ANAK PENJARAKAN IBU, MODEL KELUARGA KEKINIAN

Oleh : WINA APRIANI

Beberapa waktu lalu masyarakat dikejutkan dengan berita seorang anak yang memenjarakan ibu kandungnya sendiri.Sangat ironis, karena alasannya berawal dari cekcok baju yang mengakibatkan pertengkaran antara ibu dan anak.Sehingga akhirnya sang anak melaporkan tuduhan kepada pihak kepolisian dengan pasal penganiayaan dan kekerasan dalam rumah tangga(KDRT). 

Tak hanya itu kasus yang sama pernah terjadi di Lombok Tengah,Nusa Tengara Barat (NTB) M hendak melaporkan ibunya karena persoalan sepeda motor.Namun penolakan laporan itu pun viral di media sosial Facebook dan YouTube karena Kasatreskim Polres Lombok Tengah AKP Priyo Suharto menolak laporan (M) dan meminta permasalahan itu diselesaikan secara kekeluargaan.

Bila kiita lihat mengapa kedua kasus di atas sering terjadi di tengah-tengah keluarga ? Bahkan ada kasus yg lebih parah anak membunuh ibu kandungnya sendiri.Miris sekali dengan berbagai kasus perlakuan anak terhadap ibunya  seolah tak memiliki akal sehat dan hati nurani di dalam sebuah keluarga.

Di sisi lain kasus yang sering terjadi di negeri ini hanya sebagian saja yang nampak ke permukaan, sebenarnya masih banyak kasus keluarga  yang malah dibiarkan begitu saja tanpa ada solusi.Ini merupakan fakta yang harus masyarakat rasakan,sebagai konsekuensi hidup dalam sistem Kapitalisme-sekuler yang  terbukti merusak tatanan  hidup keluarga di masyarakat. Tak sedikit adanya tindakan kriminal apapun bisa terjadi di dalam keluarga di era kapitalisme ini.

Dari kebanyakan keluarga yang ada bisa kita rasakan dan kita lihat oleh mata kita sendiri  di mana interaksi ada di dalam  keluarga berdasarkan standar nilai materi. Sebagai contoh dengan banyaknya uang yang  di dapat tak jarang membuat persaingan di dalam sebuah keluarga.Sehingga mengakibatkan hubungan ibu dan anak yang seharusnya terjalin secara harmonis nyatanya di ukur dengan untung dan rugi yang ada.

Faktor lainnya sering kita jumpai di masyarakat banyak anak yang tidak hormat terhadap ibunya karena terbawa arus sistem sekuler yang menapikan pendidikan agama, sehingga menjadikan anak durhaka terhadap ibunya, tidak heran bila kita sering mendengar  kasus kekerasan anak terhadap ibunya.Ini semua menunjukkan tidak ada lagi keharmonisan di dalam keluarga.Sehingga anak berani melawan terhadap ibunya, banyak para ibu yang merasa gagal mendidik anak anaknya menjadi orang baik dan taat akan aturan Islam.

Selain itu, adanya perbedaan sudut pandang setiap anggota keluarga dalam menyelesaikan setiap permasalahan akan memicu perselisihan dan  perdebatan yang pada akhirnya hanya saling menyalahkan satu sama lain sehingga akan menimbulkan perpecahan dalam keluarga.Seharusnya setiap anggota  keluarga berusaha untuk menyamakan persepsi,bahwa setiap permasalahan yang ada harus diselesaikan dengan nilai agama (syariat) sebagai tolok ukurnya. 

Akan tetapi masyarakat di sistem kapitalisme-sekuler tidak menjadikan syariat sebagai solusi, karena mereka memandang nilai agama hanya sebagai urusan spiritual individu, bukan sebagai pemecahan masalah bagi kehidupan, baik itu permasalahan individu (keluarga), masyarakat, dan bernegara. Tidak heran bila saat ini agama di masyarakat tidak akan pernah mendapat tempat semestinya, hanya cukup diposisikan sebagai keyakinan individu saja. Tidak boleh ada norma agama sedikit pun  dalam masyarakat termasuk perundang-undangan negara.

Pantas saja bila akhirnya keluarga sebagai tatanan kecil dalam kehidupan bernegara dalam kondisi kritis seperti fakta yang saat ini terjadi. Karena tidak menjadikan syariat sebagai solusi dalam kehidupan. Implementasi syariat Islam yang diyakini benar, lengkap, dan sempurna, dan akan menyelesaikan berbagai persoalan, tidak bisa hanya dengan menyuntikkan nilai atau ruhnya saja. Karena tubuh bangsa ini masih belum serempak menerima syariat, masih ada penolakan.

Sistem sekuler saat  ini memang sangat tidak kompatibel dengan syariat Islam. Kita akan terjebak dalam sikap defensif apologetic dan lelah melayani tudingan terhadap syariat, sementara syariat Islam itu sendiri tidak bisa ditegakkan.

Dalam Islam, negara dan agama bak saudara kembar. Tak bisa dibedakan, tak mungkin dipisahkan. Agama –Syariat Islam– bentuknya nampak dalam wujud negara, negara wadah penerapan syariat Islam, representasi Islam adalah negara.

Islam menetapkan negara sebagai penanggung jawab utama untuk kebaikan bangsa, masyarakat termasuk keluarga. Ketahanan keluarga adalah isu penting dalam Islam, sebagai madrasah ula, keluarga ditempatkan sebagai dasar pembentukan identitas bangsa.

Antara negara dan keluarga punya ikatan sinergi yang kuat dan strategis. Suksesnya kepemimpinan kepala keluarga dalam mewujudkan keluarga sholih – mushlih (baik dan memberi kebaikan pada masyarakat dan negara) wajib ditopang oleh kepemimpinan di tingkat negara.

Keluarga memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya, pendidik fungsi keluarga lainnya. Didukung peran negara dalam penyelenggaraan sistem ekonomi, pendidikan, dan lain-lain. Begitu pun lahirnya kepemimpinan yang amanah dan bertanggung jawab, diperoleh dari pendidikan keluarga.

Karena itu Islam memberi tugas pada negara untuk menyiapkan berbagai perangkat untuk mewujudkan ketahanan keluarga. Negara melanjutkan pembentukan manusia utuh yang sudah disiapkan keluarga. Negara menciptakan suasana masyarakat tempat generasi menimba pengalaman hidup dan menempa mentalnya. Menyediakan pendidikan formal dengan kurikulum yang bertarget melahirkan calon orang tua sholih-mushlih, dan siap membina rumah tangga. Negara menebar nila-nilai kebaikan melalui sistem media massa yang bermanfaat menguatkan keyakinan masyarakat dan mencerdaskan. Mencegah munculnya informasi negatif di media massa, kontra produktif dengan akidah dan akhlak. Pembentukan keluarga yang benar, pergaulan di tengah masyarakat yang sehat dan produktif, penerapan syariat Islam di aspek ideologi, politik, social, ekonomi, pendidikan, kesehatan layanan publik, ketahanan dan keamanan, oleh negara serta pengurusannya dengan benar dan bertanggung jawab penuh, secara efektif akan melahirkan keluarga yang kuat, masyarakat mulia dan umat terbaik.

Semua ini hanya bisa terwujud dalam sistem khilafah, karena sistem ini ruhnya adalah akidah. Umat Islam percaya penuh bahwa syariat Islam akan menyelesaikan masalah dan mengatur urusan dengan benar dan baik. Tidak ada buruk sangka pada syariat Allah, sehingga ringan saja untuk menjalankan. Aturan Islam dipegang kuat dan diyakini akan melahirkan manusia yang benar, saling bantu dengan sesama, berguna bagi dunia, selamat di akhirat.

Tidak seperti umat dalam masyarakat sekuler, ada muslim yang antipati dengan syariatnya sendiri. Berani menuduh nas-nas syariat tidak fleksibel, tidak kosmopolit terhadap perubahan masyarakat. Seperti mengatakan bahwa penetapan peran suami istri dalam pandangan Islam lebih banyak merugikan perempuan. Maka dalam masyarakat sekuler yang mengadopsi ideologi kapitalisme, akan banyak pelanggaran syariat, dan hasilnya seperti yang kita saksikan saat ini.

Jelas sudah, sebenarnya jika kita bersemangat untuk meningkatkan kualitas keluarga yang menentukan kebaikan bangsa, tidak lain hanya dengan menerapkan syariat Islam kafah dalam format pemerintahan Islam, yaitu Khilafah.Sebagaimana telah disinggung sedikit di atas, bahwa penyelesaian masalah keluarga dan bangsa dalam kondisi sekularisasi agama adalah fatamorgana. Terlebih harapan umat untuk menerapkan syariat Islam dalam sistem sekuler ibarat menegakkan benang basah.

Tugas umat Islam yang utama hari ini justru adalah mengubah format pemerintahan yang ada hari ini dengan pemerintahan Islam, yakni Khilafah, agar syariat Islam kaaffah tegak seluruhnya.

Penuhilah panggilan tugas ini dengan semangat dan keyakinan.

ÙŠَٰٓØ£َÙŠُّÙ‡َا ٱلَّØ°ِينَ Ø¡َامَÙ†ُوا۟ ٱسْتَجِيبُوا۟ Ù„ِÙ„َّÙ‡ِ ÙˆَÙ„ِلرَّسُولِ Ø¥ِØ°َا دَعَاكُÙ…ْ Ù„ِÙ…َا ÙŠُØ­ْÙŠِيكُÙ…ْ ۖ ÙˆَٱعْÙ„َÙ…ُÙˆٓا۟ Ø£َÙ†َّ ٱللَّÙ‡َ ÙŠَØ­ُولُ بَÙŠْÙ†َ ٱلْÙ…َرْØ¡ِ ÙˆَÙ‚َÙ„ْبِÙ‡ِÛ¦ ÙˆَØ£َÙ†َّÙ‡ُÛ¥ٓ Ø¥ِÙ„َÙŠْÙ‡ِ تُØ­ْØ´َرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan.” (QS Al-Anfaal: 24)

Posting Komentar

0 Komentar