Mengakhiri Derita Ibu yang Tak Berkesudahan

Oleh : Yanyan Supiyanti, A.Md (Pegiat Literasi, Member AMK)

Bulan Desember selalu identik dengan Hari Ibu. Dari tahun ke tahun diperingati, tapi kondisi kaum ibu tidak mengalami perubahan. Persoalan melingkupi kehidupan kaum ibu, mulai dari kemiskinan, kekerasan, kebodohan, kezaliman, dan lain-lain. 

Dilansir oleh Theconversation.com,(13/12/2020). Seorang buruh perempuan telah mengajukan pemindahan divisi kerja karena penyakit endometriosisnya kambuh, tapi malah ancaman pemberhentian kerja yang diterima dari perusahaan. Dia tidak punya pilihan lain selain terus bekerja, yang mengakibatkan dia mengalami pendarahan hebat akibat bobot pekerjaannya yang berlebihan. Hal yang lebih miris dengan terpaksa operasi pengangkatan rahim.

Kasus di atas hanya satu dari banyak buruh perempuan yang hak-haknya terabaikan oleh perusahaan. Demi mengejar efisiensi dan efektivitas produksi perusahaan. 

Menurut para pengamat buruh dan gender, praktik penindasan hak buruh perempuan merupakan akibat dari pelanggengan budaya patriarki di sektor ketenagakerjaan di Indonesia.

Buruh perempuan dianggap hanya sebagai orang kedua. Akibatnya buruh perempuan sering diperlakukan semena-mena. Di banyak perusahaan dipersulit untuk mendapatkan cuti haid yang sebenarnya sudah dilindungi dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003.

Banyak perusahaan juga lalai menjamin keselamatan buruh perempuan, akibatnya mereka rentan mengalami pelecehan dan kekerasan seksual.

Buruh hamil juga mengalami tekanan saat bekerja. Mereka wajib lembur meski sedang hamil dan sering kali tidak dibayar. 

Fungsi ibu sebagai ummun wa rabbatul bayt pun mengalami krisis yang sangat parah, kaum ibu selalu menjadi obyek eksploitasi demi kepentingan ekonomi. Ini terjadi karena penerapan sistem yang salah, yakni sistem demokrasi kapitalisme yang sedang mencengkeram dunia.

Kegagalan demokrasi melindungi kaum ibu, tampak ketika tidak terpenuhinya kebutuhan dasar individu hingga kemiskinan mendera. Sejatinya negara bertanggung jawab atas pemenuhan segala kebutuhan rakyat dan melindunginya.

Islam telah memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan dengan menetapkan beban nafkah dan peran sebagai kepala keluarga ada pada pundak suami, bukan pada diri istri. Bahkan khilafah akan memfasilitasi para suami untuk mendapatkan kemudahan mencari nafkah dan menindak mereka yang lalai dalam melaksanakan kewajibannya.

Dengan penerapan hukum Islam, kemuliaan kaum ibu sebagai pilar keluarga dan masyarakat demikian terjaga, sehingga mereka mampu mengoptimalkan  berbagai perannya, baik sebagai individu, sebagai istri, sebagai ibu maupun sebagai anggota masyarakat.

Islam telah menetapkan aturan yang terkait untuk menyempurnakan fungsi keibuan ini, seperti hukum seputar kehamilan, penyusuan, pengasuhan, dan perwalian. Islam membolehkan perempuan yang sedang hamil tidak berpuasa Ramadan untuk menjamin bayinya tumbuh sempurna. Islam menganjurkan para ibu untuk menyusui bayinya selama dua tahun. Untuk menyempurnakan penyusuan ini, ibu juga dibolehkan tidak berpuasa. 

Islam juga menjadikan pengasuhan anak merupakan hak sekaligus kewajiban ibu sampai anak menginjak usia tamyiz (sekitar 7-10 tahun). Ini memastikan anak mendapatkan kasih sayang dan pendidikan dari ibu yang menjaminnya untuk berkembang secara sempurna.

Untuk bisa menjalankan tugasnya mengasuh dan mendidik anak dengan seoptimal mungkin, ibu dibebaskan dari berbagai kewajiban seperti salat berjemaah di masjid, bekerja, berjihad, dan hukum-hukum lain yang akan menelantarkan fungsi keibuannya. Maka salat di rumahnya adalah lebih baik baginya. Mencari nafkah dibebankan kepada suami atau walinya, begitu pula perlindungan dan keamanannya. 

Dengan jaminan terhadap kehidupannya, perempuan bisa berkonsentrasi penuh pada kesempurnaan fungsi dan perannya. Sebelum menikah ia bisa mempersiapkan diri menjadi istri dan ibu dengan mempelajari ilmu-ilmu yang berkaitan serta menjalankan perannya di masyarakat. Setelah menikah ia bisa berkonsentrasi pada upaya menjadi istri dan ibu yang kreatif dan inovatif, tentu tanpa mengabaikan kewajiban-kewajiban lainnya sebagai seorang muslimah. Hanya dengan Islam, penderitaan ibu berakhir dan kemuliaannya terjaga. 

Wallahu a'lam bishshawab.

Posting Komentar

0 Komentar