Ibu, Mari Berjuang Hentikan Predator Seksual Anak

Oleh : Ismawati

Hati ibu mana yang tak teriris jika mengetahui anaknya menjadi korban kekerasan seksual. Di Indonesia, kasus kekerasan seksual terhadap anak semakin tak ada hentinya. Jumlahnya terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPA), Nahar mengatakan, sejak Januari hingga 31 Juli 2020 tercatat ada 4.116 kasus kekerasan pada anak Indonesia. Sementara Jumlah kasus kekerasan seksual sebanyak 2.556 korban, kompas.com (24/8/20).

Melihat angka ini, kasus kekerasan seksual anak akan meningkat jika pemerintah tidak mengambil solusi serius. Kebiri kimia adalah sanksi yang dipilih pemerintah untuk menghentikan kasus kekerasan seksual kepada anak. Dilansir dari viva.co.id (3/1) Presiden Joko Widodo sudah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) tentang hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak. PP tersebut tertuang dalam Nomor 70 Tahun 2020 yang ditetapkan presiden per 7 Desember 2020.

PP tersebut memuat tata cara pelaksanaan tindakan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, rehabilitasi dan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Peraturan ini diberikan dengan harapan akan menghentikan kasus kekerasan seksual anak. Kebiri kimia adalah pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain untuk menekan hasrat seksual berlebih. Artinya, pelaku kekerasan seksual akan merasa kehilangan gairah seksualitasnya.

Lalu, apakah pemberian kebiri kimia ini efektif untuk menanggulangi masalah predator seksual? Atau justru akan menimbulkan masalah baru? Mengingat ada efek samping dari kebiri kimia ini. Menurut Don Grubin, professor Psikiatri forensic di Universitas Newcastle, Inggris, terdapat efek samping yang beresiko bagi pelaku dari obat yang digunakan pada hukuman kebiri. Ada beberapa efek samping diantaranya pengapuran tulang atau osteoporosis, perubahan pada kesehatan jantung, kadar lemak darah, tekanan darah, dan gejala yang menyerupai menopause pada perempuan.

Tak ayal, dalam sistem demokrasi sekuler hari ini solusi yang dipilih adalah solusi tambal sulam yang rentan memunculkan masalah baru. Jika kita gali akar masalahnya, aksi predator seksual ini muncul karena berbagai faktor diantaranya terkikisnya keimanan seseorang. Sekularisme (memisahkan agama dari kehidupan) menjadikan manusia miskin iman dan taqwa. Padahal, keimanan adalah pondasi terkuat seseorang untuk berbuat agar sesuai perintah Allah Swt. Selain itu ada faktor lifestyle sekuler, pemikiran liberal, ekonomi kapitalis yang dapat membuat manusia gelap mata, fasilitas kelayakan tempat tinggal, hingga mudahnya mengakses konten pornografi yang dapat menjadi pemicu gairah seksual pada seseorang. Akibatnya, akan tersalurkan ke arah yang salah.

Oleh karena itu, butuh solusi mengakar yang dapat mengakhiri masalah ini. Wahai ibu kita butuh sistem baru yang dapat mengganti sistem yang sudah jelas kerusakannya ini, yakni sistem Islam. Karena selama sistem Islam tidak diterapkan, kasus kekerasan seksual tidak akan berhenti. Di dalam Islam, negara bertanggungjawab mewujudkan perlindungan anak. Negara Islam akan mewujudkan manusia yang beriman dan bertakwa. Negara akan menutup celah hadirnya pornografi baik di media sosial maupun media nyata. Selain itu sanksi tegas akan diberikan kepada pelaku kekerasan seksual hingga dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku dan mencegah manusia melakukannya kembali. 

Tidak ada hukum kebiri dalam sistem Islam, karena syariah memandang haram hukumnya memandulkan naluri seksual seseorang.  Dalil yang menunjukkan haramnya kebiri adalah hadits-hadits shahih, di antaranya dari Ibnu Mas’ud ra, dia berkata, ”Dahulu kami pernah berperang bersama Nabi SAW sedang kami tidak bersama istri-istri. Lalu kami berkata (kepada Nabi SAW), ‘Bolehkah kami melakukan pengebirian?’ Maka Nabi SAW melarang yang demikian itu.” (HR Bukhari no 4615; Muslim no 1404; Ahmad no 3650; Ibnu Hibban no 4141). (Taqiyuddin An Nabhani, An NizhamAl Ijtima’i fi Al Islam, hlm. 164; Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 19/119).

Dengan demikian, wahai para ibu mari berjuang mewujudkan sistem shahih yang berasal dari Allah Swt ini. Karena dalam sistem Islam, hukum yang diterapkan berasal dari Al-Quran dan As-Sunnah sehingga kebijakan yang lahir adalah kebijakan yang benar bukan dari hawa nafsu manusia.

Wallahu a'lam bishowab.

Posting Komentar

0 Komentar