Oleh: Astriani Lidya, S.S
“Butuh kerja keras dan serius untuk menurunkannya. Pemerintah harus mengevaluasi pembangunan keluarga karena hulu persoalan ada disana. Bagaimana kita bisa mencetak SDM unggul jika stunting masih menghantui calon generasi bangsa,” kata Anggota Komisi IX DPR, Netty Prasetiyani Aher dalam keterangan pers, Minggu (20/12) (Merdeka.com, 21/12/2020)
Dia merinci riset kesehatan dasar Kementrian Kesehatan Tahun 2019 mencatat sebanyak 6,3 juta balita dari populasi 23 juta atau 27,7 persen balita di Indonesia menderita stunting. Jumlah yang masih jauh dari nilai standard WHO yang seharusnya dibawah 20 persen. Sebab itu dia meminta agar pemerintah memberikan otoritas yang lebih besar pada BKKBN untuk menjadi leading sector pengentasan stunting. “Ketahanan keluarga menjadi faktor utama terwujudnya ketahanan nasional.” Kata Netty. (Merdeka.com, 21/12/2020)
Di Kabupaten Bekasi, perkembangan prevalensi angka stunting meningkat selama dua tahun terakhir. Seperti diketahui stunting merupakan kondisi gagal pertumbuhan pada anak (pertumbuhan tubuh dan otak) akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, Sri Enny Mainarti mengatakan, menekan angka stunting itu merupkan suatu hal yang penting. Terlebih stunting sendiri dapat menyebabkan 4 kali resiko kematian dengan rentan usia 0 sampai 4 tahun. “Stop stunting itu penting, salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan meningkatkan sumber daya manusia yang sehat, cerdas dan produktif.” Ucapnya, Minggu (25/10/2020, Wartakotalive.com)
Selain Bekasi, kasus stunting di NTT termasuk Kabupaten Sumba Barat Daya memang terbilang masih sangat tinggi, bahkan di atas rata-rata kasus nasional, meskipun di klaim terus menurun. Tercatat jumlah stunting di NTT hingga Agustus 2020 lalu masih 27,5 persen (Gatra,22/08/2020). Di Kabupaten Sumba Barat Daya, jumlah anak kurang gizi per Oktober 2020 sebanyak 1.122 orang yang 491 di antaranya penderita gizi buruk. Penderita kekerdilan ada 5.291 orang. (Antara,10/10/2020)
Melihat berbagai permasalahan stunting, jelas hal tersebut butuh penanganan menyeluruh dan mendasar. Penanganan stunting seharusnya tidak hanya fokus pada masalah perbaikan gizi. Faktor ekonomi alias kemiskinan juga menjadi salah satu penyebab stunting yang harus disentuh oleh pemerintah.
Penerapan sistem kapitalisme di negeri ini membuat ekonomi masyarakat kian menurun. Ditambah pandemi yang berkepanjangan menambah kronis ekonomi masyarakat. Kapitalisme membuat salah satu sumber pendapatan negara yaitu sumber daya alam yang melimpah bukan menjadi milik umat melainkan milik sebagian kelompok. Sehingga negara minim upaya menyejahterakan rakyat akibat minimnya pemasukan negara.
Di dalam Islam, Allah Swt telah mewajibkan setiap penguasa untuk menjamin kesejahteraan setiap individu rakyatnya. Salah satu sumber pemasukan yang dapat digunakan untuk menyejahterakan rakyat adalah kekayan alam yang berlimpah yang ditetapkan Allah Swt sebagai sebagai kepemilikan umum. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “Kaum Muslimin berserikat dalam tiga hal, padang rumput, air dan api.” (HR. Sunan Abu Daud, no. 3745)
Negara melakukan pengelolaan sumber daya alam yang ada untuk menyejahterakan rakyat bukan dijual atau dikuasakan keapada asing. Selain itu, Islam mewajibkan negara untuk menyantuni orang miskin dan mendorong orang-orang kaya dari kalangan kaum muslimin untuk membantu negara dalam mengentaskan kemiskinan.
Negara juga wajib menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup dan gaji yang memadai untuk hidup layak bagi setiap laki-laki yang sudah baligh. Negara juga wajib menjamin terpenuhinya semua sarana kehidupan yang dibutuhkan oleh rakyat. Dengan sistem kehidupan yang diatur dengan Islam, maka stunting akan dapat diatasi, bahkan dapat dicegah sejak dini. Sudah waktunya umat campakkan kapitalisme tegakkan Khilafah. Wallahua’lam bishshawab
0 Komentar