Bebas Utang Melimpah dengan Sistem Khilafah

Oleh : Yanyan Supiyanti, A.Md (Pegiat Literasi)

"Berhati-hatilah kamu dalam berutang, sesungguhnya utang itu mendatangkan kerisauan di malam hari dan menyebabkan kehinaan di siang hari." (HR. al-Baihaqi)

Sebagaimana hadis di atas, kita harus berhati-hati dalam berutang, jika tidak mau dibayang-bayangi kerisauan dan kehinaan. Sejatinya, jeratan utang adalah metode yang lumrah dijalankan oleh negara-negara kafir Barat dalam menancapkan hegemoninya ke negeri-negeri jajahannya.

Dilansir oleh Viva.co.id (24/12/2020), Pemerintah menarik utang yang besar untuk meredam anjloknya ekonomi akibat pandemi Covid-19. Sebab, pendapatan negara lebih kecil dari belanja negara. Sehingga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami defisit di atas tiga persen. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa utang yang dibuat di tengah masa krisis ini untuk menyelamatkan rakyat.

Bank Dunia merilis International Debt Statistics (IDS) 2021 pada Oktober 2020. Data statistik setebal 194 halaman tersebut merinci utang negara-negara di dunia hingga akhir 2019. Mulai dari besaran total, sumber utang hingga rasio utang. Berdasarkan data tersebut, sepuluh besar negara dengan utang terbesar adalah China berada pada posisi pertama dengan total ULN mencapai US$2,1 triliun. Diikuti Brasil, India, Rusia, Meksiko, Turki, Indonesia dengan nilai utang US$402,08 miliar, kemudian Argentina, Afrika Selatan dan Thailand. Menakjubkan, Indonesia termasuk di dalamnya. Prestasikah?

Pemberian utang adalah sebuah proses agar negara peminjam tetap miskin, tergantung dan terjerat utang yang makin bertumpuk-tumpuk dari waktu ke waktu. Selanjutnya, utang luar negeri yang diberikan pada dasarnya merupakan senjata politik negara-negara kapitalis kafir Barat kepada negara-negara lain, yang kebanyakan negeri-negeri muslim, untuk memaksakan kebijakan politik, ekonomi terhadap kaum muslimin.

Tujuan negara kapitalis memberi utang bukanlah untuk membantu negara lain, melainkan untuk kemaslahatan, keuntungan dan eksistensi mereka sendiri. Mereka menjadikan negara pengutang sebagai alat sekaligus ajang untuk mencapai kepentingan mereka. Ideologi demokrasi dengan kapitalisme sebagai basis kekuatannya dikembangkan dunia, terutama oleh Amerika, Eropa dan negara-negara maju, yang mempunyai pengaruh kuat terhadap utang ini. Karena dalam alam demokrasi, utang telah menempati peran penting melalui mekanisme ekonomi kapitalis.

Dalam khilafah, status negara berutang itu mubah dalam satu keadaan saja, yaitu apabila di baitul mal tidak ada harta. Dan kepentingan yang mengharuskan negara hendak berutang adalah termasuk perkara yang menjadi tanggung jawab kaum muslimin dan apabila tertunda atau ditunda dapat menimbulkan kerusakan. Inilah dibolehkannya negara berutang, sedangkan untuk kepentingan lainnya mutlak negara tidak boleh berutang. 

Dengan demikian, utang luar negeri dengan segala bentuknya harus ditolak. Kita tidak lagi berpikir bisakah kita keluar dari jeratan utang atau tidak.

Penyelesaian khilafah dengan sistem ekonominya:

1. Kesadaran akan bahaya utang luar negeri, bahwa utang yang dikucurkan negara-negara kapitalis akan berujung pada kesengsaraan.

2. Keinginan dan tekad yang kuat untuk mandiri harus ditancapkan, sehingga memunculkan ide-ide kreatif yang dapat menyelesaikan berbagai problem kehidupan, termasuk problem ekonomi.

3. Menekan segala bentuk pemborosan negara, baik korupsi maupun anggaran yang memperkaya pribadi pejabat, yang bisa menyebabkan defisit anggaran.

4. Melakukan pengembangan dan pembangunan kemandirian dan ketahanan pangan.

5. Mengatur ekspor dan impor yang akan memperkuat ekonomi dalam negeri dengan memutuskan impor atas barang-barang luar negeri yang diproduksi di dalam negeri dan membatasi impor dalam bentuk bahan mentah atau bahan baku yang diperlukan untuk industri dasar dan industri berat yang sarat dengan teknologi tinggi.

Khilafah menyelesaikan masalah dengan prioritas yang jelas. Hanya syariat Islam yang mampu menyejahterakan rakyat dengan sistem ekonominya. Sehingga, negara tidak perlu lagi mengemis pada negara lain, apalagi pada negara kafir penjajah.

Wallahu a'lam bishshawab.

Posting Komentar

0 Komentar