Oleh: Umi Jamilah (Aktivis Muslimah)
Beberapa waktu yang lalu, masih teringat akan penghargaan MenKeu terhadap hutang yang di perolehnya. Dan kini kembali dengan hutang yang bertambah. Tak sampai dua minggu, Indonesia menambah hutang yang jumlahnya cukup besar, yaitu lebih dari Rp 24,5 triliun. Utang baru tersebut merupakan kategori pinjaman bilateral.
Rincian utang luar negeri itu berasal dari Australia sebesar 1,5 miliar dolar Australia, setara dengan Rp 15,45 triliun (kurs Rp 10.300). Sedangkan hutang bilateral dari Jerman sebesar 550 juta Eura setara dengan Rp 9,1 triliun. Pemerintah mengklaim bahwa utang baru dari Jerman dan Australia digunakan untuk kegiatan penanggulangan pandemi Covid-19. (Kompastv,21/11/2020).
Bantuan tersebut diberikan pemerintah Australia lantaran Indonesia dinilai memiliki ketahanan dan pemulihan yang cenderung cepat terhadap pandemi covid-19. MenKeu juga mengatakan bahwa pinjaman dari Australia tersebut sebagai dukungan kepada pemerintah RI untuk melakukan gerakan kebijakan dalam menangani pandemi covid-19 ini, termasuk mengurangi beban fiskal negara pada defisit yang kian melebar yakni sekitar 6,34%. Sedangkan pinjaman yang diperoleh dari Jerman selain digunakan untuk penanganan covid-19 juga digunakan untuk pembangunan Rumah sakit pendidikan di Makassar dan Malang. Dikarenakan masih di masa pandemi ciovid-19 ini, maka penandatanganan kesepakatan utang dilakukan lewat jarak jauh (virtual).
Tingkat utang dari negara-negara di dunia mengalami kenaikan akibat pandemi Covid-19. Di Indonesia, perencanaan utang pemerintah sudah tertuang dalam Perpres 72/2020 tentang penyesuaian kembali postur dan rincian APBN 2020. Dimana utang tersebut sudah direncanankan jauh hari untuk menyeimbangkan postur APBN. (Kompas.24/11/2020).
Miris jika Indonesia harus banyak berhutang. Di lihat dari kekayaan alam Indonesia antara lain, hasil laut, tambang emas, batu bara, hutan, pertanian dan masih banyak yang lainnya. Sistem Demokrasi-Kapitalisme-lah penyebab ledakan hutang. Hampir setiap negara mempunyai hutang khususnya hutang luar negri. Dimana hutang adalah pintu awal sebuah kehancuran negara, terlebih lagi hutang yang penuh dengan bunga/riba.
Di alam Demokrasi-Kapitalisme negara akan selalu menggantungkan hidup dan keberlangsungannya kepada negara kafir penjajah. Sehingga selalu mengikuti setiap kebijakan yang diinginkan oleh para penjajah. Dan utang luar negri adalah salah satu alat kafir penjajah untuk menanamkan mabda kufur. Sistem kapitalisme rentan mengalami guncangan ekonomi disebabkan sumber pemasukan utamanya dari pajak dan hutang. Sistem ini menjadikan para kapital sebagai pemalak negara yang dililit hutang, sedangkan rakyat menjadi korban negara yang terlilit hutang.
Islam berbeda dalam memandang perkara ini. Negara akan menjadi pengurus bagi rakyatnya. Dengan mengelola SDA yang ada, lalu hasilnya dikembalikan kepada rakyat untuk kesejahteraan rakyat sebesar-besarnya. Dalam hal ini negara harus berdiri sendiri, tidak membebek pada negara lain sehingga kebijakannya tidak keluar dari syariat islam. Apalagi harus berhutang dengan adanya bunga/riba. Rasulullah Saw bersabda, "Jika zina dan riba sudah menyebar di suatu kampung maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan azab Allah atas diri mereka sendiri”. (HR al-Hakim, al-Baihaqi dan ath-Thabrani)
Hutang riba juga menjadikan negara tersebut akan diuji oleh Allah SWT dengan berbagai macam ujian. Seperti yang terjadi sekarang ini yaitu resesi. Oleh karena itu penyelesaian permasalahan ini tidak hanya permasalahan utang saja, tetapi pada berbagai aspek kehidupan. Faktanya, Demokrasi-kapitalis sistem rusak yang harus dibuang dan digantikan dengan sistem islam yang menerapkan aturan secara kaffah dengan menegakkan Khilafah 'alaminhajinnubuwah.
Wallahua'lam bishshowab.
0 Komentar