Jeratan Utang Warisi Generasi Mendatang

Oleh : Yayat Rohayati

Disaat rakyat sedang dilanda kesulitan dalam perekonomian dikarenakan wabah Corona, pemerintah sibuk dengan terus berutang ke luar negeri. Hal ini tentu membuat rakyat semakin resah karena utang-utang  tersebut dibayar dari pajak-pajak yang ditarik dari rakyat dalam segala bidang. Hingga akhir Agustus 2020 BI mencatat utang Indonesia sebesar 413,4 miliar dollar As, meningkat 5,7% (Bisnis.com) fantastis!!!

Dari utang yang menumpuk itu akan menjadi beban bagi generasi mendatang, akan menjadi warisan bagi anak cucu kita. Karena untuk menutupi suatu utang dengan cara berutang lagi atau gali lobang tutup lobang akhirnya satu persatu aset negara akan menjadi milik asing.

Dibalik deretan jumlah utang yang begitu fantastis, ada hal yang membuat masyarakat kebingungan yaitu pemberian gelar kepada Menkeu sebagai Menkeu terbaik Se Asia fasifik. Kalau terbaik pastinya akan membawa kesejahteraan terhadap rakyatnya. Mungkin terbaiknya menurut penilaian Asing. Karena apa ya?? Karena didalamnya ada suatu kepentingan yang bernilai materi. Inilah buah dari sistem kapitalisme, setiap waktu bernilai materi, dimana ada kepentingan dan bernilai materi maka tak peduli halal atau haram, sikut kiri sikut kanan.

Berbeda jauh dengan sistem Islam, Dimana Islam mengajarkan untuk menggunakan konsep keuangan Baitul mal untuk pembiayaan dan pembangunan melalui 3 pos besar penerimaan aset negara: 

1. Pengelolaan Aset Milik Umum

Aset milik umum ini meliputi air, padang rumput dan api. Dalam hal ini negara boleh mengelola dan mengatur pemanfaatannya hasil dari pengelolaan ini akan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk fasilitas umum.


2. Pengelolaan Aset Milik Negara

Aset milik negara ini contohnya zakat, pajak dari  Kafir Dzimmi, pajak dari tanah taklukan, ghanimah.


3. Baitul Maal

Dengan konsep Baitul maal ini negara tidak pernah berutang apalagi membebani rakyat dengan pajak. Konsep Baitul maal ini pernah dipraktekkan selama 13 abad dalam peradaban khilafah Islam. Pada masa itu Khalifah menolak untuk berutang apalagi kepada pihak asing, karena didalamnya pasti mengandung riba dan kita tahu bahwa Allah SWT telah jelas melarangnya dalam Al Qur'an surat Al-Baqarah ayat 275 yang artinya: "padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba". 

Maka ketika suatu negara sudah tersebar riba disetiap aspek maka tunggu saat kehancurannya.

Wallahu 'alam

Posting Komentar

0 Komentar