Kesejahteraan Ilusi Di Negara Demokrasi

Oleh: Iis Karlina (Ibu dan aktivis muslimah)

Demo buruh atas penolakan Undang-Undang cipta kerja beberapa pekan lalu masih ramai diperbincangkan, pasalnya pemerintah dan DPR akhirnya mengesahkan RUU cipta kerja menjadi Undang-Undang dalam sidang paripurna senin (5/10/2020). Pertanyaannya "mengapa pemerintah begitu ngotot dan terburu-buru sementara kondisi rakyat saat ini sedang kesulitan?". "Apakah pemerintah tidak melihat penderitaan rakyat?".

Belum tuntas penanganan pandemi, kini Undang-Undang Ciptaker telah disahkan, aksi demo dari berbagai kalangan masyarakat pun dilakukan agar pemerintah mendengar dan menghapus kebijakan Omnibuslaw yang tidak memihak kepada rakyat. 

Jika kita cermati pemerintahan politik Demokrasi saat ini adalah sistem pemerintahan dengan sistem ekonomi kapitalis, dimana pemilik modal besar pemegang kekuasaan tertinggi. Sementara rakyat? entahlah!, katanya sih kedaulatan di tangan rakyat. Dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Tapi kenyataannya pemilik modal yang diutamakan. Maka tidak heran demokrasi ini melahirkan rezim oligarki yang hanya memenangkan kepentingan segelintir elite.

Jadi jangan heran pula jika pemerintah saat ini "buta" tidak mau melihat penderitaan rakyat, dan "tuli" tidak mau mendengar aspirasi rakyat. Buktinya sudah jelas dan nyata dapat dirasakan dalam kehidupan yang semakin menyengsarakan rakyat.

Maka dari itu, semestinya masyarakat harus sadar politik, artinya harus mengetahui jalannya roda pemerintahan di negeri ini, agar rakyat tidak berulang-ulang tertipu oleh tawaran Demokrasi. 

Tidak bisa hanya menggantungkan pada perbaikan semacam perubahan atau pembatalan Undang-Undang seperti yang dilontarkan oleh ketua umum PBNU Sa'id Aqil Siroj. Ujarnya PBNU membersamai pihak yang berupaya mencari keadilan mendukung Uji Materi/Judical Review Undang-Undang Omnibuslaw Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi. Jakarta CNN Indonesia Jum'at (9/10/ 2020). Karena percuma saja jika rakyat hanya mengandalkan perubahan atau penghapusan atau uji materi pada kebijakan tersebut, sebab Undang-Undang seperti ini akan terus lahir selama masih ada dalam sistem Demokrasi yang berasaskan manfaat.

Pemerintah terhadap rakyatnya saja bagaikan penjual dan pembeli yang di kedepankan hanya manfaat dan keuntungan materi, bukan lagi kesejahteraan rakyat. Begitupun dalam membuat kebijakan.

Bagaimana pandangan Islam dalam hal ini. Allah SWT berfirman dalam surat (Al-Baqarah:208)

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱدْخُلُوا۟ فِى ٱلسِّلْمِ كَآفَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيْطَٰنِ ۚ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

Yā ayyuhallażīna āmanudkhulụ fis-silmi kāffataw wa lā tattabi'ụ khuṭuwātisy-syaiṭān, innahụ lakum 'aduwwum mubīn 

"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu".

Sebagaimana firman Allah di atas, bahwa Allah memerintahkan manusia untuk masuk ke dalam islam secara kaffah, secara keseluruhan. Allah mewajibkan penerapan Syariah kaffah oleh negara. Tidak bisa mengambil hukum Allah hanya sebagian saja, misalnya hanya dari sisi ibadah wajib seperti sholat, zakat, puasa dari sisi muamalah dan politik pun harus diambil dari hukum Allah, bukan hukum buatan manusia. Jadi manusia tidak berhak sedikit pun membuat hukum atau peraturan hidup, karena dengan segala keterbatasannya manusia lebih condong kepada nafsu mementingkan kepentingan pribadi dan kelompok. 

Penerapan hukum Allah secara sempurna hanya ada dalam sistem Khilafah, negara dalam sistem Khilafah berorientasi pada kemaslahatan rakyat. Politik ekonomi Islam diterapkan khilafah melalui berbagai kebijakan yang menjamin tercapainya pemenuhan semua kebutuhan pokok tiap individu masyarakat secara keseluruhan. Disertai adanya jaminan yang memungkinkan setiap individu untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan pelengkap (sekunder dan tersier) sesuai kemampuan yang dimiliki. 

Ketika mensyariatkan hukum-hukum yang berkenaan tentang ekonomi kepada manusia, Allah telah mensyariatkan hukum-hukum tersebut untuk pribadi, masyarakat, dan negara. kebutuhan pokok (primer) dalam pandangan Islam mencakup kebutuhan terhadap barang-barang tertentu berupa sandang pangan dan papan, serta kebutuhan terhadap jasa-jasa tertentu berupa pendidikan kesehatan dan keamanan. 

Khilafah akan menciptakan lapangan kerja, memberi akses kepemilikan lahan bagi individu yang mampu mengelolanya melalui ihyaul mawat  (penghidupan tanah mati), menciptakan iklim kondusif bagi wirausaha, dan masih banyak lagi yang lainnya sebagai sarana setiap kepala keluarga untuk bekerja.

Untuk itu sudah seharusnya masyarakat mencampakan sistem Demokrasi dan menggantinya dengan Syariah Islam kaffah dalam naungan Khilafah.

Wallahu a'lam bi showab.

Posting Komentar

0 Komentar