Oleh: Puji Ariyanti (Pegiat Literasi untuk peradaban)
Dilansir cnn Indonesia Majelis Ulama Indonesia (MUI) periode kepengurusan 2020-2025 resmi diumumkan pada Rabu (26/11/'20). Sejumlah nama baru muncul, wajah lama hilang. Seiring pengumuman Miftachul Akhyar sebagai Ketua Umum MUI periode 2020-2025. Sejumlah ulama yang terdepak dalam kepengurusan dikaitkan dengan "Aksi 212". Seperti Din Syamsuddin digeser Ma'ruf Amin. Kini Wakil Presiden RI itu mengemban jabatan Ketua Dewan Pertimbangan MUI.
Dari susunan kepengurusan yang dibuka ke publik, selain nama Din Syamsuddin aktif di Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang hilang, raib juga nama mantan bendahara Yusuf Muhammad Martak, mantan wasekjen Tengku Zulkarnain, dan mantan sekretaris Wantim Bachtiar Nasir. Keempatnya dikenal sebagai tokoh yang keras mengkritik pemerintah. Ketiganya merupakan pentolan "Aksi 212".
Bahkan menurut Wakil Ketua Komisi VIII DPR, yang memiliki ruang lingkup tugas bidang keagamaan, Ace Hasan Syadzily menyatakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bukan organisasi politik. Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah lembaga independen yang mewadahi para ulama, zuama dan cendikiawan Islam untuk membimbing dan mengayomi umat Islam di Indonesia.
Fakta rezim berusaha mengebiri peran MUI menyingkirkan yang kritis karena dianggap main politik. Ini sebuah bukti bahwa: sistem sekuler makin akut dan dominan mewarnai pengambilan kebijakan.
Dalam sekuler tugas ulama amatlah berat. Rasa-rasanya tak pantas ulama mengkritik pemerintah. Jika mengkritik dianggap pemberontak. Padahal tugas ulama membimbing serta mengayomi umat Islam dari arus moderasi yang makin deras. Jika mereka abai akan hal ini posisi mereka akan menyesatkan umat.
Ulama tak boleh gentar, justru harus ada kesadaran bahwa Majelis Ulama wajib mencontohkan sikap menentang kezaliman dan mendirikan muhasabah lil hukkam. Sikap mengoreksi penguasa atas tindakan apapun yang salah, lalai dan zalim. Tak hanya koreksi terhadap tindakan yang berkaitan dengan jabatannya saja. Tapi juga koreksi atas sikap/tindakan penguasa sebagai pribadi.
Sebagai pewaris Nabi, ulama tidak hanya mewarisi ilmu, tetapi juga amanah risalah. Dengan ilmu yang dimilikinya, mereka berkewajiban untuk menyampaikan kebenaran, menegakkan kemakrufan dan mencegah kemunkaran. Inilah fokus kiprah ulama. Karena itu, Imam Ahmad mengatakan, ”Jika seorang ulama menjawab pertanyaan (orang awam) dengan taqiyyah (menyembunyikan kebenaran), kemudian orang yang bodoh tetap dengan ketidaktahuannya, lalu sampai kapan kebenaran itu akan tampak?”.
Dampak diterapkannya sistem sekuler semakin terasa. Kerusakan demi kerusakan hampir terjadi setiap hari. Harusnya tugas Majelis Umat menghentikan kerusakan akibat sistem rusak ini. Hal ini tak bisa diserahkan pada umat (ormas) tetapi hanya bisa dijalankan sempurna oleh negara (khilafah islam).
Dalam sejarah peradaban Islam, peran ulama menempati posisi sangat penting. Misalnya pada zaman sahabat, ulama mempunyai fungsi sebagai pewaris nabi dan penjaga misi kenabian. Imam Al Ghazali menempatkan posisi ulama dan umara penjaga otoritas agama.Teori al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa rakyat yang rusak itu disebabkan oleh penguasa yang juga rusak. Sedangkan penguasa yang rusak pun diakibatkan oleh ulama yang juga rusak. sebab dari rusaknya seorang ulama ketika dia lebih mencintai harta dan kedudukan. Padahal tugas sesungguhnya dari mereka adalah penjaga agama, mengontrol dan menasehati penguasa.
Untuk itu Ulama memegang peranan penting dalam suatu negara. Keberadaannya selalu menjadi rujukan untuk dimintai pendapatnya oleh pemerintah maupun umat. Bukan seperti dalam sistem demokrasi Ulama menjadi ajang sowan para pejabat ataupun para calon pejabat meminta dukungan atas kebijakannya atau meminta dukungan dalam perolehan suara
Jika Wakil Presiden Makruf Amin menegaskan sampai saat ini di Indonesia belum ada satu orang pun yang mampu tampil sebagai Imam umat Islam saatnya Majelis Ulama berkiprah bersama umat menegakkan sistem Islam agar kepemimpinan umum umat Islam segera terwujud. Wallahu'alam Bissawab[].
0 Komentar