Dibalik Surplus BPJS

Oleh : Masrina Sitanggang

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengumumkan bahwa pada 2020 mereka berhasil mengatasi defisit dan mengalami surplus Rp18,7 triliun berdasarkan laporan keuangan belum diaudit.

Bisa dilihat jelas, dengan pengumuman ini menunjukkan peningkatan pendapatan yang  drastis dari asuransi BPJS yang sebelumnya sempat mengalami defisit, namun tidak dari segi pelayanan kesehatan. Karena sejak pandemi rumah sakit lebih banyak menangani covid yang biayanya bukan dari BPJS. Wajar BPJS mengalami surplus karena pendapatan tetap, sedangkan pengeluaran jauh drastis berkurang. Selain itu, BPJS juga hanya berlaku untuk penyakit-penyakit tertentu. Sedangkan untuk penyakit berat dengan biaya yang relatif mahal, BPJS lepas tangan, sehingga biayanya kembali kepada individu itu sendiri.

Kemunculan pandemi, memberikan banyak pengaruh buruk terhadap tatanan kehidupan masyarakat. Banyak tenaga kerja yang akhirnya di PHK, begitupun dengan usaha yang akhirnya banyak memilih untuk tutup lantaran pemasukan yang sangat minim tidak sesuai dengan pngeluaran yang besar. Namun dengan segala kekurangan ekonomi, bahkan sulitnya mencari sesuap nasi, masyarakat tetap wajib membayar BPJS. hal ini semakin memperparah ekonomi masyarakat.

Walaupun ada rencana untuk menurunkan pungutan tarif BPJS, tapi hal ini bukanlah solusi yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatan. Melainkan  hanya memberikan solusi parsial yang mengurangi biaya namun tidak menjamin kualitas pelayanannya karena dalam sistem kapitalis, manfaat merupakan hal utama yang wajib didapatkan dalam segala aspek, termasuk kesehatan. Padahal kesehatan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap individu yang harusnya ditangani penuh oleh negara, bukan malah dikomersialkan dan diserahkan kepada pihak swasta.

Disegala lini kehidupan, sistem kapitalis-sekuler menunjukkan dengan jelas ketidakmampuannya untuk mensejahterakan umat, baik dari segi ekonomi, kesehatan, politik, sosial dan aspek lainnya. untuk mendapatkan kesehatan yang berkualitas, individu harus membayar dengan biaya yang relatif mahal, karena di dalam sistem kapitalis tidak ada yang gratis dan cuma-cuma.

Sangat berbeda jauh dengan konsep sistem negara Islam, yang keberadaannya merupakan pelayan bagi masyarakat yang ada di dalamnya tanpa membedakan  agama, ras, warna kulit, kasta dan yang lainnya. Karena dalam pandangan Islam, kesehatan merupakan kebutuhan dasar yang harus diperoleh maksimal oleh setiap individu yang ada dalam negara islam.

Negara juga memfasilitasi penuh terkait hal-hal penunjang kesehatan, berupa industri peralatan kedokteran dan obat-obatan, riset biomedis, pusat penelitian dan laboratorium, gaji tenaga kesehatan yang cukup, serta segala sarana dan prasarana yang mendukung terlaksananya penyelenggaraan sistem kesehatan seperti listrik, air, dan transportasi, ruangan yang nyaman, dan fasilitas-fasilitas pelengkap lainnya yang sesuai dengan standar operasional. 

Pelayanan kesehatan dalam sistem Islam  juga harus memenuhi kriteria yang diantaranya dari segi kualitas, yaitu memiliki standar pelayanan yang teruji, lagi selaras dengan prinsip etik kedokteran Islam. Dari segi individu pelaksananya, seperti SDM kesehatan selain kompeten dibidangnya juga seorang yang amanah. Juga Available, yaitu semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat mudah diperoleh dan selalu tersedia (continuous). Serta lokasi pelayanan kesehatan mudah dicapai (accessible), tidak ada lagi hambatan geografis. 

Jadi tidak ada istilah rumah sakit kelas bawah atau kelas atas, karena semua rumah sakit dibangun dengan memiliki kualitas yang sama dan  terbaik, tidak ada perbedaan rumah sakit diperkotaan dengan rumah sakit di pedesaan. Maka setiap orang yang sakit akan mendatangi rumah sakit terdekat, dengan mudah tanpa dipersulit dengan administrasi yang berbelit-belit.

Untuk pelaksanaan sistem ini, pastinya dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Namun  Islam memiliki tata cara pengelolaan biaya baik dari segi pemasukan dan pengeluaran harta negara yang jelas dan spesifik. Adapun sumber pemasukan, diantaranya adalah  hasil dari pemanfaatan harta kepemilikan umum berupa tambang, gas alam, minyak bumi, batu bara, emas, listrik, hutan, laut, sungai, perairan, mata air, dan lainnya. Pengelolaan harta ini sangat cukup membiayai sistem kesehatan. 

Begitulah hebatnya sistem Islam yang sangat menjaga nyawa setiap orang yang ada dalam naungannya. Hal ini sudah terbukti ketika Islam mampu memimpin 3/4 bagian dunia selama 13 abad lamanya. Sistem kesehatan dapat terealisasi dengan baik  karena  seorang Khalifah  yang menyadari keberadaannya sebagai pelayan dan perisai bagi umat dan aturan yang diterapkan di dalamnya berasal dari sang pencipta yaitu Al-Qur'an dan As-sunnah. Jika hari ini masyarakat merindukan sistem kehidupan yang layak dari segala aspek kehidupan, baik aspek sosial, pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik dalam negeri dan luar negeri serta mendapat ridho dari Allah, maka sudah selayaknya setiap individu merindukan adanya institusi Islam dalam bingkai khilafah yang menjamin kesejahteraan ummat secara adil dan merata.

Posting Komentar

0 Komentar