Oleh: Vivi Vinuwi (Ibu Rumah Tangga)
Ibu adalah sosok yang memainkan peranan penting dalam kehidupan setiap manusia. Sembilan bulan mengandung, ibu bersusah payah menjaga buah hatinya. Allah telah memberikan kekuatan yang luar biasa untuk seorang ibu mengandung, tentu bukanlah perkara yang mudah membawa seorang/lebih anak dalam rahimnya dalam segala aktivitas. Melahirkanpun bertaruh nyawa, sakit dan lelah seolah tak ia rasa. Menyusui buah hatinya siang malam, hingga menaburkan kasih sayangnya sepanjang masa.
Dalam Islam, ibu mempunyai posisisi yang istimewa, bahkan menempatkan posisinya yang lebih utama dibanding ayah. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radiyallahu'annhu, Rasulullah pernah ditanya oleh salah seorang sahabat tentang kepada siapa sajakah dia harus berbakti. Rasulullahpun menyebut kata Ibu sebanyak tiga kali, sementara ayah hanya satu kali. "Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam dan berkata, 'Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?' Nabi shalallaahu 'alaihi wasallam menjawab, 'Ibumu!' Dan orang tersebut kembali bertanya, 'Kemudian siapa lagi?' Nabi shalallaahu 'alaihi wasallam menjawab, 'Ibumu!' Orang tersebut bertanya kembali, 'Kemudian siapa lagi?' Beliau menjawab, 'Ibumu.' Orang tersebut bertanya kembali, 'Kemudian siapa lagi,' Nabi shalallahu 'alaihi wasallam menjawab, 'Kemudian ayahmu. (HR. Al Bukhari).
Ya...ibu memiliki tempat yang mulia dan selayaknya dimuliakan. Tidak ada yang lebih memuliakan kaum ibu dibanding Islam memuliakannya. Kehormatan yang wajib dijaga agar kaum ibu dapat memainkan peran utamanya dengan baik sebagai ummun wa robbatu bait (ibu dan pengatur rumah tangga), juga sebagai guru pertama dan utama bagi anak-anaknya.
Namun, hari ini kemulian itu seolah sirna menjadi angan-angan belaka. Banyak kaum ibu yang terpaksa dan dipaksa keluar rumah untuk menjadi tulang punggung keluarga. Memeras keringat demi sesuap nasi dan recehan rupiah. Agar dapur tetap mengepul dan bisa menyambung hidup serta mengurangi beban suami dan keluarga, ia tinggalkan anak-anaknya yang sangat membutuhkan didikan dan kebersamaan dengannya. Bahkan, tak sedikit pula kaum ibu yang lemah imannya di tengah jeratan sistem kapitalis yang mencekik ini memilih mengakhiri hidupnya bersama buah hatinya.
Dilansir dari kompas.com, 14/12/2020, seorang ibu ketika ditinggal suaminya pergi ke TPS tega membunuh anaknya sendiri yang masih berusia lima, empat dan dua tahun. Tiga balita malang itu tewas dalam kondisi leher tergorok. Sementara itu, sang ibu mengatakan alasan menghabisi ketiga anaknya adalah karena himpitan ekonomi keluarga.
Kasus ini tentu bukanlah yang pertama. Penerapan sistem yang fasad ini mengantarkan manusia seolah tak lagi memiliki akal sehat, bahkan hati naluri ibu yang suci menjadi mati. Salahnya penerapan sistem adalah yang menyebabkan semua ini terjadi. Negara telah gagal melindungi hak-hak ibu dan anak sebagaimana semestinya. Ibu mana yang tega menelantarkan anaknya, ibu mana yang tega menyiksa buah hatinya, ibu mana yang tega membunuh darah dagingnya sendiri? Jawaban dari semua pertanyaan ini adalah ibu yang hidup dalam sistem batil demokrasi kapitalisme. Tanpa kekuatan iman dan Islam yang menancap dalam dadanya, seorang ibu yang berhati malaikat akan berubah menjadi iblis yang mengerikan.
Negara pengusung demokrasi kapitalis memandang perempuan sebagai mesin produksi. Begitu banyak perusahaan yang memang lebih menonjolkan perempuan untuk dijadikan pekerja, karena selain ulet dan cekatan, perempuan bisa digaji rendah tanpa banyak berkeluh-kesah sebagaimana laki-laki. Bahkan bukan suatu rahasia umum lagi jika perempuan dijadikan komoditas, kita bisa menyaksikan perempuan dijadikan model iklan dengan menampilkan aurat yang terbuka untuk menarik dan memasarkan sebuah produk. Bahkan dianggap komoditas ekonomi yang menguntungkan negara hingga disebut dengan “pahlawan devisa” ketika menjadi TKW ke luar negeri, padahal tak sedikit perlakuan yang tidak manusiawi yang mereka dapat.
Bekerjanya kaum ibu meninggalkan rumahnyapun dapat mengakibatkan terlalainya kodrat dan kewajibannya sebagi istri dan ibu bagi anak-anaknya. Meningkatnya kasus perceraian karena kesenjangan ekonomi suami dan istri, meningkatnya kenakalan remaja karena hilangnya peran ibu dalam pengasuhan, merupakan bukti yang tidak bisa dihindarkan. Hal ini, tidak lain dan tidak bukan adalah karena penerapan sistem demokrasi kapitalisme yang rusak lagi merusak. Liberalisme dan gaya hidup yang serba bebas dengan asas manfaat belaka ini menjadikan para ibu hidup pada jeratan situasi yang serba salah, serba susah.
Sistem demokrasi kapitalisme ini mengakibatkan distribusi kekayaan alam tidaklah merata, dan terfokuskan pada segelintir para kapitalis yang rakus belaka. Kekayaan negeri yang begitu melimpah untuk kesejahteraan masyarakat tidak dapat dinikmati. Kesejaheraan sangat jauh dari angan-angan. Penghasilan suami yang minim tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup yang serba susah. Harga pangan,biaya pendidikan dan kesehatan yang serba mahal. Inilah ideologi yang diemban oleh banyak negeri hari ini, termasuk negeri-negeri kaum muslimin. Sebuah ideologi yang hanya menempatkan materi jauh diatas kepentingan rakyat.
Dalam sistem Islam yang disebut dengan sistem Khilafah, ibu tidak hanya dimuliakan tapi juga disejahterakan. Islam menempatkan perempuan sebagai manusia yang harus dinafkahi lagi dilindungi oleh suami mereka, ayah mereka, kerabat laki-laki mereka, anak-anak laki-laki mereka. Adanya sistem pernafkahan dalam Islam salah satunya adalah untuk melindungi dan memuliakan kaum perempuan. Bahkan ketika anggota keluarga yang wajib memberikan nafkah ini tidak mampu, maka negaralah yang akan menanggungnya. Tidak ada kewajiban bekerja bagi perempuan dalam Islam, walaupun hukumnya sendiri adalah mubah (boleh). Kalaupun ada perempuan bekerja ini bukanlah karena jeratan ekonomi, melainkan perannya yang dibutuhkan di tengah-tengah masyarakat. Kekayaan alam yang dimiliki daulah dikelola dengan baik secara mandiri, tanpa campur tangan asing. Hal ini digunakan untuk kesejahteraan rakyat baik untuk kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya. Negara juga menyediakan lapangan kerja yang memadai bagi kaum laki-laki, sehingga mereka bisa menafkahi keluarga tanpa menyeret kaum ibu pada dunia kerja. Distribusi dan pengelolaan kekayaan alam yang baikpun akan mengakibatkan para ibu tidak khawatir akan mahalnya bahan pangan, pendidikan dan kesejahteraan. Mereka bisa mendapatkan secara murah atau bahkan percuma.
Sudah saatnya kaum ibu hari ini tidak berharap lagi pada sistem demokrasi kapitalisme ini. Sudah saatnya para ibu dan para perempuan di seluruh penjuru dunia mendukung perjuangan tegaknya syariah dan khilafah yang akan mengantarkan mereka pada kesejahteraan dan kemuliaan yang sebenarnya. Hanya institusi Khilafahlah yang mampu mengangkat derajat kemuliaan perempuan pada tempat yang seharusnya.
Wallahu a ’lam bisshowab
0 Komentar