Islam dan Ketahanan Pangan

Oleh : Keni Rahayu, S.Pd (Founder Kajian Online Mini SWI)

Harga telur dan cabai balapan naik. Dikutip dari CNN Indonesia (30/11/20), di Jakarta harga cabai rawit merah rata-rata Rp48.500 per kilogram (kg), di Pontianak Rp103.750 per kg, serta di Jayapura Rp95.250 per kg.

Kenaikan harga terus berulang dalam momen-momen akhir tahun dan Ramadan. Sayangnya, pandemi tidak membuat harga sembako jadi bersahabat, malah semakin "menyesengsarakan" rakyat.

Bukan Islam namanya kalau tak punya solusi. Berikut beberapa poin Islam menyelesaikan masalah ketahanan pangan.

Pertama, tegakkan Islam sebagai asas bernegara. Jika ingin Islam hadir jadi solusi, kita harus paham apa sejatinya posisi Islam. Islam bukan sekedar agama rohani, tapi Islam juga seperangkat aturan kasih sayang lengkap dari Ilahi. Sekedar aturan ketahanan pangan, Rasul dan para Khalifah setelahnya telah memberikan tauladan. Yakni, menjadikan Islam sebagai asas dalam kehidupan (bernegara). Selanjutnya, negara menjalankan politik pangan sesuai dengan aturan Islam.

Kedua, dalam teknisnya penguasa bersahabat dengan para petani. Petani disupport dan didukung penuh dalam produksi pangan. Baik makanan pokok seperti beras, maupun sayuran, biji-bijian dan sebagainya. Negara hadir memberikan sarana produksi pertanian pada para petani, baik dengan harga murah maupun dalam bentuk subsidi.

Negara membantu penuh kebutuhan petani, seperti modal, peralatan, benih, teknologi, teknik budidaya, obat-obatan, penelitian, pemasaran, informasi dan sebagainya. Beriringan pula, negara membangun infrastruktur baik berupa jalan maupun informasi. Tujuannya adalah agar distribusi berjalan baik.

Ketiga, negara mendorong penuh produksi dalam negeri dengan memperluas tanah pertanian. Caranya dengan ihyaul mawat (menghidupkan tanah mati) dan menjamin kepemilikannya pada yang berhak. Selain ada jaminan bagi petani, produksi dalam negeri juga meningkat.

Perluasan lahan pertanian bisa dengan mengeringkan rawa dan rekayasa lahan pertanian. Semula lahan adalah milik negara, kemudian diberikan pengelolaannya kepada rakyat yang mampu mengelola.

Keempat, negara menghapus segala macam spekulan dan mafia pangan. Salah satu penyebab harga pangan tinggi adalah kelangkaan. Kelangkaan terjadi sebab mafia pangan menimbun dan mengeluarkan (menjual) di masa yang tepat dengan harga tinggi. "Rasul saw. melarang penimbunan makanan" (HR al-Hakim dan al-Baihaqi).

Tentu hal ini tidak akan terjadi dalam negara berasaskan Islam. Sebab dalam Islam, penguasa adalah pelayan masyarakat, bukan sebaliknya. Penimbunan makanan dan berbagai kezaliman akan ditindak tegas oleh penguasa. Para penimbun dipaksa negara mengeluarkan barang timbunannya ke pasar dan diberikan hukuman sesuai dampak kejahatan yang dilakukan.

Keempat, mengatur kebijakan impor pangan. Selain meningkatkan produksi dalam negeri, negara juga menutup pintu persaingan sengit antara petani lokal dengan pengusaha asing. Negara mengiklankan seluas-luasnya kepada rakyat agar konsumsi produk dalam negeri. Hal ini diiringi dengan mencegah impor produk yang sama. Sehingga, petani lokal tidak akan kalah saing dalam memasarkan produknya.

Terakhir, negara menyeimbangkan antara permintaan dan stok. Jika stok suatu produk (misalkan cabai) di suatu daerah terbatas, negara dengan sigap mendistribusikan stok dari daerah lain. Namun, jika permintaan masih tinggi dan stok barang belum mencukupi, maka negara mengizinkan impor sesuai kebutuhan dan tidak sampai merugikan rakyat.

Sungguh Islam adalah agama yang agung juga mulia. Ia sempurna sebab lahir dari Yang Maha Sempurna, ialah Allah azza wajalla. Uraian di atas adalah gambaran bagaimana Islam menyelesaikan masalah ketahanan pangan.

Ketika Islam diterapkan, atas izin Allah kemuliaan dan keberkahan akan terasa bagi seluruh umat manusia. Semua akan terjadi hanya ketika Islam tegak dalam bingkai negara. Ialah Khilafah ala minhajin nubuwah. Wallahu a'lam bishowab.

Posting Komentar

0 Komentar