Lahan Konservasi, Bukan Lahan Investasi!

Oleh: Vivi Vinuwi

Beberapa pekan terakhir jagad twitter diramaikan dengan tagar save komodo. Hal ini menyusul rencana pembangunan kawasan wisata ‘jurassic park’  di pulau Rinca , yang banyak dikhawatirkan akan merusak habitat dari komodo di tempat tinggal aslinya. Beberapa penolakan atas rencana inipun muncul dari banyak kalangan mulai dari para netizen yang ramai memberikan komentar negatif hingga komedian, Bintang Emon-pun turut serta memberikan sindirannya. ‘’Sst....jangan terlalu banyak protes. Komodo yang diam saja engga ganggu, engga ngapa-ngapain, rumahnya digusur. Apalagi kamu,”pungkasnya. 

Komodo termasuk dari  species kadal terbesar di dunia yang hidup di pulau komodo, disamping  satu-satunya yang ada di dunia. Reptil raksasa ini memiliki berat mencapai 90 kilogram dan panjang nya sampai 3 meter.  Komodo adalah satwa endemik Indonesia, yang ini berarti tidak dapat kita jumpai di negara lain. Pulau Komodo, Pulau Rinca dan Pulau Gili Motang  dan sebagian kecil bagian utara dan barat Flores adalah habitat alami bagi satwa yang mempunyai nama latin Varanus Komodonesis ini. 

Bagi para penggiat lingkungan, juga warga dalam dan sekitar kawasan Taman Nasional Komodo , pembangunan kawasan ini menyebabkan kegelisahan dan ketakutan yang mencekam. Bagaimana tidak, perubahan kawasan yang  tak  terkendali bisa mengakibatkan komodo berujung pada kepunahan.  Di bawah pemerintahan rezim ini, pemerintah  gencar mendorong investasi di kawasan dalam dan sekitar pulau Komodo. 

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memastikan pemerintah akan tetap mempromosikan pariwisata komodo di Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Ia meyakinkan, pembangunan yang dilakukan di destinasi pariwisata tersebut dilakukan untuk bisa menjaga keberlangsungan hewan langka tersebut. "Komodo ini satu-satunya di dunia jadi kita harus jual," tegas Luhut dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Percepatan Pengembangan Lima Destinasi Pariwisata Super Prioritas di Jakarta, Jumat, 27 November 2020. (Galamedianews.com, 27/11/2020)

Walaupun pemerintah mengclaim pembangunan kawasan wisata ini dilakukan untuk bisa menjaga keberlangsungan hewan langka tersebut, namun banyak pihak yang meragukan pernyataan ini. Penjualan kawasan wisata alam ini tentunya akan menggangu habitat dari makhluk hidup dikarenakan adanya perombakan besar-besaran. Dan ini bisa sangat mengubah bentang alam di daerah tersebut. Investasi yang hanya menguntungkan para kapitalis ini, nyatanya justru merusak kelestarian alam komodo demi alasan komersil belaka. 

Lebih dari itu, pembangunan ini juga merugikan orang-orang yang hidup di sekitar kawasan. Rencana wisata yang bersifat eksklusif ini akan berpotensi  mematikan rantai perekonomian penduduk yang biasa menggantungkan kehidupan mereka sebagai pengrajin, penjual souvenir khas skala kecil dan lain sebagainya. Alih-alih dapat mensejahterakan rakyat, wisata premium ini selain merusak habitat alami, juga dapat mengakibatkan ketimpangan ekonomi. Selain itu,hal ini telah memindahtangankan pengelolaan Sumber Daya Alam kepada yang bukan semestinya mengelolanya. Inilah gambaran pemerintahan dalam sistem demokrasi yang mengatasnamakan kebebasan telah menunjukan watak kerakusannya.  Dibalik privatisasi lahan konservasi, disitu terjadi sebuah ironi. Selain mengakibatkan kepunahan hewan langka, juga akan terjadi ketimpangan ekonomi,  mulai dari pengangguran yang makin merajalela,  mahalnya akses kesehatan dan pendidikan menjadi hadiah pahit yang harus diterima.

Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna. Islam bukan hanya agama, namun juga ideologi. Ideologi Islam yang diterapkan dalam sistem pemerintahan Islam atau yang disebut dengan khilafah juga mengatur bagaimana cara menjaga wilayah konservasi.  Hima ditetapkan secara khusus oleh negara untuk kepentingan tertentu, bukan untuk kepentingan individu.  Seorang pemimpin membatasi akses suatu tempat demi kepentingan umum seperti pengelolaan harta sedekah atau kuda yang digunakan untuk kendaraan. Tempat tersebut juga bisa digunakan untuk konservasi alam, baik itu tumbuh-tumbuhan maupun kehidupan binatang liar. Rasulullah pernah mencagarkan wilayah di sekitar Madinah untuk melindungi tumbuhan-tumbuhan dan kehidupan binatang liar. Diantara hima yang pernah ada di zaman Rasulullah adalah hima An-Naqi yang terletak di sekitar Madinah, di tempat inilah umat Islam mengembalakan kuda-kudanya. Di tempat ini pula Rasulullah menetapkan larangan berburu binatang pada radius empat mil dari sekitar Madinah. Masyarakat juga dilarang melakukan perusakan tanaman dalam radius dua belas mil di sekitar kota ini. Para khalifah sepeninggalan Rasulullahpun pernah menetapkan hima. Khalifah Abu Bakar pernah menetapkan Rabdzah (nama padang rumput) khusus untuk mengembalakan unta-unta zakat. Khalifah Umar bin Khattab juga pernah menetapkan hima al-Syaraf dan hima al-Rabdah yang cukup luas di daerah Dariyah. Adapun Khalifah Ustman bin Affan al-Rabdah yang diriwayatkan dapat menampung seribu ekor binatang setiap tahunnya. MaasyaaAllah.

Rasulullah SAW bersabda : “Al-muslimûna syurakâ`un fî tsalâtsin: fî al-kalâ`i wa al-mâ`i wa an-nâri”

Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Dalam hadits ini, berarti ketiga perkara tersebut tidakalah diperbolehkan untuk dimiliki individu atau diprivatisasi. Padang rumput yang berarti hutan dan segala potensi yang terkandung di dalamnya layaknya Pulau Komodo, haram untuk dikuasai oleh para kapitalis berwajah manis namun sadis, tapi pengelolaannya dilakukan secara mandiri oleh negara yang digunakan untuk kesejahteraan warga masyarakatnya. Hanya dalam sistem Islamlah sebuah wilayah konservasi benar-benar terlindungi dari perusakan dan campur tangan manusia yang menuhankan investasi.

Wallahu a’lam bisshowab

Posting Komentar

0 Komentar