TAHU DAN TEMPE MENGHILANG, LEMAHNYA KETAHANAN PANGAN

Oleh: Astriani Lydia, S.S

Kehebohan terjadi di awal tahun 2021. Pasalnya, salah satu sumber pangan masyarakat, tahu dan tempe menghilang dari pasaran. Alasannya adalah karena harga kedelai impor yang menjadi bahan baku tahu dan tempe melonjak tinggi. Sehingga para pengusaha pembuat tahu dan tempe terpaksa harus menghentikan produksinya untuk sementara waktu. “Yang naik itu ada dua jenis yang paling banyak dipakai para pengrajin tahu kelas besar, sedang, dan kecil. Yaitu Grade B dan Grade C, selama dua bulan itu naik nggak kira-kira,” ujar Musodik (Sekjen Sedulur Pengrajin Tahu Indonesia) kepada Republika di Cibinong, Bogor. (REPUBLIKA.CO.ID, 01/01/2021)

Tahu dan tempe termasuk makanan yang diandalkan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Karena dianggap paling murah dibandingkan sumber protein yang lain, maka keberadaannya selalu dicari masyarakat. Dengan posisi Indonesia sebagai negeri yang gemah ripah loh jinawi, maka merupakan hal yang aneh jika untuk kedelai saja kita harus mengimpor dari luar. Padahal secara teori, kedelai termasuk tanaman yang tidak membutuhkan waktu lama untuk tumbuh. Curah hujan di negeri ini pun lebih dari cukup untuk menyuburkan tanah. Ada apakah gerangan?

Horor impor memang menghantui Indonesia, hampir mayoritas pasokan pangan Indonesia berasal dari impor. Ada 29 bahan impor yang dilakukan Indonesia sejak tahun 2013. Beras yang diimpor dari Thailand, Vietnam, India, Pakistan, Myanmar dan lainnya. Ada pula jagung yang berasal dari Brasil, India, Argentina. Kedelai dari Amerika, biji gandum dari Australia, tepung terigu dari Srilanka, India, gula pasir, dan masih banyak lagi. 

Kemudahan melakukan impor ini diperkuat dengan lahirnya Perpres No.58 Tahun 2020. Dalam Perpres tersebut, Jokowi mengatur penyederhanaan impor untuk kebutuhan pangan pokok, cadangan pangan pemerintah, serta bahan baku. Dalam aturan tersebut, pemerintah menetapkan penataan dan penyederhanaan izin impor barang dan bahan baku untuk pencegahan atau penanganan bencana. Selain itu, penataan dan penyederhanaan izin impor guna pemenuhan kebutuhan lainnya yang ditetapkan pemerintah. (katadata.co.id, 23/04/2020)

Sumber daya pangan banyak didominasi impor karena sistem kapitalis di negeri ini meniscayakan tumbuh suburnya kartel dan mafia pangan. Peluang meraup keuntungan terbuka lebar dalam sistem kapitalis. Tak peduli siapa yang dirugikan, yang penting para mafia mendapatkan untung besar. Keterikatan Indonesia sebagai negara anggota WTO (World Trade Organization) mengharuskannya mengikuti protokol pasar bebas. Hal inilah yang memunculkan para mafia. Selagi Indonesia masih menganut kapitalis liberal, maka merupakan hal yang mustahil untuk terbebas dari kungkungan para mafia pangan yang menyebabkan harga bahan pangan naik setiap tahunnya.


Islam dan ketahanan pangan

Ketahanan pangan merupakan hal yang cukup penting dalam sebuah negara. Negara akan kacau apabila ketahanan pangannya bermasalah. Karena, kontrol panganlah yang akan mengendalikan rakyat. Maka bencana kelaparan akan lebih menakutkan dibanding peperangan fisik. Disinilah pentingnya peran negara yang memberikan solusi yang tepat dan hakiki atas hal ini. Dan jawabannya hanya ada pada sistem Islam.

Islam mempunyai konsep yang jelas dalam ketahanan pangan. Islam memandang bahwa pangan adalah salah satu kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi oleh negara, maka negara akan melakukan upaya terbaik untuk memenuhinya.  Yaitu dengan kemandirian pangan dan jaminan pasokan pangan. Kemandirian salah satunya dilakukan adalah dengan menghidupkan tanah-tanah mati untuk ditanami produk pangan sehingga produktif. Karena lahan pertanian tidak boleh ditelantarkan, maka untuk memaksimalkan pengelolaan lahan, Khilafah akan memberikan berbagai bantuan kepada petani seperti penyediaan bibit unggul, mesin pertanian, infrastruktur, irigasi, pelatihan teknologi pertanian terbaru, dan lain sebagainya.

Untuk mekanisme pasokan pangan, Islam melarang penimbunan, penipuan, praktik ribawi, dan monopoli. Pengendalian harga yang dilakukan adalah melalui mekanisme pasar dengan mengendalikan supply and demand, bukan dengan kebijakan mematok harga. Adapun dalam hal ekspor impor, Khalifah sebagai pemimpin negara akan melihat sejauh mana kebutuhannya. Ekspor akan dilakukan jika pasokan pangan negara mengalami surplus. Adapun impor, hal ini terkait dengan kebijakan perdagangan luar negeri Daulah Khilafah dan dilakukan jika benar-benar dibutuhkan.  Dengan begitu ketahanan pangan akan terlaksana dengan baik. 

Pemerintah adalah pelayan serta pelindung rakyat, juga penjamin bagi berjalannya sektor pertanian dengan dinamis dan terus bertumbuh. Untuk itu sudah semestinya pemerintah mengaturnya dengan sistem yang berasal dari Allah Swt, yaitu Islam. Karena dengan sistem Islamlah rakyat akan merasakan keadilan, kesejahteraan serta keberkahan. “Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit), kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya. Lalu kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu” (QS. ‘Abasa: 25-27). In syaa Allah, Indonesia berkah dengan menerapkan Syariah. Wallahua’lam bishshawwab

Posting Komentar

0 Komentar