Oleh : Monica Selbia (Aktivis Muslimah Muara Enim)
Sejumlah warga di Kabupaten Banyuasin, Sumatra Selatan mengeluhkan kondisi kelangkaan tabung gas LPG 3 kg. Kelangkaan gas melon itu membuat harganya melonjak hingga Rp. 40.000 per tabung dan kesulitan mendapatkan tabung gas 3 kg sudah dirasakan oleh warga hampir sepekan terakhir.
Menurut Mega, salah satu warga kecamatan Betung, Banyuasin, gas LGP 3 kg memang sangat sulit didapatkan akhir-akhir ini. Kalaupun ada harganya melambung tinggi mulai dari Rp. 25.000 bahkan ada yang menjual hingga Rp. 40.000. “Kami berharap kelangkaan ini bisa segera diatasi dan harga bisa normal kembali.” Kata mega, Senin (9/11/2020)
Namun disisi lain, Seksi Pengadaan Barang dan Jasa pada Dinas Koperasi, Perdagangan dan UKM Banyuasin, Iin Indaryati membantah adanya kelangkaan tabung gas LPG 3 kg. Kata dia, Pertamina sudah turun ke lapangan memantau pendistribusian gas 3 kg. Hasilnya distribusi gas melon itu melebihi kuota.
Sementara Seksi Pengadaan Barang dan Jasa lainnya, Rusman Nuralam mengingatkan bahwa gas LPG 3 kg hanya untuk masyarakat kurang mampu. Menurutnya kelangkaan tabung gas melon diduga kuat karna pemakaian yang tidak tepat sasaran. Artinya orang yang mampu, pemilik warung makan dan pengusaha ikut menikmati gas bersubsidi ini. “Jika menemukan ada yang melanggar, silahkan difoto dan dilaporkan, seperti restoran atau rumah makan harusnya menggunakan gas LPG 12 kg”, tandasnya (09/11/2020)
Sebenarnya kelangkaan gas melon bersubsidi ini sudah menyebar diberbagai daerah. Misalnya di kabupaten OKU, Sumatra Selatan, gas 3 kg ini juga mengalami kenaikan harga akibat kelangkaan yang sudah berlangsung 5 hari terakhir. Warga mengeluh sebab harga jauh lebih mahal mencapai Rp. 30.000 per tabungnya. Padahal sebelumnya harga normal hanya berkisar Rp. 23.000 per tabung.
Dikutip dari Sumsel.inews.id, pada senin 9 november 2020 lalu, Projo Sumatra Selatan menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor PT. Pertamina Marketing Operation (MOR) II Sumbagsel di Palembang. Mereka meluapkan aspirasi karna sebagian warga mengalami kesulitan mendapatkan gas LPG 3 kg. Projo Sumsel mendesak agar kinerja GM Pertamina MOR II dievaluasi karna diduga tela lalai dalam melakukan tugas pokok dan fungsinya. Sementara itu sampai aksi berakhir tidak ada pihak pertamina yang menemui demonstran.
Demikianlah persoalan menyangkut gas LPG 3 kg nampaknya masih terus menjadi masalah hampir setiap tahun dan terjadi di berbagai daerah. Terlebih ketika kebutuhan gas ini meningkat, stok LPG justru acap kalii menghilang alias sulit didapat.
Lantas, apa sebenarnya yang menjadi penyebab utama kelangkaan gas melon ?Apakah hanya karna pendistribusian yang tidak tepat sasaran seperti yang disebutkan diawal ?
Banyak pula yang berasumsi bahwa kelangkaan gas LPG 3 kg ini dipicu oleh oknum-oknum nakal yang tidak bisa bertanggung jawab demi meraup keuntungan yang sebesar-besarnya dengan cara ditimbun, sehingga ketika banyak permintaan barang tidak terpenuhi, disitulah kecurangan beberapa oknum untuk mempermainkan pasar.
Akibatnya masyarakat miskinlah yang kembali menjadi korban dari keserakahan segelintir oknum. Setelah mengalami kesulitan ekonomi akibat pandemi covid-19, kini masyarkat juga disulitkan dengan kelangkaan gas dan yang lebih miris adalah tatkala penguasa hari ini tak kunjung menemukan solusi untuk mengentaskan berbagai masalah yang tengah melanda rakyatnya, tak terkecuali masalah kelangkaan gas LPG 3 kg.
Sebuah kesalahan besar, jika berharap solusi hakiki pada Sistem Kapitalisme yang diterapkan hari ini. Sebab sebagai ideologi, Kapitalisme telah menancapkan taringnya dalam ekonomi dengan cara Liberalisasi berbagai sektor termasuk sektor energi melalui kaki tangan mereka di negeri-negeri muslim temasuk Indonesia.
Sistem yang diadopsi oleh negara hari ini mengizinkan swasta bahkan asing mengelola kekayaan negara. Sistem yang menempatkan negara hanya sebagai fasilitator dan regulator bagi para pemodal untuk menguasai kekayaan alam. Hingga akhirnya ia lemah, tak mampu memenuhi hajat hidup rakyat.
Dalam kapitalisme, segala sesuatu dinilai dari sisi keuntungan materi sehingga cara pandang terhadap hubungan penguasa dan rakyat menjadi keliru, hanya berdasarkan kaca mata untung-rugi. Dampaknya, negara (penguasa) hadir bukan sebagai pengatur pemenuhan kebutuhan rakyat. Namun lebih mementingkan nilai ekonomi, sekali pun dalam memenuhi kebutuhan pokok rakyat.
Berbeda dengan Islam, Islam adalah agama yang paripurna, Sistem agung yang diturunkan oleh Sang Pencipta Alam Semesta yang menjadi Rahmat bagi seluruh alam, mengatur seluruh aspek kehidupan dan mampu menyelesaikan segala problematika yang tengah melanda umat hari ini termasuk di dalamnya masalah kelangkaan gas yang tak kunjung tuntas sampai kini.
Menurut Islam, bahan tambang yang jumlahnya melimpah seperti gas dan minyak, adalah termasuk harta kepemilikan umum. Status pemiliknya selamanya adalah rakyat, tidak boleh dipindahtangankan kepada individu, swasta terlebih kepada swasta asing. Pengelolaannya dilakukan oleh negara, sedangkan pemanfaatannya digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Adapun pengelolaannya, karena gas dan minyak tidak bisa dimanfaatkan secara langsung melainkan harus melalui tahapan proses pengeboran, penyulingan, dan sebagainya serta memerlukan usaha keras dan biaya untuk mengeluarkannya maka negaralah yang mengambil alih penguasaan eksploitasinya mewakili kaum Muslim. Kemudian menyimpan pendapatannya di Baitul Mal kaum Muslim.
Kepala negara adalah pihak yang memiliki wewenang dalam hal pendistribusian hasil dan pendapatannya, sesuai dengan ijtihadnya, yang dijamin hukum-hukum syara’, dalam rangka mewujudkan kemaslahatan kaum Muslim.
Dengan demikian Khalifah sebagai pemimpin tunggal kaum Muslim di seluruh dunia memiliki tanggung jawab yang begitu besar dalam mengurusi urusan umat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassala bersabda: “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).
Sedangkan pemanfaatan gas, karena jenis harta ini adalah milik umum dan pendapatannya menjadi milik seluruh kaum Muslim, dan mereka berserikat di dalamnya, maka berarti setiap individu rakyat memiliki hak untuk memperoleh manfaat dari harta milik umum dan sekaligus pendapatannya. Tidak ada perbedaan apakah individu rakyat tersebut laki-laki atau perempuan, miskin atau kaya.
Inilah gambaran sistem Islam yang meriayah umat dan memberikan kesejahteraan bagi seluruh komponen-komponen masyarakat yang berada didalam naungan Khilafah tanpa membedakan antara si kaya dan si miskin atau muslim maupun non muslim.
Sudah saatnya umat harus keluar dari sistem kapitalisme secara total yang menyebabkan carut marut kehidupan rakyat Indonesia saat ini dan menyadari bahwa tidak ada solusi altenatif lain untuk menyelesaikan berbagai problematika saat ini kecuali dengan menerapkan syariat islam secara kaffah dalam naungan Khilafah.
Serta turut berjuang dalam menegakkan Sistem Islam yakni Khilafah yang bersumber dari wahyu Allah Subhanahu wa ta’ala yang akan memberikan Rahmat bagi semesta, Islam Rahmatan Lil ‘Alamin.
Wallahu a’lam bisshawab
0 Komentar