Oleh : Sumiatun
Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi mengatakan, kematian tenaga medis dan kesehatan di Indonesia tercatat paling tinggi di Asia. Selain itu, Indonesia juga masuk ke dalam lima besar kematian tenaga medis dan kesehatan di seluruh dunia. www.kompas.com, 2/1/2021.
Ratusan Tenaga Medis dan Kesehatan terus berguguran sejak pandemi Covid-19 dari Wuhan menyerang. Berbagai pihak menganalisa penyebab tingginya angka kematian mereka. Mulai dari tingginya akumulasi peningkatan aktivitas dan mobilitas yang terjadi, tidak dipatuhinya protokol kesehatan, kebijakan plin-plan dalam menangani wabah, penanganan di bawah standar WHO dan sebagainya.
Sejak awal datangnya wabah, negara terkesan mengabaikan. Ketika kasus terus menimpa banyak warga, kebijakan lockdown tidak diterapkan, bahkan sektor pariwisata dibuka kembali dengan dalih demi pemulihan ekonomi.
Semua ini menunjukkan lemahnya negara dalam menjaga keselamatan rakyatnya, dan sangat buruk dalam menangani wabah. Negara lebih mengutamakan pemulihan sektor ekonomi, mendahulukan kepentingan segelintir korporate ketimbang fokus menyelamatkan nyawa rakyat dari serangan wabah.
Beginilah ketika sebuah negara mengadopsi sistem sekulerisme kapitalis. Agama dijauhkan dari urusan kehidupan. Materi menjadi orientasi. Para pemilik modal lebih berkuasa dan ditaati kemauannya. Keselamatan rakyat diurusi sekedarnya. Meski ketika utang negara meroket, keselamatan rakyat menjadi alasan utama.
Akankah kita biarkan kondisi ini terus berlalu? Apa jadinya jutaan rakyat ini tanpa dokter dan para Nakes, sedang mereka adalah pejuang di garda terdepan kala wabah terus menyerang. Sementara dari negara tidak ada tindakan khusus menyikapi tingginya kematian Nakes ini. Apalagi penghargaan bagi mereka yang telah mempertaruhkan nyawa dan syahid karena berjuang melawan wabah, layaknya pejuang militer.
Sesungguhnya kita butuh sistem alternatif yang mampu menghentikan dan menjadi solusi masalah ini. Islam dalam bingkai Khilafah telah terbukti mampu menangani wabah, mewujudkan penjagaan nyawa manusia, pelayanan kesehatan yang gratis dan dilengkapi fasilitas yang memadai.
Dicontohkan dalam sistem Islam, pada masa Rasulullah SAW pun terjadi kasus wabah penyakit. Beliau SAW mengajarkan cara menghadapi wabah penyakit. Hal ini tertuang dalam hadits yang diriwayatkan Abdurrahman bin Auf, tercantum dalam kitab Shahih Muslim no 4115. "Apabila kamu mendengar wabah berjangkit di suatu negeri, maka janganlah kamu datangi negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, janganlah kamu keluar dari negeri itu karena ingin melarikan diri."
Pada masa khalifah Umar bin Khattab, pada waktu itu Umar bersama beberapa shahabat sedang dalam perjalanan dalam rangka kunjungan ke Syam (sekarang Syuriah). Ketika tiba di Saragh, Umar mendapat informasi mengenai wabah kolera yang melanda Syam. Umar mengajak para shahabat baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar untuk bermusyawarah membicarakan apakah perlu melanjutkan perjalanan ke Syam atau lebih baik kembali ke Madinah. Umar juga bertanya kepada para petinggi Quraisy yang berhijrah ketika fathu Mekah. Jawaban yang didapat, Umar dan rombongan disarankan untuk kembali ke Madinah dan melarang mendatangi daerah yang terserang wabah. Abdurrahman bin Auf mengabarkan kepada Umar tentang hadits Rasulullah dalam menangani wabah. Akhirnya Umar membuat keputusan untuk kembali ke Madinah dan tidak melanjutkan perjalanan ke Syam.
Sebelum terjadinya wabah, negara telah memberikan pelayanan kesehatan terbaik dan menjaga kesehatan rakyatnya. Menjaga masyarakat dari makanan yang halal dan thayyib. Serta lingkungan yang sehat.
Sempurnanya jaminan kesehatan dalam sistem Islam diakui oleh sejarawan Barat Will Durant dalam The Story of Civilization. Dia menyatakan, "Islam telah menjamin seluruh dunia dalam menyiapkan berbagai rumah sakit yang layak sekaligus memenuhi keperluannya. Contohnya, Bimaristan yang dibangun oleh Nuruddin di Damaskus tahun 1160 telah bertahan selama tiga abad dalam merawat orang-orang sakit tanpa menarik bayaran dan menyediakan obat-obatan gratis. Para sejarawan berkata bahwa cahayanya tetap bersinar tidak pernah padam selama 267 tahun."
Demikianlah, karena dalam sistem Islam mewajibkan negara sebagai penanggung jawab semua urusan umat, termasuk urusan kesehatan yang merupakan kebutuhan pokok manusia. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya." (HR. Muslim dan Ahmad).
Seorang Khalifah (pemimpin negara dalam sistem Islam) senantiasa berupaya menyediakan layanan dan fasilitas kesehatan, mewujudkan penjagaan nyawa rakyatnya, karena Islam sangat menghargai setiap nyawa manusia. Rasulullah SAW bersabda, "Sungguh hilangnya dunia lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak." (HR.Nasa'i, Tirmidzi dan dishahihkan al Albani).
Maka kembali kepada sistem Islam adalah kebutuhan. Tentunya dengan membuang sistem demokrasi buatan manusia yang nyata-nyata menyengsarakan. Dengan sistem Islam keselamatan para Nakes dalam perlindungan.
Allahu a'lam bishshawab.
0 Komentar