelemahan umat. Tersekat oleh paham nasionalisme. Tak punya kekuatan bersatu padu melawan dan menekan Prancis ataupun Barat baik secara politik maupun ekonomi. Para pemimpin muslim lebih memikirkan dampak buruknya bila terus berkonfrontasi dengan Prancis. Mereka lebih mengutamakan kepentingan nasional negara masing-masing dibanding membela kehormatan Nabi Saw.
Nasionalisme telah mengerat tubuh umat Islam menjadi puluhan negara. Umat pun tercerai-berai. Tersandera kepentingan nasional masing-masing. karena Islam tak memiliki kekuatan politik yang mampu menyatukan umat di bawah satu kepemimpinan tunggal.
Pernyataan Macron mestinya menyadarkan kita semua bahwa tanpa kekuatan politik, umat tak berdaya. Tanpa institusi yang menjalankan politik pemerintahan, Islam, kita akan terus ditindas dan dihina.
Umat butuh persatuan. Bukan hanya persatuan karena bersatunya perasaan, namun juga bersatunya pemikiran. Tatkala perasaan dan pemikiran menyatu, bukan tidak mungkin rumah besar umat akan terwujud. Ya, rumah besar kita sebagai umat terbaik adalah Khilafah Islamiyah, bukan demokrasi sekuler.
Umat membutuhkan persatuan politik dan ukhuwah Islam. Agar bermunculan kembali sosok sultan Sulaiman Al Qanuni yang disegani Barat. Agar terlahir kembali sosok khalifah Abdul Hamid II yang tegas membela kehormatan Rasulullah dan Islam. Semua ini terlahir dari sistem islam. Sistem Islam menjadi sangat urgensi yang tak bisa ditunda lagi. Dengan sistem islam, penghina Nabi Saw merasakan efek jera. Tanpa sistem islam, umat akan hancur dan menjadi bahan pelecehan bagi para pembencinya.
0 Komentar