Oleh : Siti Aminah, S. Pd (Pemerhati Masalah Sosial Lainea, Sulawesi Tenggara)
Saat ini utang merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan baik pada tatanan individu, rumah tangga, perdagangan, pengusaha, bahkan pemerintahan. Tentunya, tidak ada yang luput dari utang dari perbankan yang mengandung riba. Utang ini pun seakan menjadi penolong bagi pemerintah dan menjadi alternatif dalam pembangunan.
Sebagaimana yang dilansir oleh TELISIK.ID (9/11/2020) Pemerintah kota (Pemkot) Baubau bersama DPRD bersepakat untuk meminjam dana Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sulawesi Tenggara (Sultra) sebesar Rp 200 miliar. Ketuk palu peminjaman dana tersebut dilakukan saat rapat paripurna DPRD Kota Baubau bersama pemerintah setempat di Aula Kantor DPRD Kota Baubau.
Pemerintah daerah dalam hal peminjaman dana ini bertujuan untuk pembangunan infrastruktur. Seperti yang lansir oleh TELISIK.ID (9/11/2020), Berdasarkan nota kesepakatan yang dibacakan oleh Sekretaris DPRD Kota Baubau, Yaya Wirayahman mengungkapkan, anggaran Rp 200 miliar tersebut akan digunakan sebagai pelestarian jalan lingkar, pembangunan gedung aula PO-5, dan area parkir terintegrasi PO-5 yang bersumber dari dana peminjaman daerah.
Pembangunan boleh saja, asalkan memperhatikan kepentingan masyarakat. Jika infrastruktur terus ditingkatkan namun kesejahteraan masyarakat terabaikan sama saja membunuh perlahan masyarakat. Karena jika masih ada masyarakat dalam satu hari ada yang kesusahan dalam kehidupannya maka untuk apa bermegah-megahan dalam infrastruktur. Karena sejatinya yang menikmati itu semua bukan masyarakat tetapi para pemilik uang atau para kapitalis.
Pembangunan dengan didasari riba pasti akan berdampak buruk bagi masyarakat. Karena otomatis infrastruktur tidak mudah dinikmati oleh masyarakat. Malah yang didapatkan oleh masyarakat adalah pembayaran pajak yang semakin besar untuk menutupi utang pembangunan tersebut.
pembangunan dengan basis riba hanya akan membuat kemudhorotan bagi rakyat. Karena pastinya infrastruktur tersebut tidak mudah dinikmati. Apalagi jika pengelolaannya diserahkan kepada pihak ketiga atau swasta.
Inilah, watak dari sistem kapitalisme sekuler. Akan terus menguras rakyat demi kepentingan para kapital. Sangat mustahil mendapatkan kesejahteraan di sistem ini dengan alasan utang. Malah dengan utang maka pemerintah akan mudah disetir oleh para pemilik modal atau para kapitalis.
Berbeda dengan sistem Islam yang selalu bersandar pada aturan sang pencipta yang mengetahui manusia. Karena dalam sistem Islam sangat jelas haramnya riba baik bunganya besar ataupun kecil. Jadi tidak mungkin pemerintahan Islam berutang apalagi mengandung riba dalam peminjaman tersebut.
Sebagaimana Allah SWT berfirman: "Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainakan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan yang demikian adalah karena mereka berpendapat bahwa jual-beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba" (QS al-Baqarah: 275)
Sehingga, tidak mungkin dalam sistem Islam untuk pembanguna infrastruktur atau kebutuhan yang lain didapatkan dari utang ribawi yang malah akan berdapamak buruk bahkan merugikan masyarakat. Padahal sangat jelas dalam sistem Islam infrastruktur bertujuan hanya untuk kemaslahatan rakyat. Yakni mempermudah pemberian pelayanan hingga pendistribusian kebutuhan pokok bagi rakyat.
Maka, hanya sistem Islam yang mampu mensejahterakan masyarakat baik untuk mendapatkan kebutuhan pokok ataupun untuk mendapatkan fasilitas umum. Sistem Islam tidak memandang kaya dan miskin. Dan akan terwujud kesejahteraan masyarakat ketika sistem Islam diterapkan dalam kehidupan saat ini. Karena sistem ini sudah terbukti menjadi adidaya selama 14 abad lamanya dan mampu mensejahterakan masyarakat yaitu dalam naungan Khilafah Rasidah.
Walla a'lam bi Ash-Shawwab.
0 Komentar