Partai Islam Dalam Demokrasi Ibarat Membangun Sarang laba Laba

Oleh : Nurdiana M Aziz( Pegiat Majlis Taklim Bali)

Masyumi Reborn' dideklarasikan di Aula Masjid Furqon, Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat dan disiarkan secara daring atau online, Sabtu 7 November 2020 lalu. Dalam ikrarnya,  Masyumi akan membawa ajaran dan hukum Islam agar bisa seiring dengan Indonesia (Liputan6.com, Jakarta ). Deklarasi Masyumi Reborn diiringi dengan pekik takbir dan harapan besar dari peserta deklarasi akan bangkitnya sebuah partai yang akan membawa misi  islam dalam segala sepak terjangnya.

Dilihat dari antusiasnya ummat menyamburt deklarasi partai Masyumi Reborn ini menjelaskan pada kita bahwa ummat  merindukan islam kembali mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara di republic ini.  Nampaknya  umat makin sadar perubahan itu harus menempuh aktivitas politik dalam partai politik, ketika perjuangan sosial dirasa mengalami jalan buntu bagi perbaikan bangsa ini. Itulah barangkali yang juga melatar belakangi ketika  dalam Kongres Umat Islam Indonesia di Belitung, Din Syamsuddin melemparkan wacana perlunya ada satu partai persatuan Islam. Alasannya agar kekuatan politik Islam tak terpecah.

Sayangnya, entah mengapa ummat  selalu saja berharap pada demokrasi untuk memperbaiki masa depan mereka. Jika untuk memperjuangkan syariat islam agar  dia mewarnai bahkan lebih dari itu mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara kita, maka tentu saja  demokrasi bukan sistem yang tepat. Sudah seringkali ummat berharap banyak pada demokrasi namun tak ada  yang ummat dapatkan kecuali kekecewaan demi kekecewaan. Demokrasi  yang katanya dari rakyat  , oleh rakyat dan untuk rakyat itu tak pernah memberikan ruang bagi islam untuk mengekspresikan dirinya apalagi mengatur Negara. Artinya,  jika  ummat masih menempuh jalur demokrasi untuk menerapkan Islam, sudah bisa dipastikan ummat akan kecewa untuk kesekian kalinya. Sudah wataknya demokrasi tak pernah memberi ruang bagi umat Islam untuk menerapkan syariat Islam.

Ummat harus sadar bahwa demokrasi bukan berasal dari islam, jadi tidak mungkin memperjuangkan tegaknya syariat islam dengan memakai sistem yang bertentangan dengan islam. Sebagaimana kita tahu bahwa demokrasi pada hakekatnya adalah alat penjajahan bagi para kapitalis untuk mengebiri setiap yang berbau islam dan merugikan kepentingan mereka.Jika ummat berharap pada partai islam yang bertarung dalam kancah politik praktis dan mengikuti langkah langkah politik sekuler dalam memperebutkan kekuasaan maka yakinkah bahwa ummat akan kembali dipecundangi . Sudah saatnya bagi umat Islam memperjuangkan Islam (Syariat Islam) dengan sistem yang berasal dari  Islam juga. 

Ketika partai partai islam tidak menjadikan islam sebagai jalan perjuangan mereka maka pada  dasarnya  mereka telah meninggalkan Allah sebagai pelindung. Maka siapapun yang meninggalkan Allah sebagai pelindung, dia berada dalam kelemahan dan tak akan di tolong. Untuk memperjungkan tegaknya syariat Islam, maka partai Islam harus tinggalkan sistem demokrasi dan bersatu dalam sebuah kekuatan tunggal yaitu kekuatan ummat. Tak ada lagi pakaian Ashobiyah. Jika mereka masih saja bernaung dalam sistem demokrasi maka mereka ibarat membangun sarang laba laba. Lemah dan rapuh.

“Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah SWT adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui."

Partai politik Islam hendaknya fokus pada proses menyiapkan umat dengan melakukan pendidikan dan pembinaan politik Islam yang kafah, agar umat dapat menjalankan fungsinya dalam berpolitik yang sesungguhnya, bukan sekadar turut dalam pesta pemilu saja.Semoga dengan demikian nasib ummat dan bangsa ini benar benar berubah.

Wallahu A’lam Bisshowab.

Posting Komentar

0 Komentar