NASIONALISME MENYEKAT ROHINGYA

Oleh : Nurul Irma N, S.Pd (Pendidik SMK Ngawi)

Lagi dan lagi muslim Rohingya kondisinya mengenaskan, teraniaya, ditindas, dibunuh di negeri tanah kelahiran mereka. Apa yang menjadi kesalahan mereka? Apakah beragama Islam, menjadi seorang muslim kesalahan mereka? Bukankah HAM yang dianut dan di puja-puja di dunia ini membebaskan menganut agama? Akankah HAM ini hanya jargon semata? Atau hanya digunakan sesuai kepentingan pengusung HAM saja? 

Dilansir dari laporan kantor berita Reuters, sekitar 1600 pengungsi muslim Rohingya dipindahkan ke pulau Bhasan Char, sebuah pulau yang rentan di terjang banjir di teluk Bengal pada Jumat (4/12/2020). Pulau ini terletak 60 km dari daratan utama Bangladesh, muncul ke permukaan laut kurang dari 20 tahun lalu. Ketinggian tanahnya kurang dari dua meter di atas permukaan laut. Materi tanahnya adalah lempung, berasal dari sedimen Himalaya yang dibawa sungai ke laut.  (BBC.Com, 6/12/2020). Dengan kondisi geografis yang seperti ini, dapat diperkirakan pulau ini rawan dengan angin topan dan badai, serta kerawanan terkikisnya tanah. 

Disamping kondisi geografis yang rawan, kondisi pemukiman pun tidak memenuhi standar kelayakan. Bangunan beratap merah dengan total 1440 rumah telah dibangun dengan dapur dan kamar mandi yang berdekatan untuk digunakan bersama oleh beberapa keluarga. (www.Viva.co.id , 6/12/2020). 

Disebut seperti apakah bantuan ini? Apakah hanya karena muslim Rohingya bukan warga negara Bangladesh sehingga mereka diperlakukan sesuka hati? Inilah bukti dampak nasionaisme, yang pelan tapi pasti melunturkan rasa kemanusiaan.


Nasionalisme Memutilasi Persaudaraan

Nasionalisme merupakan paham yang senantiasa diajarkan di sekolah-sekolah mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Ketika kita menelusuri asal mula atau sumber kemunculan ide nasionalisme, akan didapati bahwa ide ini terjadi ketika manusia membentuk suatu ikatan dengan orang lain berdasarkan naluri mempertahankan diri, mempertahankan tempat dia hidup, ikatan ini disebut patriotisme. Ikatan ini akan nampak ketika adanya ancaman, ketika hilang ancaman maka akan hilang pula ikatan ini. 

Ketika pemikiran sempit (mempertahankan diri) ini bertambah luas wilayahnya, keinginan untuk berkuasa pun bertambah. Ketika ada kesempatan untuk meluaskan pemikiran sempit ini, kekuasaan dan kedaulatan suatu kaum terhadap kaum lainnya menjadi tidak manusiawi. Saat inilah terbentuk ikatan nasionalisme di antara manusia yang didominasi oleh hawa nafsu dan permusuhan. Tidak ada kebaikan untuk manusia selama ikatan ini ada. Karena ikatan ini bertumpu pada emosi naluri yang berubah-ubah dan tidak alami untuk menjadi pengikat di antara umat manusia. 

Dari asal kemunculan nasionalisme, nampaklah ikatan ini tak layak digunakan oleh manusia. Berbagai fakta yang terjadi di dunia, terutama penganiayaan terhadap kaum muslim. Mereka dianiaya, dilecehkan muslimahnya, dibunuhi para lelakinya, di usir dari tanah kelahiran dan tempat mereka hidup, senantiasa terdzalimi. Namun, apa respon dari saudara sesama muslim? Hanya mampu mengutuk dan mendoakan keselamatan mereka. Untuk membantu lebih dari itu, misalnya membantu secara fisik dengan memerangi kedzaliman, bahkan membantu berupa makanan dan pakaian saja terhalang.  Penghalangnya nasionalisme, yang senantiasa diopinikan bahwa itu urusan negara mereka sendiri. Kita punya negara sendiri, tidak berhak ikut campur. Bahkan sekaliber lembaga Internasional pun seperti PBB tak mau turut menangani. Sungguh, ide nasionalisme menjadi racun yang mematikan bagi kaum muslimin. Memutilasi rasa kemanusian bahkan rasa persaudaraan sebagai muslim.   


Aqidah Islam Persaudaraan Abadi

Manusia tak bisa hidup sendiri, mereka akan selalu membutuhkan orang lain. Dari sini akan muncullah sebuah kebutuhan akan ikatan yang menyatukan mereka. Allah SWT, sebagai pencipta manusia, lebih memahami kebutuhan hamba-Nya. Maka, Allah SWT ciptakan pula ikatan yang abadi, yaitu ikatan aqidah Islam. Ikatan ini akan menjadi ikatan ideologi, yang mampu menjelaskan seluruh solusi problem kehidupan manusia di mana pun dan kapan pun manusia berada. 

Ikatan aqidah Islam ini akan memunculkan rasa persaudaraan yang tak lekang oleh waktu, tempat, perbedaan bahasa, warna kulit dan strata kehidupan. Sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah, Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, dia tidak menzhaliminya dan tidak membiarkannya untuk disakiti. Siapa yang membantu kebutuhan saudaranya maka Allah akan membantu kebutuhannya. Siapa yang menghilangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah menghilangkan satu kesusahan baginya dari kesusahan-kesusahan hari qiyamat. Dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim maka Allah akan menutup aibnya pada hari qiyamat (HR. Bukhari 2262). Begitu indahnya ikatan muslim yang digambarkan oleh Rasulullah, tak sekedar membahagiakan di dunia tapi juga di kehidupan abadi. 

Ikatan aqidah Islam ini akan bisa terealisir dan terpancar keindahannya ketika ada satu pemimpin yang menjadi pelindung dan perisai bagi kaum muslimin. Dan pemimpin yang berkarakter seperti ini hanya akan ada dalam naungan sistem Islam yang menerapkan Islam secara kaffah.

Posting Komentar

0 Komentar