Islam Solusi Atasi Stunting

Oleh: Anggi Sasmita, A.Md. (Ibu Pemerhati Umat)

Tumbuh kembang anak-anak dalam pengasuhan merupakan hal yang paling penting bagi berlangsungnya sebuah generasi. Tanpa tumbuh kembang yang baik, banyak potensi di dalam diri anak yang terhambat bahkan hingga berujung kematian. Oleh karena itu, selayaknya persoalan tumbuh kembang menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah. Sayangnya, jauh kenyataan dari harapan. Masalah tumbuh kembang anak kini menjadi monster yang menghantui generasi. Melansir laman peristiwa (Merdeka.com) Indonesia menempati posisi urutan keempat dunia dan kedua di Asia Tenggara dalam hal balita stunting.

Lantas, apa itu stunting? Stunting adalah kondisi ketika anak lebih pendek dibandingkan anak-anak lain seusianya, atau dengan kata lain, tinggi badan anak berada di bawah standar. Standar yang dipakai sebagai acuan adalah kurva pertumbuhan yang dibuat oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO). Dalam literature lain, stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak yakni pertumbuhan tubuh dan otak akibat dari kurang gizi.

Penyebab stunting ada dua yakni:

Pertama, kesehatan yang kurang baik pada ibunya saat hamil. Kedua, kurangnya asupan gizi saat awal kehidupan dan masa balita karena pola pengasuhan yang kurang tepat. Masih dari laman Peristiwa (Merdeka.com) Netty Prasetyani Aher, Anggota DPR Komisi IX DPR dalam keterangan persnya merinci riset kesehatan dasar Kementerian Kesehatan sebelum pandemic yakni, tahun 2019 sebanyak 6,3 juta balita dari populasi 23 juta atau 27,7 persen balita di Indonesia menderita stunting. Jumlah ini masih terbilang cukup jauh dari standar WHO yang seharusnya di bawah 20%. Sementara itu prevalensi balita stunting pada 2019 menurun dibandingkan tahun 2018, yaitu dari 30,8% menjadi 27,7%. Meskipun menurun tetapi angkanya masih cukup tinggi karena 28 dari 100 balita mengalami stunting. Artinya 1 dari 4 balita mengalami stunting. Stunting sendiri hampir didapati di seluruh wilayah Indonesia dan dari berbagai tingkat sosial ekonomi. Permasalahan stunting pun semakin pelik ketika program nasional tidak mencapai target.

Melansir laman peristiwa (merdeka.com) Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI, Muhajir Effendi mengatakan, Presiden Joko Widodo menginginkan hanya satu badan khusus yang menangani persoalan stunting di tanah air. Harapannya agar hasilnya lebih maksimal. Pasalnya saat ini ada sekitar 21 lembaga yang menangani kasus stunting. Dia menargetkan penurunan stunting dari 27,7 persen menjadi 14 persen. Terdapat 260 Kota/Kabupaten yang akan diprioritaskan untuk program percepatan penurunan stunting. 

Namun alih-alih mencapai target, Anggota DPR Komisi IX, Intan Fauzi mengatakan bahwa di masa pandemik ini program nasional penurunan stunting dan penanggulangan gizi buruk kemungkinan tidak mencapai target. Hal ini sebagai dampak "refocusing" anggaran Covid -19 yang menyebabkan berkurangnya dana untuk penanganan stunting. Kondisi ini jelas membuat target penurunan angka stunting sebesar 14 persen pada tahun 2024 akan sulit tercapai.

Pemerintah memperkirakan tingginya angka stunting dapat mempengaruhi tingkat kerugian PDB yang mencapai 2-3% atau sekitar 260 triliun rupiah hingga 390 triliun rupiah per tahun. Hal ini menjadi alasan pemerintah untuk menurunkan angka stunting hingga 14 persen melalui program penurunan angka stunting. Ini menjadi bukti bahwa pemerintah perhitungan dan abai terhadap keberlangsungan nasib generasi penerus bangsa.

Pasalnya keinginan pemerintah untuk menurunkan angka stunting bukan dengan alasan untuk memperbaiki gizi dan tumbuh kembang nasib para penerus bangsa. Melainkan demi menekan kerugian negara yang mencapai triliunan rupiah.

Inilah bukti kebobrokan sistem kapitalisme yang mengukur segala sesuatunya dari materi. Bahkan nasib generasi penerus bangsa tak memiliki porsi lebih dibandingkan untung rugi yang diperoleh pemerintah. Kesalahan tata kelola ekonomi kapitalis membuat kekayaan negeri yang melimpah ruah tak lagi diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat. Dalam sistem ekonomi kapitalis, negara hanya berperan sebagai regulator yang pro kepentingan para kapitalis (pemilik modal) yang telah membantu mereka untuk memperoleh kekuasaan. Selain itu, sistem ekonomi kapitalisme meniscayakan adanya distribusi pangan yang tidak adil.

Sumber daya alam hutan, migas, mineral, laut dan lainnya diprivatisasi, dimiliki oleh swasta lokal dan swasta asing. Tentu saja keuntungannya hanya bagi sebagian elit para pemilik perusahaan sedangkan rakyat tak mendapat apa-apa. Walhasil kekayaan hanya berputar disebagian kalangan elit saja. Hal ini membuat kesenjangan ekonomi kian menganga. Jurang antara si kaya dan si miskin semakin dalam. Si miskin kian sulit menyejahterakan kehidupannya. Jangankan untuk menikmati makanan yang bergizi tinggi. Untuk makan sehari-hari saja tidak cukup. 

Masalah stunting ini tidak akan pernah bisa terselesaikan selama negara ini masih menggunakan sistem kapitalisme. Bahkan bisa jadi semakin tinggi seiring dengan semakin bobroknya sistem perekonomian negeri. Sistem ekonomi kapitalisme telah terbukti gagal dalam menyejahterakan rakyat dan menjamin terpenuhinya pngan serta kecukupan gizi.


Islam; Solusi Masalah Stunting

Sistem Islam dalam bingkai negara Khilafah Islam secara alami akan menyejahterakan manusia. Dengan ini masalah stunting pun akan dengan mudah teratasi. Kesejahteraan yang dimaksud adalah jaminan terpenuhinya sandang, pangan dan papan bagi rakyatnya. Juga jaminan kesehatan, pendidikan dan keamanan bagi rakyatnya. Di dalam Islam, kepala negara bertanggung jawab atas terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan ini. Ia bukanlah sebagai regulator seperti dalam sistem kapitalisme. Beberapa bentuk kebijakan dalam sistem Islam yang menjamin kesejahteraan setiap rakyatnya adalah Islam memerintahkan setiap laki-laki untuk bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya, jika individu tetap tidak mampu maka, beban tersebut dialihkan kepada ahli warisnya, kemudian jika kerabat tidak ada atau tidak mampu maka beban itu beralih pada Baitul Mal yakni kepada negara. 

Berikutnya Islam juga menetapkan kebutuhan dasar berupa pelayanan yaitu pendidikan, kesehatan dan keamanan yang dijamin secara mutlak oleh negara. Pendapatan setiap keluarga hanya dialokasikan untuk kebutuhan pokok. Jaminan mutlak negara terhadap pendidikan, kesehatan dan keamanan didanai dari kas Baitul Mal yang berasal dari, hasil pengelolaan harta milik umum.

Seorang kepala negara dalam sistem Islam akan menjamin sistem distribusi pangan secara adil. Kekayaan alam yang merupakan kepemilikan umum tak kan pernah diberikan kepada swasta, baik asing maupun lokal. Semua akan dikelola oleh negara untuk kemudian hasilnya diberikan kepada rakyat tanpa memandang kaya atau miskin. 

Pengelolaan  SDA (Sumber Daya Alam) oleh negara di segala lini. Hal dapat membuka tersedianya lapangan kerja baru, mulai tenaga ahli hingga tenaga terampil. Negara juga akan menciptakan lapangan kerja yang kondusif dan sistem birokrasi yang mudah, tidak rumit dan tanpa pungutan.

Kas Baitul Mal diperoleh juga dari hasil pengelolaan Fa’i, Kharaj, Ghanimah, Jizyah, Usyur, harta milik negara lain dan BUMN selain yang mengelola harta milik umum. Kemudian harta Zakat, sumber pemasukan yang bersifat temporal diantaranya infak, wakaf dan sedekah serta hadiah, harta haram penguasa, harta orang murtad, harta warisan yang tidak ada ahli warisnya, dharibah atau pajak, dll.

Kebijakan-kebijakan ini akan mencegah kelaparan pada ibu dan anak. Sehingga setiap ibu hamil dapat memenuhi gizinya semasa hamil dan anak-anak dapat memenuhi asupan gizi di awal kehidupannya. Maka penyelesaian masalah stunting akan niscaya di dalam sistem Islam dengan berbagai pemecahan yang dilakukan negara yang menerapkan sistem Islam secara kafah.

Wallahu a'lam bishshawab

Posting Komentar

0 Komentar