Oleh: Fildareta F. Auliyah,S.Pd
Tahun telah berganti dan Indonesia masih menghadapi kasus yang sama, yaitu pandemi Covid-19. Sembilan bulan sudah masyarakat berjuang melawan dan bertahan ditengah kecemasan karena virus ini. Banyak masyarakat yang bertanya, kapan pandemi ini akan berakhir? Sebenarnya kapan pandemi ini akan berakhir belum bisa dipastikan. Guru Besar Statistika Universitas Gajah Mada (UGM) Prof. Dr. rer.nat. Dedi Rosadi, S.Si., MSc mengungkapkan Prediksi paling optimis diperoleh dengan menggunakan model hybrid kompartemen SIR-Regresi-runtun-waktu diperkirakan pandemi akan berakhir di pertengahan Februari 2021 dengan total kasus positif minimal 322 ribu penderita. Beliau juga melakukan kajian dengan pendekatan model kurva Richard dan kurva pertumbuhan logistik, yang menunjukkan proyeksi akhir pandemi berada di antara April 2021 sampai dengan awal 2022 dengan range prediksi total penderita minimal 322 ribu kasus (cnbcindonesia.com).
Di tengah kecemasan masyarakat akan ketidakpastian ini, muncul kabar baru yang sangat mengejutkan. Para ilmuwan di Afrika Selatan mengumumkan bahwa mereka dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sedang menyelidiki mutasi virus Corona yang menyebabkan kasus Covid-19 melonjak di sebagian besar negara itu. Disebut sebagai 501.V2, varian baru virus Corona ini ditemukan oleh tim ilmuwan yang dipimpin oleh Kwazulu-Natal Research Innovation and Sequencing Platform (KRISP). Selain Afrika Selatan, Kementerian Kesehatan Singapura juga mengkonfirmasi 21 kasus Covid-19 baru pada Rabu (23/12). Satu di antaranya merupakan kasus virus corona mutasi baru dari Inggris (ekbis.sidonews.com).
Mutasi virus itu sendiri adalah perubahan struktur dan sifat genetik virus ketika virus sedang memperbanyak diri di dalam sel tubuh inangnya, baik manusia maupun hewan. Selama berada di dalam inangnya, virus akan terus berkembang biak dengan menyalurkan materi genetik ke sel sehat dalam tubuh inangnya. Kemudian virus akan menguasai dan merusak sel tersebut. Proses mutasi virus juga dapat membuat virus semakin kuat dan lebih mudah berkembang biak. Mutasi virus pun dapat membuat virus berpotensi menyebabkan penyakit baru (alodokter.com). Proses inilah yang akhirnya menimbulkan varian baru virus Corona. Dan virus ini lebih mudah menyerang generasi muda.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, pandemi Covid-19 tidak akan menjadi pandemi terakhir. Dengan adanya fakta ini, masyarakat seakan diambang keputus-asaan menghadapi efek dari pendemi ini. Dari sisi perekonomian yang membuat banyak masyarakat bahkan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Begitupun dari sisi kesehatan, masyarakat selalu diliputi rasawas-was setiap keluar rumah karena khawatir terpapar virus Corona ini. Diengah kalang kabutnya masyarakat untuk bertahanhidup ini, pemerintah seakan acuh tak acuh untuk menangani kasus pandemi ini. Dimulai dari keterlambatan untuk melakukan lock down, tidak serasinya kebijakan pusat dangan daerah dalam menangani pandemi, sampai pada masalah bantuan sosial yang dikorupsi.
Karena bagaimanapun, penyelesaian pandemi ini tidak cukup hanya dengan menerapkan upaya memakai masker, selalucucitangan, jaga jarak, menghindari kerumunan, dan karantina mandiri bagi yang terindikasi terkena virus Corona ini. Melainkan perlu peran besar dari Negara dan butuh ketegasan dari pemerintah untuk menghambat bahkan mengakhiri pandemi ini. Dalam kondisi darurat di tengah terjangan wabah Covid-19 ini pemerintah masih berpikir pragmatis tentang pertumbuhan ekonomi ketimbang aspek moral kemanusiaan penyelamatan nyawa. Sungguh sangat miris.
Ini adalah bukti, bahwa kita tidak lagi bisa berharap pada sistem saat ini. Sistem sekuler-kapitalis yang semakin hari semakin nampak jelas kepada apa dan siapa keberpihakannya. Bukannya mendahulukan kepentingan nyawa rakyatnya, malah lebih mementingkan menyelamatkan ekonomi yang padahal kenyataanya menurut ahli epidemiologi, keputusan itu akan merugikan Indonesia dalam jangka panjang, terutama karena sistem kesehatannya tidak memadai untuk mengatasi jika kasus positif terus meningkat (cnbcindonesia.com). Kondisi ini diperparah ungkapan pejabat yang mengatakan bahwa pengobatan bisa dilakukan dengan hal-hal yang belum terbukti ilmiah. Misalnya kalung anti-Covid, arak hingga nasi kucing.
Tentu saja akan berbeda jika yang dierapkan adalah sistem Islam dalam naungan Khilafah. Dimana dalam Khilafah, penanganan pandemi atau wabah akan diatur dengan sempurna sesuai dengan Syariat-Nya. Dari sisi negara, Khilafah akan cepat untuk mendeteksi pusat wabah dan mengisolasi secara ketat agar tidak meluas. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah, "Apabila kalian mendengar ada suatu wabah di suatu daerah, maka janganlah kalian mendatanginya. Sebaliknya kalau wabah tersebut berjangkit di suatu daerah sedangkan kalian berada di sana, maka janganlah kalian keluar melarikan diri darinya."
Saat terjadi isolasi, pasti masyarakat tidak bisa mencari nafkah, dan pada giliriannya dapat berdampak pada kelaparan sehingga dapat menyebabkan kematian rakyat. Oleh karena itu, saat negara melakukan isolasi atau karantina, kebutuhan rakyat harus ditanggung oleh negara. Selain itu, pada daerah yang diisolasi, seluruh aktivitas harus diminimalkan sampai batas serendah-rendahnya. Daerah lain yang tidak terkena wabah dijaga bahkan ditingkatkan produktivitasnya sehingga dapat menopang daerah lain yang terkena wabah. Negara juga perlumeningkatkan sistem kesehatan yang meliputi fasilitas, obat-obatan, sumber daya manusia, dan lain-lain. Serta mendorong para ilmuwan untuksegera menemukan vaksin atau obat agar wabah penyakit segera bisa disembuhkan. Tentunya dalam hal ini, negara tidak akan menghitung untung dan rugi, melainkan keselamatan dan kesejahteraan ummat adalah nomor satu.
Sedangkan dari sisi individu masyarakatnya, harus mentaati segala aturan dan kebijakan yang ditetapkan oleh Khalifah. Disertai dengan perasaan sabar dalam menerima Qadha dari Allah, terus berikhtiar, dan tidak putus asa dalam menghadapi musibah ini. Selain itu, masyarakat juga saling membantu terhadap saudaranya atas dorongan keimanan. Rasul saw. bersabda, “Alangkah mengagumkan keadaan orang yang beriman. Semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya) dan ini hanya ada pada seorang mukmin. Jika dia mendapatkan kesenangan, dia bersyukur. Iu adalah kebaikan bagidirinya. Jika dia ditimpa kesusahan, dia bersabar. Itu adalah kebaikan bagi dirinya.” (HR al-Muslim).
Begitulah cara Khilafah menangani wabah, seperi virus Corona ini. Jika ajaran Islam benar-benar diamalkan dalam penerapan Khilafah, insya Allah dalam waktu singkat wabah akan segera berakhir. Bukan hanya itu, baik masyarakat atau para pemimpinnya juga mendapat pahala yang besar karena kesabaran dan iktiar mereka berdasarkan syariah Allah.
WalLahu a’lam.
0 Komentar