Oleh : Habsah
UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 1 ayat (3) yang berbunyi bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Bab X pasal 27 ayat (1) yang menyatakan bahwa “segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintah wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
Pasal tersebut jelas menggambarkan bahwa Indonesia sangat menjunjung tinggi hukum. Hukum yang digadang-gadang dapat menjamin kehidupan masyarakat agar aman, adil dan makmur. Tapi siapa sangka hal tersebut hanyalah sekedar tekstual saja nyatanya dari segi praktik tidak dijalankan.
Ada istilah “Hukum di Indonesia timpang sebelah atau tumpul keatas runcing kebawah” Maksud dari istilah ini adalah salah satu kenyataan bahwa keadilan di negeri ini lebih tajam menghukum masyarakat kelas bawah dan yang merugikan rezim daripada pejabat tinggi. Coba bandingkan dengan para tikus berdasi yang ongkang-ongkang kaki dan notebenenya adalah para pejabat yang ekonominya kelas atas dan ia terjerat dengan kasus korupsi dan suap.
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita jumpai masalah kecil tapi dianggap besar dan terus dipermasalahkan yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan sikap kekeluargaan. Namun, berlangsung dengan persidangan yang dipersulit bahkan menjadi sangat tidak logis. Sementara, diluar masih banyak tikus berdasi yang berkeliaran dengan senang dan santainya menikmati uang rakyat yang sering kali disalah gunakan untuk hal yang bersifat pribadi, bukannya menyejahterakan rakyat namun sebaliknya membuat rakyat menjerit seolah mencari dimana keadilan negeri ku?
Ambil saja contoh tentang kasus yang baru-baru ini terjadi tentang penahanan HR5 dengan pasal yang dibuat-buat yaitu menghasut kerumunan menunjukkan hukum yang ditegakkan semau penguasa. Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) HR5 belum lama ini dijadikan sebagai tersangka dugaan pelanggaran kerumunan di Petamburan.
HR5 pun telah menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya, dan saat mendekam di Rutan Narkoba. Seperti yang diketahui sebelumnya, HR5 menikahkan putrinya, bersamaan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di markas FPI, di Jalan Petamburan III, Jakarta Pusat.
Memang dalam keadaan saat ini Pandemi Covid-19 belum berakhir, dan berkerumunan adalah hal yang tidak dianjurkan. Karena bisa menyebabkan seseorang terpapar Covid, namun pernahkah terbayangkan di pikiran, kenapa hanya HR5 saja yang ditahan? Hanya karena masalah kerumunan, bukankah selain HR5 juga banyak orang yang bahkan mungkin lebih terpapar virus.
Misalnya saja baru-baru ini diadakan Pemilu daerah serentak se-Indonesia, tapi tidak ada sanksi bagi mereka yang melakukannya, bahkan sebelum Pemilu ada yang melakukan Kampanye terang-terangan bahkan banyak yang kerumunan, tapi oknum tersebut tidak ditahan tapi dibiarkan. Jadi, apakah ini adil? Ulama dipenjarakan sementara pejabat tidak, ada apa ini sebenarnya. Penegak hukum lebih banyak mengabaikan realitas yang terjadi di masyarakat ketika menegakkan undang-undang atau peraturan.
“Bicara tentang pemerintahan dari rakyat untuk rakyat, adalah bicara omong kosong,” begitu tegas Maurice Duverger, mantan Guru Besar Universitas Bordeaux, Prancis. Begitu pula kata JJ. Rousseau, “Jika berpegang pada arti kata seperti yang diartikan secara umum, maka demokrasi yang sungguh-sungguh tidak pernah ada dan ia tidak akan ada.” Argumen keduanya adalah, karena bila “pemerintahan dari rakyat untuk rakyat” mestinya itu berarti tidak ada perbedaan antara pemerintah dan yang diperintah (rakyat). Beginilah wajah asli demokrasi yang sebenarnya, produk-produk yang dihasilkan dari sistem inipun sangat bertolak belakang dari yang mereka tulis secara tekstual.
Ketimpangan yang terjadi di muka bumi terkhusus di Indonesia sebenarnya dapat diubah, yaitu dengan penegakan Khilafah. Islam tidak mengenal teori iltizam. Hukum Islam yang diterapkan di tengah masyarakat juga satu. Keputusan pengadilan di dalam Islam juga bersifat mengikat, tidak bisa dibatalkan oleh siapapun. Karena itu, Islam tidak mengenal peradilan banding, PK, dan sebagainya.
Jika Islam mengenal tiga bentuk peradilan, sesungguhnya hanya pembagian tugas dan fungsi. Karena hukum yang diterapkan hanya satu. Karena, semua orang dalam Negara Khilafah mempunyai kedudukan yang sama di mata hukum. Di dalam Islam juga tidak ada hukum lain yang diterapkan, kecuali hukum Islam.
0 Komentar