RUNTUHNYA GEO THEATER DALAM PANGGUNG DEMOKRASI

Oleh : Imas Royani

Selasa, 8 Desember 2020 sekitar pukul 19:30 malam warga Dusun Pasir Salam Desa Sukamaju Kecamatan Rancakalong dikejutkan oleh suara gemuruh. Sontak semua warga berhamburan ke luar melihat apa yang terjadi. Ternyata benar saja suara gemuruh itu berasal dari robohnya atap bangunan Gedung Serba Guna Geo Theater Sumedang. Dengan adanya kejadian ini, gedung ambruk tersebut menjadi pusat perhatian dan juga tontonan warga sekitar. Sehingga Pihak kepolisian dari Polsek Rancakalong, Sumedang memasang garis polisi di tempat kejadian, guna mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

Menurut salah seorang saksi, Kokon (46) yang berhasil diwawancarai detikNews, atap bangunan Geo Theater rusak setelah diterjang angin kencang sekitar pukul 19.30 WIB malam. Beliau menyebutkan bahwa gedung ini baru saja dibangun sekitar 1 tahun yang lalu oleh pemerintah Kabupaten Sumedang. Namun saat ini hampir seluruh atap gedung Geo Theater rusak parah. Beruntung tidak ada korban jiwa maupun luka-luka dalam insiden ambruknya gedung kesenian itu, sebab kondisi di dalam gedung tengah kosong.

Dilansir dari sumedangekspres.com, Kepala Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertanahan (Perkimtan) Kabupaten Sumedang, Gungun A. Nugraha mengakui kejadian ini tidak diperhitungan sejak awal bagaimana cara menghadapi bencana angin. Dia mengatakan, atap bangunan rusak karena bahan kayu multiplek atau triplek berlapis, tidak kuat menahan terjangan angin kencang. Saat ini pihak Dinas Perkimtan akan menunggu hasil kajian dari tim konsultan perencanaan terkait robohnya atap Gedung Serba Guna Geo Theater tersebut.

"Gedung yang biasa dipakai oleh penggiat seni dan budaya di Kabupaten Sumedang ini dibangun sekitar 10 bulan lalu, dengan anggaran Rp.3,9 Miliar yang bersumber dari dana Bantuan Provinsi Jawa barat. Pengerjaan gedung Geo Theater ini sudah sesuai dengan spesifikasi dan juga sedang diawasi oleh konsultan pengawas. Jadi menurut saya, robohnya atap bangunan ini murni oleh angin yang kencang. Dan pihak kami sudah berkoordinasi dengan BPBD Kabupaten Sumedang, dari segi kebencanaanya," ucapnya.

Pernyataan tersebut sungguh menggelitik. Pasalnya dana anggaran yang mencapai Rp.3,9 Miliar itu hanya mampu membangun gedung beratapkan kayu multiplek atau triplek berlapis. Lebih menggelitik lagi ternyata hanya bertahan 10 bulan saja. Apa benar menghabiskan dana sebanyak itu? Atau ada pengeluaran yang tidak tercatat, atau lupa tidak dicatat atau sengaja tidak dicatat di luar perhitungan awal seperti halnya pada perhitungan akan adanya bencana angin kencang?

Sementara itu dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Kabupaten Sumedang, Hari Tri Santosa mengaku, kalau Gedung tersebut belum diserahterimakan ke Disbudpora dan pengelolaannya masih di Dinas Perkimtan. Beliau mengaku selama ini hanya sebagai penerima manfaat saja dari pimpinan agar dipergunakan dengan baik, kemudian diramaikan dengan tampilan kesenian beberapa kali saja. Adapun untuk Gedung Kesenian Geo Theater dirancang untuk tahun 2021, untuk penampilan kesenian khas Sumedang yang berkoordinasi dengan Disdik, DKS (Dewan Kebudayaan Sumedang), serta Keraton Sumedang Larang dan akan menampilkan secara rutin budaya dan kesenian khas Sumedang. Bahkan Dinas Parbud Propinsi akan membuat DED lanjutan tahun 2021 untuk mengembangkan daerah ini. Sehingga 2022 bisa ada pembangunan lanjutan untuk mewujudkan Sumedang Puseur Budaya Sunda. Namun dengan robohnya atap bangunan ini, tentu saja rencana tersebut akan sedikit tertunda, karena harus ada perbaikan terlebih dahulu. (kabar-priangan.com).

Memang beberapa tahun terakhir ini pemerintah Kabupaten Sumedang banyak membangun gedung, tugu juga taman yang menggunakan dana yang cukup besar dalam rangka mewujudkan ambisi menjadikan kota Sumedang sebagai kota wisata, baik pembangunan dari awal maupun yang hanya sekedar renovasi. Diantaranya ada Gedung Sri Manganti, Taman Endog, Tugu 0 Kilometer, Bunderan Tugu Adipura, Tugu Selamat Datang, Tugu Mahkota Binokasih, Gedung DPRD, Wajah Baru Alun-Alun Sumedang dan masih banyak lagi yang lainnya. Namun sayang, manfaatnya tidak banyak dirasakan oleh masyarakat. Masyarakat terdekat tidak dapat menikmati keindahanan bangunan megahnya dikarenakan kesibukan rutinitas mencari nafkah yang tidak dapat ditinggalkan. Paling mereka menikmatinya sambil lalu saat berangkat atau pulang dari tempat bekerja. Jarang sekali yang dengan sengaja berlibur atau bersantai ria bersama keluarga seperti yang dilakukan para wisatawan. Mereka beralasan daripada uangnya buat jalan-jalan, mending buat makan dan biaya hidup sehari-hari. Sungguh miris. Bahkan bila ditanya lebih dalam kepada wisatawan baik asing maupun lokal akan manfaat dari bangunan tersebut apalagi tugu kebanyakan mereka menjawab sekedar buat selfy. Sedangkan Gedung kesenian, hanya dipakai oleh segelintir orang untuk pentas seni yang entah saat pementasannya mengindahkan aturan menutup aurat, larangan bertabarruj dan ikhtilath. Astaghfirullah, sungguh biaya besar itu hanya untuk sesuatu yang mubah bahkan  bermaksiat kepada Allah SWT.

Di sisi lain, sudah menjadi rahasia umum bahwa proyek-proyek pembangunan yang menggunakan anggaran daerah rawan KKN. Berdasarkan Catatan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, alokasi anggaran dana desa pada 2019 mencapai Rp70 triluun untuk 74.954 desa. Belakangan polemik mengenai dana desa mencuat pasca laporan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di DPR terkait dengan adanya dugaan dana desa yang tidak tersalurkan secara tepat sasaran. Bahkan, ada dana desa yang mengalir ke daerah yang tidak diketahui nama desa dan penduduknya atau desa fiktif. Itu yang terjadi pada tahun lalu, belum ditambah dengan hasil survey tahun ini.

Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Wilayah Provinsi Jawa Barat, Arman Syifa menyatakan  alokasi dana untuk pembangunan infrastruktur jalan maupun bangunan fisik lainnya rentan dikorupsi. Dana itu pun menjadi sorotan BPK untuk pemeriksaan lebih dalam. Ia menyampaikan, selama ini pihaknya sering menemukan kasus serupa dan berulang dalam dugaan tindak pidana korupsi APBD yang dialokasikan untuk pembangunan fisik di daerah. Pelanggaran hukum itu berawal dari sistem pemerintahan yang keliru sehingga beberapa orang pegawai terbukti melakukan pelanggaran hukum dalam penggunaan anggaran. Perilaku korup itu disebabkan berbagai faktor, selain karena niat pelaku, juga adanya sistem yang membuka peluang atau kesempatan untuk melakukan korupsi. Selain niat, korupsi juga timbul dari adanya kesempatan. (REPUBLIKA.CO.ID).

Kondisi ini berbanding terbalik dengan pembangunan infrastruktur dalam Islam yang tidak bersandar pada investasi swasta asing. Kisah Khalifah Umar Alfaruq yang menyediakan pos dana khusus dari Baitul Maal untuk mendanai pembangunan infrastruktur. Pembangunan ini tiada lain untuk memudahkan transportasi antara berbagai kawasan Negara Islam. Khalifah Umar juga menyediakan transportasi, yaitu sejumlah besar unta secara khusus. Hal ini akan berguna bagi orang yang tidak memiliki kendaraan. Sehingga memudahkan masyarakat Daulah kala itu untuk berbagai perjalanan seperti ke Jazirah Syam dan Irak. Persoalan dana pembangunan proyek infrastruktur dalam Islam bukanlah sesuatu yang sulit. Hal ini dikarenakan Daulah menerapkan sistem ekonomi Islam.  

Sistem ekonomi Islam melalui pengelolaan kekayaan umum (milkiyyah ‘ammah) dan kekayaan negara (milkiyyah daulah) terbukti mampu membiayai penyelenggaraan negara tanpa harus berutang. Hal ini pun termasuk untuk pembangunan kota beserta dukungan  infrastruktur lainnya. Siti Aisyah, S.Pd. mengungkapkan bahwa, setidaknya ada empat poin penting dalam pembangunan infrastruktur publik dalam Islam: Pertama, pembangunan infrastruktur ini semata-mata adalah tanggung jawab negara, bukan sebagai ajang keuntungan atau mencari diplomatik dengan negara lain. Kedua, membagi jelas permasalahan kepemilikan, pengelolaan kepemilikan termasuk distribusi barang dan jasa di tengah-tengah masyarakat serta memastikan berjalannya politik ekonomi Islam. Ketiga, perencanaan tata kelola ruang dan wilayah dalam Daulah Khilafah yang didesain sedemikian rupa sehingga mengurangi kebutuhan transportasi. Keempat, pendanaan pembangunan infrastruktur Khilafah berasal dari dana Baitul Mal.  Khilafah akan memastikan sumber kekayaan alam dikelola negara dan dipergunakan untuk kesejahteraan masyarakat serta mampu mencukupi kebutuhan negara, termasuk memastikan terpenuhinya seluruh kebutuhan dasar rakyatnya, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. 

Sistem keuangan negara berdasarkan syariat Islam disebut Baitulmal. Dalam kitab Al Amwal, karya Abdul Qadim Zallum, dijelaskan bahwa ada tiga pos pendapatan yang sangat besar. Bukan bersumber dari pajak dan juga utang sebagaimana kondisi keuangan negara kapitalis liberal. Petama, bagian fa’i dan kharaj. Bagian ini menjadi tempat penyimpanan dan pengaturan arsip-arsip pendapatan negara. Meliputi harta yang tergolong fa’i bagi seluruh kaum muslim dan pemasukan dari sektor pajak (dharibah) yang diwajibkan bagi kaum muslim tatkala sumber-sumber pemasukan baitulmal tidak mencukupi. Kedua, bagian kepemilikan umum. Seperti sumber daya alam yang melimpah digolongkan menjadi kepemilikan umum, bukan milik negara. Negara tidak boleh memberikannya pada asing atau privatisasi. Negara hanya berhak mengelola dan hasilnya diperuntukan bagi kemaslahatan umat sepenuhnya. Bisa dalam bentuk biaya kesehatan, biaya pendidikan dan lain-lain. Ketiga, bagian sedekah. Bagian ini menjadi tempat penyimpanan harta-harta zakat seperti zakat uang dan perdagangan, zakat pertanian dan buah-buahan, zakat ternak unta, sapi dan kambing. Pos ini hanya didistribusikan pada delapan asnaf sesuai firman Allah SWT. Skema pembiayaan ini menjadikan kas negara, yaitu baitulmal menjadi relatif stabil dan tidak mudah defisit.

Adapun strategi Khilafah dalam membiayai pembangunan infrastruktur, Dalam kitab Al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah karya al-‘Allamah Syekh ‘Abd al-Qadim Zallum, dijelaskan bahwa ada tiga strategi yang bisa dilakukan oleh negara untuk membiayai proyek infrastruktur, yaitu: pertama, meminjam kepada negara asing, termasuk lembaga keuangan global namun strategi ini jelas keliru dan tidak dibenarkan oleh syariat. Kedua, memproteksi beberapa kategori kepemilikan umum, seperti minyak, gas dan tambang, misalnya, Khalifah bisa menetapkan kilang minyak, gas dan sumber tambang tertentu, seperti Fosfat, Emas, Tembaga dan sejenisnya, pengeluarannya dikhususkan untuk membiayai pembangunan infrastruktur. Strategi ini boleh ditempuh oleh Khalifah. Kebijakan ini juga merupakan kebijakan yang tepat, untuk memenuhi kebutuhan dana yang digunakan dalam pembangunan infrastruktur. Ketiga, yaitu mengambil pajak dari kaum Muslim untuk membiayai infrastruktur. Strategi ini hanya boleh dilakukan ketika Baitul Mal tidak ada kas yang bisa digunakan. Itu pun hanya digunakan untuk membiayai sarana dan prasarana vital, dan hanya diambil dari kaum Muslim, laki-laki dan mampu. Selain itu tidak.

Sejarah gemilang ditorehkan Khalifah di masa Daulah Abbasiyah Harun Arrasyid dimana suasana negara begitu aman dan damai. Kesejahteraan rakyatnya begitu terasa hingga sangat sulit mencari orang yang diberikan zakat, infak, dan sedekah. APBN selalu surplus, hingga satu riwayat mengatakan surplusnya di atas 900 dinar. Hal ini tentu tidak terlepas dari diterapkannya sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan termasuk dalam kehidupan bernegara dimana penggunaan anggaran pembangunannya terbebas dari korupsi.

Dalam buku Ensiklopedi Muhammad Sebagai Negarawan dijelaskan, Rasulullah SAW adalah seorang kepala negara. Beliau ada untuk rakyatnya sepanjang waktu. Meskipun tidak ada departemen-departeman, seluruh tata administrasi diselenggarakan secara efisien dan efektif serta tidak ditunda-tunda. Instruksi diberikan kepada para gubernur, petugas pengumpul zakat, administrator dan lainnya. Keadilan ditata sedemikan rupa sehingga kesemuanya diselenggarakan dengan jujur dan tidak berpihak. 

Dalam membangun birokrasi kuat dengan aparatur negara yang andal, kompeten dan terbebas dari korupsi, Rasulullah telah memberikan beberapa tuntunan, yaitu: Pertama, fit and proper test. Uji kelayakan dan kompetensi calon aparatur dan pejabat negara sebagai pemegang kebijakan, mutlak diperlukan sebelum mereka diberi kepercayaan dan amanat. Rasulullah melakukan tes dengan mengevaluasi standar pengetahuan dan keterampilan calon tersebut. Langkah ini dilakukan oleh Rasulullah tiap kali mengutus para gubernur ke wilayah-wilayah Islam. Seperti yang berlaku pada Mu’adz bin Jabal ketika hendak diutus ke Yaman. Rasulullah bertanya kepadanya, dengan apakah kelak ia akan mengambil keputusan menghadapi kasus-kasus yang memerlukan kepastian hukum. Mu’adz menjawab, keputusannya kelak akan merujuk pada Alquran dan hadits Rasulullah serta ijtihad. Jawaban itu mendapat apresiasi dari Rasulullah.

Kedua, menyusun program kerja. Aparatur negara berkewajiban menyusun program kerja dengan target-target yang jelas. Melalui penyusunan itu maka keberhasilan kinerja aparatur negara bisa diukur. Program kerja yang disusun harus selain disusun dengan cermat, juga pelaksanaannya meski efektif, efesien dan tepat waktu. Pelayanan dan kepuasan warga negara menjadi prioritas utama karena para aparatur negara dalam pandangan Islam adalah sebagai para abdi masyarakat. Diriwayatkan bahwa Rasulullah menginstruksikan seluruh gubernur, administrator, penghimpun zakat dan pemimpin negara, tokoh agama, agar memberikan jawaban dan pelayanan bagi warga, baik yang berkenaan dengan masalah keagamaan atau kenegaraan, paling lambat tiga hari sejak permohonan pelayanan itu diajukan oleh masyarakat.

Ketiga, penguatan arsip dan dokumentasi. Kedua hal itu adalah perkara mendasar dalam birokrasi pemerintahan. Termasuk juga di berbagai instansi swasta atau serikat sekecil apa pun. Tiap catatan tentang peristiwa atau hal apa pun harus tertulis dan diabadikan. Arsip-arsip penting harus terjaga dengan rapi. Rasulullah memberikan kepercayaan kepada Zaid bin Tsabit untuk memegang jabatan sebagai penulis semua dekrit, surat perintah dan dokumen-dokumen negara tersebut. Konon, surat-surat itu dikumpulkan dalam satu tempat secara rapi. Tak hanya Zaid, dalam kitab A’lam as-Sailin ‘An Kutub Sayyid al-Mursalin karya Muhammad Ibn Thulun ad-Dimasyqi, disebutkan terdapat 43 sahabat yang pernah mendapat tugas menuliskan dokumentasi penting pada masa Rasulullah hidup dan seusai beliau wafat.

Sistem Islam memiliki sistem kontrol yang amat ketat terhadap aparat negara. Birokrasi tidak dibiarkan memperkaya diri sendiri. Jauh sebelum sistem demokrasi menerapkan pelaporan kekayaan penyelenggara negara, Islam sudah melaksanakannya. Bahkan, bila ada kekayaan yang terindikasi kuat tidak wajar, langsung diambil untuk negara tanpa menuggu pembuktian. Inilah yang dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khaththab dan beberapa khalifah berikutnya. Islam memiliki perangkat hukum untuk mengatasi pelanggaran hukum syara berupa korupsi, yaitu ta'zir. Ta'zir merupakan hukuman yang diberikan kepada orang yang melakukan kejahatan, dimana ancaman kejahatan tersebut tidak disebutkan hukumannya secara pasti dalam Al Qur'an maupun dalam Hadis. Hukuman tersebut diserahkan kepada hakim atau penguasa untuk menentukannya. Hukumannya bisa yang paling ringan hingga yang paling berat yakni hukuman mati. Dalam sistem Islam, hukuman selain berfungsi sebagai pencegah (zawajirun) atas tindak kriminalitas juga sebagai penebus (jawabirun) atas tindakan jahat yang telah dilakukan oleh si pelaku. Sanksi yang dijatuhkan di dunia bisa menghilangkan sanksi yang ada di akhirat. Ini yang tidak ada dalam sistem lain. 

Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Posting Komentar

0 Komentar