Oleh: Habibah
Pemerintah Kabupaten Sumedang serius untuk melakukan tindakan penertiban Keramba Jaring Apung (KJA) yang berada di Kawasan Bendungan Jatigede. Meski reaksi ini sempat ada penolakan dari Aliansi Masyarakat Waduk Jatigede (AMWJ).
Wakil Bupati Sumedang, H. Erwan Setiawan, saat rapat Koordinasi Penertiban Keramba Jaring Apung dan Jaring Tancap di Bendungan Jatigede, di Ruang Tengah Gedung Negara. Rabu, 25 November 2020 menyebutkan penertiban jaring apung perlu dilakukan demi terciptanya lingkungan Jatigede yang kondusif.(sumedang online)
Satpol PP Kabupaten Sumedang bersama pihak Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung, dibantu unsur TNI dan Polri mulai melakukan penertiban keramba jaring apung (KJA) dan keramba jaring tancap (KJT) yang bertebaran di perairan Waduk Jatigede, Sabtu (28/11/2020). Penertiban ini melibatkan seratus orang personel gabungan. (Radar sumedang.id)
Kasus KJA ini pada akhirnya mendapatkan respon kurang baik dari warga khususnya petani ikan di sekitaran wilayah Jatigede. Banyak pihak yang kecewa dengan tindakan pemerintah ini, pasalnya kondisi ekonomi sedang sulit. Pemerintah malah menghilangkan mata pencaharian mereka.
Salah seorang pelaku KJA warga eks Desa Leuwihideung, Kecamatan Darmaraja, Maman mengungkapkan, Ia dan pelaku KJA lainnya terpaksa berusaha menjadi pembudidaya ikan KJA karena sudah kehilangan pekerjaan setelah daerahnya tergenang air Waduk Jatigede. Tapi setelah ada penghasilan yang bisa mencukupi kebutuhan hidup, tempat usahanya malah dibongkar.
“Kami hanya memohon pemerintah memberikan zonasi untuk kami usaha KJA. Kami ingin berusaha ingin tenang. Selama 5 tahun (pasca penggenangan) ini belum dikasih solusi apapun oleh Pemda,” ucapnya
Penasehat Hukum Aliansi Masyarakat Waduk Jatigede (AMWJ), Bambang Winasis, menyayangkan sikap pemerintah yang memaksakan diri melakukan pembongkaran lapak Keramba Jaring Apung (KJA) di Bendungan Jatigede disaat masyarakat masih kesulitan ekonomi karena Pandemi Covid-19.
Tak hanya itu Bambang pun berencana akan melakukan Judical Review terhadap Perda Nomor Nomor 4 Tahun 2018 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang Tahun 2018-2038 yang dianggapnya bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2017 Tentang Pembudidayaan Ikan.(Sumedang online)
Beberapa hal pun yang disayangkan oleh masyarakat pelaku KJA adalah bahwa mereka pernah mengikuti pelatihan budidaya perikanan KJA. Tapi nyatanya saat jatigede sudah jadi dan mereka membuat KJA pemerintah sendiri yang membubarkan dan membongkarnya.
Maman sebagai salah satu pemilik KJA mengaku kecewa dengan adanya pembongkaran ini. Pasalnya dirinya bersama perwakilan dari enam desa pada tahun 2013 atau dua tahun sebelum penggenangan terjadi pada 31 Agustus 2020 telah mengikuti pelatihan budidaya perikanan dengan sistem KJA. Saat itu dirinya mengikuti pelatihan dan mendapat sertifikat.
“Saya dan enam desa lainnya dilatih, ada pendidikan tentang jaring apung. Kenapa setelah kami sama teman-teman melaksanakan itu, karena kami terpaksa (jadi nelayan). Kami sudah hilang segala-galanya, hilang pekerjaan. Pelatihan ini pun tujuannya ke situ untuk mengurangi pengangguran. Tapi pada saat kami mengambil hak kami. Perdanya juga tidak mendukung kami,” imbuhnya. (Sumedang online)
Senada dengan ini pun dari beberapa pemberitaan bahwa penertiban ini lebih mendahulukan orang lokal dibandingkan investor luar. Jelas ini adalah sebuah ketidakadilan, mereka yang justru petani kecil dan OTD diperlakukan tidak adil dengan para investor luar.
Kerugian materi akibat pembongkaran KJA membuat sebagian dari mereka kecewa dengan keputusan pemerintah yang tidak membiarkan mereka mempersiapkan pembongkaran.
Kondisi tersebut mengundang kekecewaan para pelaku KJA. Mereka mengaku tidak diberikan toleransi untuk pengamanan aset. Atas hal tersebut, Aliansi Masyarakat Waduk Jatigede (AMWJ) yang mewadahi para pelaku usaha KJA di Jatigede protes, mereka meminta penertiban dilakukan tanpa harus mengorbankan aset milik pelaku KJA.
“Kami meminta penertiban jangan semena-mena, agar tidak ada yang dirugikan. Kami juga sudah patuhi upaya Pemda. Tapi kalau begini caranya memancing emosi petani ikan yang asli dari sini (wilayah Jatigede),” ujar Ketua AMWJ, Mahmudin, kepada wartawan di Cilembu, Darmaraja, Selasa (1/12).( Radar sumedang.id)
Tugas pemerintah bukan hanya mengurus penertiban lingkungan, yang terpenting adalah tugas mereka dalam mensejahterakan rakyat. Karena dalam islam setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya.
Dari Ibn Umar r.a. Sesungguhnya Rasulullah Saw. Berkata : ”Kalian adalah pemimpin, yang akan dimintai pertanggungjawaban. Penguasa adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. (H.R Bukhori)
Bagaimana mungkin pemerintah berbahagia di atas kesusahan rakyatnya sendiri, terlebih pandemi ini sudah membuat sebagian orang kehilangan pekerjaan. Bahkan yang tadinya bekerja di kota pun mencoba mengundi nasib di KJA ini. Kalau pun ada upaya penertiban lingkungan maka sudah sepantasnya sebelum mereka melakukan ini, pemerintah terlebih dahulu menyiapkan ganti rugi dan lahan pekerjaan yang lain. Terlebih lagi mereka yang penghasilannya dari KJA ini adalah mereka yang terkena dampak jatigede (OTD) sudah terusir akibat pembangunan jatigede ditambah pula belum ada solusi apapun terkait dampak jatigede ini. Jika pun alasan pemerintah membongkar KJA ini karena khawatir merusak lingkungan, maka seharusnya yang dilakukan adalah memberikan aturan agar budidaya ikan tidak mencemari lingkungan.
Jangan sampai pembangunan jatigede ini tidak memberikan manfaat sedikitpun untuk rakyat kecil wilayah Sumedang khususnya mereka yang terdampak. Apalagi jika pembongkaran KJA ini dipilih pilih yang mana untuk para petani kecil lebih di dahulukan dibandingkan mereka investor besar dari luar. Sehingga sebuah hal yang wajar jika rakyat marah dengan pembongkaran tanpa ganti rugi yang jelas. Maka sungguh hanya sistem Islam yang bisa memberikan solusi bahkan rahmat untuk seluruh alam. Dalam Islam tak hanya lingkungan yang dijaga tapi ekonomi masyarakat pun akan terjamin.
Sistem Islam yang menerapkan syariat Islam secara kafah (yakni Khilafah) dalam segala bidang berprinsip negara menjamin kebutuhan dasar tiap warga negara berupa sandang, papan, pangan, juga kebutuhan akan pendidikan, kesehatan dan keamanan serta lapangan pekerjaan.
0 Komentar