Oleh : Muthmainnah Kurdi
"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (TQS Al Ahzab : 59).
Menjadi aneh jika di Era Industri 4.0 saat ini, masih ada muslimah belum menutup auratnya dengan hijab syar'i. Apalagi jika alasannya tidak tahu bahwa hukum memakainya adalah wajib. Sebab dengan kecanggihan teknologi yang ada sekarang ini, kita mudah sekali mengakses informasi melalui kajian-kajian Islam yang dilakukan secara online.
Namun karena budaya sekulerisasi tidak hentinya menarasikan penolakan, menyebabkan muslimah yang minim pengetahuan menjadi lemah keinginannya untuk berhijab syar'i.
Sepanjang tahun 2020 tercatat beberapa kali marak narasi sekuler yang lancang menentang kewajiban hijab syar'i bagi muslimah. Dari kampanye No Hijab Day (www.iainpare.ac.id), Sinta Nuriyah: Jilbab Tak Wajib Bagi Perempuan (tempo.co). Para pegiat Sekulerisasi dengan berani membuat opini bahkan challenge yang terang-terangan menarasikan penolakan terhadap kewajiban tersebut. Agar muslimah menjadi ragu dan memilih busana setengah jadi yang mencirikan budaya nusantara.
Islam bukan saja agama namun merupakan ideologi terbaik. Ajarannya kaffah (sempurna). Mengatur setiap jengkal kehidupan manusia, dari ranah kecil (individu) hingga publik dalam bernegara. Mengatur cara masuk WC hingga masuk surga. Dari bangun tidur hingga cara bangun negara, dan dalam implementasinya berpijak dan berpedoman pada Al-Qur'an dan Sunnah. Narasi Sekulerisasi hijab melalui kampanye komunitas atau individu memang disengaja. Menjadi ujian bagi muslimah, hendak terus teguh memakainya hijab syar'i sesuai syariah atau sebaliknya.
Pun demikian halnya dengan berpakaian, juga sudah diatur dengan detail di dalam Islam. Allah Ta'ala menciptakan makhluk-Nya (pria dan wanita) sebagai sasaran khitab (seruan) dan menyerunya dengan berbagai taklif (beban hukum). Melalui lisan mulia Rasulullah shalallahu alaihi wa salam, Dia menyeru dengan mewajibkan muslimah untuk menutup auratnya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), aurat adalah bagian badan yang tidak boleh kelihatan. Ini berlaku untuk pria dan wanita. Sedangkan menurut syariat aurat sebagaimana terdapat dalam hadist berikut: "Aurat wanita adalah seluruh tubuh, kecuali wajah dan telapak tangan." (HR. Abu Daud: 4140).
Tergerusnya Hijab Syar'i karena liberalisasi
Di tengah menjamurnya pergaulan bebas milenial yang makin melabrak tatanan norma, jumlah muslimah milenial berhijab pun makin meningkat, hal ini dibarengi dengan trend hijrah. Tentu ini menjadi kabar yang menggembirakan. Bahkan tahun ini 2020 merupakan tahun tren hijab.
Tidak dipungkiri busana muslimah menjadi tren fashion yang makin digandrungi muslimah masa kini. Terlepas mereka memakainya karena tren semata atau sadar merupakan tuntunan agama.
Hidup di tengah sistem kapitalis liberal, membuat bentuk busana pun tak luput dari liberalisasi. Aroma liberalisasi busana muslimah sangat vulgar dijajakan oleh para pengusungnya. Mereka benci dengan geliat hijrah muslimah yang istiqamah dengan hijab.
Para pegiat liberalisme dengan berani menarasikan bahwa berhijab itu tidak wajib, bahkan mereka membuat kampanye No Hijab Day setiap tanggal 1 Februari.
Berpijak dari cara pandang kaum liberal (memisahkan agama dari kehidupan) yang memegang prinsip kebebasan, individualisme dan rasionalisme. Mereka akan terus menarasikan kebebasan muslimah dalam berpakaian sampai para muslimah menjadi ragu dan menanggalkan hijabnya.
Islam Resolusi Sejati
Sejak 13 abad lalu, Islam datang membawa ajaran sempurna. Menjadi rahmat dan solusi atas setiap pelik masalah manusia. Meraih ridha Allah Swt merupakan konsekuensi hidup sebagai muslim. Ia mengerjakan dan meninggalkan sesuatu karena perintah Allah Swt semata.
Allah Swt menurunkan syariah menutup aurat bagi muslimah untuk ditaati. Semua perintah-Nya berbuah kebaikan dan keberuntungan bagi yang mentaatinya. Berikut beberapa sebab kebaikan mengapa muslimah harus menutup auratnya, yaitu:
Pertama, sebagai wujud ketaatan. Sebagaimana terdapat dalam surat Al-A'raf: 26. Kedua, menjadi identitas dan pelindung. Sebagaimana terdapat dalam surat An-Nur: 31. Ketiga, simbol kesucian. Sebagaimana terdapat dalam surat Al- Ahzab: 53.
Tidak ada satu pun ulama salaf atau bahkan ulama kontemporer yang menyelisihi kewajiban muslimah menutup auratnya.
Walaupun gempuran opini liberalisasi berhijab memang tetap bermunculan, dengan berbagai versi narasi menyesatkan. Muslimah harus cerdas menyikapinya agar 'tak terbawa arus opini menyesatkan. Harus diketahui bahwa, kebenaran hanya berasal dari Kiitab dan Sunnah-Nya. Bahkan Imam Syafi'i rahimahullah berpesan: "Jika ucapanku berbeda dengan hadits, maka buanglah sejauh-jauhnya, ambillah hadits."
Disinilah pentingnya kehadiran negara. Karena hanya negara yang bisa menghentikan berbagai bentuk giat dan narasi liberalisasi menyesatkan.
Negara yang mampu memusnahkan arus liberalisasi itu adalah negara yang menerapkan syariat Islam, yang menjadi perisai umat, yang menjaga dari pemikiran asing menyesatkan, yang meniscayakan terjaganya muslimah dengan hijab syar'i perintah Ilahi.
Oleh sebab itu, setiap muslimah hendaknya menjadikan momentum berakhirnya tahun 2020 sebagai amunisi yang memperkuat azam berhijrah menjadi lebih baik dalam ketaatan. Menutup auratnya dengan hijab syar'i, adalah resolusi sejati yang menjadi pilihan final saat ini.
Wallahu A'lam.
0 Komentar