Cukupkah Menciptakan Kondusif Hanya Bersinergi Dengan Ulama?

Oleh: Habibah, A.Md.Keb

Kapolda Jabar Irjen Pol Drs. Ahmad Dofiri, M.Si Melaksanakan Silaturahmi Kamtibmas Ke Pondok Pesantren Islam Internasional Asy-Syiffa Walmahmudiyah pimpinan Abuya KH. Muhyiddin Abdul Qodir Al-Manafi, MA. , bertempat di Pondok Pesantren Islam Internasional Asy-Syiffa Walmahmudiyah Kec. Pamulihan Kab. Sumedang, Rabu (16/12/2020)

Kegiatan tersebut dihadiri oleh Kapolda Jabar Irjen Pol Drs AHMAD DOFIRI, M.Si; Pimpinan Pontren Asy-Syiffa Walmahmudiyah Abuya KH. Muhyiddin Abdul Qodir Al-Manafi, MA; Karo Ops Polda Jabar Kombes Pol Drs Syahri Gunawan, M.H; Dir Intel Polda Jabar Kombes Pol Dedy Kusuma Bakti, S.I.K., MTCP; Dansat Brimob Polda Jabar Kombes Pol. Asep Saepudin, S.I.K; Pamen Asistensi Kabid Dokes Polda Jabar Kombes Pol. dr. Adang Azhar, Sp.F.D.F.M; Kapolres Sumedang AKBP Eko Prasetyo Robbyanto, S.H, S.I.K, M.I.P.C.T, M.I.S.S; Bupati Sumedang H. Doni Ahmad Munir, ST. MM; Dandim 0610 Sumedang Letkol Inf Zaenal Mustofa, SH, M.Si; Tokoh masyarakat H. Umuh Muhtar; PJU Polres Sumedang dan Pengurus Pontren Asy Asyiffa.

Kapolda Jabar Irjen Pol Drs. Ahmad Dofiri, M.Si menyampaikan, kegiatan Kunjungan tersebut dilaksanakan dalam rangka meningkatkan hubungan silaturahmi antara aparat Kepolisian dengan tokoh ulama/ tokoh agama Islam untuk bersama-sama menjaga situasi Kamtibmas di wilayah Kabupaten Sumedang dan Provinsi Jawa Barat secara umum khususnya di masa pandemi Covid-19 serta bagaimana isu nasional tidak berdampak ke wilayah jawa barat yang dapat berpotensi terganggunya stabilitas keamanan melalui amar ma’ruf nahi munkar, ujarnya. (putaran.id)

Melihat pemberitaan di atas kunjungan Kapolda Jabar ke Ponpes As-Syiffa adalah sesuatu yang perlu diapresiasi. Diantara nikmat Allâh Azza wa Jalla terbesar yang dianugerahkan kepada kita adalah Allâh Azza wa Jalla telah menjaga agama ini untuk kita, melalui para pejuang agama yang ikhlas. Ya, mereka tak lain dan tak bukan adalah al-Ulama’ al-âmilûn; para Ulama yang terus mengamalkan ilmu mereka. Merekalah para imam yang menjadi panutan; pelita yang melalui mereka kegelapan menjadi tersingkap. Sungguh, keberadaan sosok seperti mereka menjadi garda penjaga agama dan memelihara kemuliaannya. Mereka adalah benteng penghalang antara agama ini dengan musuh-musuhnya. Merekalah cahaya yang menerangi umat ini saat kebenaran itu tampak samar-samar di mata sebagian orang. Merekalah pewaris para nabi di tengah umat; sekaligus penjaga agama mereka. Karena para Nabi itu tidak mewariskan harta melimpah, namun mereka mewariskan ilmu. Allah SWT berfirman,

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

“Sungguh yang takut kepada Allah di kalangan para hamba-Nya hanyalah para ulama.” (TQS Fathir [35]: 28).

Sungguh ketika kita melihat dan memahami ayat di atas, sesuatu yang lebih dari para ulama bukan hanya sekedar dari keluasaan ilmu dan wawasan mereka, tetapi karena rasa takut mereka yang lebih besar kepada Allah SWT. Oleh karena itu, ulama yang sebenarnya akan selalu berada di garda terdepan membela agama Allah, menjaga kemurnian Islam dan ajaran-Nya, mendidik masyarakat dengan syariat-Nya, meluruskan yang menyimpang dari petunjuk-Nya dan berteriak lantang terhadap berbagai kezaliman. Tanpa ada rasa takut sedikit pun akan risikonya.

Ulama adalah pewaris para nabi, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw.,

إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ

“Sungguh para ulama itu adalah pewaris para nabi.” (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi)

Maka sudah seharusnya pemerintah khususnya Sumedang selalu menggandeng ulama dalam tatanan kehidupan masyarakat, politik dan segala hal lainnya. Dan tak hanya dalam hal agama atau pengajiannya saja. Tetapi ulama harus selalu ada dalam mengoreksi pemerintah dan kebijakannya. Bahkan seorang ulama tidak bisa berdiam diri ketika melihat kedzaliman. Ulama tidak boleh mendukung para pelaku kedzaliman. Tegas sekali Allah SWT berfirman,

وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ

“Janganlah kalian cenderung kepada orang-orang yang berbuat zalim, yang dapat mengakibatkan kalian disentuh api neraka.” (TQS Hud [11]: 113)

Seperti yang dikutip dari Kabar Priangan Sumedang, KH Muhyidin Abdul Qadir Al-Manafi mengatakan bahwa kunjungan Kapolda Jabar adalah bagian dari pemimpin yang cinta ulama dan beliaupun mengatakan bahwa tokoh agama yang ada di Ponpes As-Syifa akan bersinergi dengan pemerintah. Dan ia meminta bahkan mendorong Kapolda Jabar untuk menegakkan hukum seadil-adilnya.

Maka sungguh pemimpin yang cinta ulama adalah mereka yang akan menempatkan ulama dalam kepemerintahan bukan dengan diberi kedudukan tapi nasihat dan ilmunya yang selalu mengawal keberlangsungan kehidupan. Dan bahkan bukan hanya ulamanya, tapi hukum dan syariat Islamlah yang akan membawa keadilan keberkahan di muka bumi ini, khususnya daerah Sumedang. Maka sudah seharusnya ulama mengerti syariat Islam secara kaffah bukan hanya sekedar memahami sebagian-sebagian atau bahkan hanya meminta kedudukan dan kekuasaan di negara atau di daerahnya sendiri.

Di antara peran penting ulama pewaris para nabi adalah memastikan penguasa menjalankan kekuasaannya sesuai dengan syariat Islam. Ketika penguasa menyimpang, ulama harus tampil ke depan meluruskan penyimpangan mereka. Ulama tidak boleh bersikap lemah. Ulama harus terus melakukan koreksi hingga penguasa tunduk dan berjalan kembali di atas syariat Islam. Ulama harus memberikan loyalitas hanya pada Islam. Tidak pernah gentar menghadapi kezaliman penguasa. Ulama selalu memegang teguh Islam meskipun harus tersungkur mati di dalamnya.

Muadz bin Jabal ra. menuturkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda,

أَلاَ إِنَّ الْكِتَابَ وَالسُّلْطَانَ سَيَفْتَرِقَانِ فَلاَ تُفَارِقُوْا الْكِتَابَ، أَلاَ إِنَّهُ سَيَكُوْنُ أَمَرَاءُ يَقْضُوْنَ لَكُمْ، فَإِنْ أَطَعْتُمُوْهُمْ أَضَلُّوْكُمْ وَإِنْ عَصَيْتُمُوْهُمْ قَتَلُوْكُمْ، قَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، فَكَيْفَ نَصْنَعُ؟ قَالَ: كَمَا صَنَعَ أَصْحَابُ عِيْسَى ابْنِ مَرْيَمْ، نُشِرُوْا بِالْمَنَاشِيْرِ وَحَمِلُوْا عَلَى الْخَشَبِ مَوْتٌ فِي طَاعَةٍ خَيْرٌ مِنْ حَيَاةٍ فِيْ مَعْصِيَةِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ

“Perhatikanlah, sungguh Al-Qur’an dan penguasa akan berpisah. Karena itu janganlah kalian memisahkan diri dari Al-Qur’an. Perhatikanlah, akan ada para pemimpin yang memutuskan perkara untuk kalian. Jika kalian menaati mereka, mereka menyesatkan kalian. Jika kalian membangkang kepada mereka, mereka akan membunuh kalian.” Muadz bin Jabal bertanya, “Ya Rasulullah, apa yang mesti kami lakukan? Nabi saw. menjawab, “(Bersabar) seperti yang dilakukan para sahabat Isa bin Maryam as. (meskipun) mereka digergaji dengan gergaji dan digantung di atas pohon. (Bagi mereka) mati dalam ketaatan lebih baik daripada hidup dalam maksiat kepada Allah ‘Azza wa Jalla.” (HR ath-Thabarani)

Ulama harus mengawal kekuasaan agar tetap berjalan di atas syariah Islam. Ulama harus memperhatikan perilaku, kebijakan, kecenderungan penguasa serta orang-orang yang ada di sekeliling penguasa. Hal ini diperlukan untuk mengawal kekuasaan agar tetap sejalan dengan tuntunan Islam dan kepentingan kaum muslim.

Ulama pun harus menjadi garda terdepan dalam mengoreksi penguasa zalim. Ketika ulama berlaku lurus dan tegas kepada penguasa, hakikatnya mereka telah mencegah sumber kerusakan. Sebaliknya, tatkala mereka berlaku lemah kepada penguasa zalim, saat itulah mereka menjadi pangkal segala kerusakan di tengah-tengah masyarakat. Demikian sebagaimana dinyatakan oleh Hujjatul Islam Imam al-Ghazali rahimahulLâh berkata,

فَفَسَادُ الرِعَايَا بِفَسَادِ الْمُلُوْكِ وَفَسَادُ الْمُلُوْكِ بِفَسَادِ الْعُلَمَاءِ وَفَسَادُ الْعُلَمَاءِ بِإِسْتِيْلاَءِ حُبِّ الْمَالِ وَالجاَهِ

“Rusaknya rakyat disebabkan karena rusaknya penguasa. Rusaknya penguasa disebabkan karena rusaknya ulama. Rusaknya ulama disebabkan karena dikuasai oleh cinta harta dan ketenaran.” (Al-Ghazali, Ihyâ‘ ‘Ulûm ad-Dîn, 2/357).

Yang menjadi penutup adalah tak hanya ulama yang perlu bersinergi dengan pemerintah, tapi hukum dan syariat Allah lah yang harus disinergikan dalam tatanan kehidupan. Saatnya kita kembali pada Syari’at Islam kaffah menuju kehidupan yang berkah, penuh keadilan serta terwujud kehidupan yang aman dan sejahtera. Wallohu A’lam

Posting Komentar

0 Komentar