Oleh : Sumiatun (Anggota Komunitas Pena Cendekia)
Kementerian Agama (Kemenag) merespon masalah pandemi covid-19 yang panjang dengan menerbitan Kurikulum Darurat. Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag, Muhammad Ali Ramdhani mengatakan, panduan ini merupakan pedoman bagi satuan pendidikan dalam melaksanakan pembelajaran di madrasah pada masa darurat Covid-19.
Kurikulum ini sifatnya sementara dan berlaku pada masa pandemi Covid-19 ini lebih menekankan pada pengembangan karakter, akhlak mulia, ubudiyah dan kemandirian siswa. Pemenuhan aspek kompetensi, baik dasar maupun inti, tetap mendapat perhatian dalam skala tertentu. republika.co.id, 7/2/2021.
Pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dalam masa pandemi memunculkan masalah tersendiri bagi siswa, guru dan orang tua. Kurikulum darurat diberlakukan pemerintah dengan harapan efektif menuntaskan setiap problem pendidikan di masa wabah ini..
Namun fakta yang terjadi adalah siswa mengalami berbagai kendala selama pembelajaran daring. Diantaranya karena fasilitas gadget yang kurang memadai, ketidak mampuan membeli kuota, beban pelajaran yang padat, dan kurang bisa menangkap penjelasan guru yang disampaikan secara online.
Di beberapa daerah, siswa tidak bisa mengikuti kegiatan belajar secara daring karena daerahnya tidak terjangkau signal provider internet. Sebagian lagi kesulitan mengikuti PJJ karena daerahnya belum mendapat aliran listrik. Hal ini membuat para siswa berpotensi mengalami learning loss yakni berkurangnya pengetahuan dan ketrampilan secara akademis.
Para guru pun tidak terlepas dari problem yang harus dihadapi.Tidak semua guru kapabel dalam pembelajaran daring. Meski pemenuhan aspek kompetensi dasar dan inti hanya perlu perhatian dalam skala tertentu, namun para guru kesulitan mewujudkan pengembangan karakter, akhlak mulia, ubudiyah dan kemandirian siswa. Hal ini karena interaksi guru dengan siswa sangat minim.
Para orang tua khususnya ibu, dari latar belakang pendidikan yang beragam, banyak yang mengeluh pusing dalam mendampingi anaknya selama PJJ masa pandemi. Beban pikiran ibu serasa bertambah dengan sistem pembelajaran ini. Sehingga tidak heran ada sekelompok ibu yang menuntut para guru untuk menjalankan kegiatan belajar secara offline kembali, karena merasa tak sanggup mendampingi proses belajar anaknya.
Dari fakta di atas tak bisa dipungkiri, Kurikulum Darurat yang telah berjalan lebih dari setengah tahun ini ternyata belum efektif dalam menjamin para siswa terhindar dari learning loss. Maka mesti dievaluasi penyebab kurang efektifnya, dan perlu ada langkah menuju perubahan, agar generasi kita terhindar dari learning loss tersebut.
Jika kita perhatikan bersama, munculnya berbagai masalah pembelajaran masa pandemi dan potensi learning loss adalah disebabkan sistem sekulerime kapitalis yang menjadi dasar dalam pembuatan kurikulum pendidikan di negeri ini. Sedang sistem ini tidak memberikan jaminan pendidikan seutuhnya kepada rakyat.
Sekulerisme memisahkan aturan agama dari kehidupan dan bernegara. Ini menjadikan kurikulum yang berkaitan dengan agama hanya berisi aspek individu dan sekadar meningkatkan aspek ubudiyah. Hal ini berarti kaum muslimin telah kehilangan bagian besar dari agamanya dalam sistem pendidikan saat ini.
Sistem pendidikan sekuler juga berorientasi pada materi. Kurikulum disusun bersandarkan nilai akademis yang diukur atas dasar peluang atau potensinya dalam menghasilkan materi. Sehingga berdampak pada sering berubahnya kurikulum. Hal ini menjadi beban berat bagi siswa,guru dan orang tua yang mendampingi pembelajaran anaknya.
Di sisi lain, negara dalam sistem sekuler hanya bertindak sebagai regulator. Bukan penyelenggara dan penanggung jawab atas persoalan pendidikan rakyatnya.
Maka untuk menyelesaikan problem learning loss bukan hanya sekadar dibuatkan kurikulum darurat. Namun yang mesti dilakukan adalah menghilangkan penyebab learning loss, menerapkan sistem pendidikan yang shahih dan anti krisis. Sistem yang mampu menjadi solusi dari berbagai masalah pendidikan, tak lain adalah sistem pendidikan Islam.
Dengan sistem shahih, yang menjadikan akidah Islam sebagai dasar penentuan arah, tujuan, dan kurikulum serta metode penerapannya, akan mencetak output generasi yang bertakwa kepada Allah SWT. Sistem pendidikan Islam bertujuan membentuk kepribadian Islam, membekali siswa dengan tsaqofah Islam, dan pengetahuan untuk menjalani dan menyelesaikan problem kehidupan.
Dalam sistem pendidikan Islam, pembuatan kurikulum disesuaikan dengan tujuan pendidikan. Sehingga di dalam kurikulum tersebut, Islam diajarkan secara utuh, bukan hanya aspek individual dan ubudiyah saja.
Di sisi ilmu pengetahuan, kurikulum disusun sedemikian rupa, hingga menghasilkan generasi yang mampu menghasilkan karya nyata bagi kehidupan umat dan negara. Kurikulum pendidikan meliputi hal-hal yang bersifat baku dan hal yang boleh fleksibel. Sehingga tujuan pendidikan akan dipastikan mampu bertahan dalam semua kondisi, meski sedang krisis seperti saat ini.
Dalam sistem pendidikan Islam, metode pembelajarannya bersifat aqliyah talaqiyan dan fikriyan. Yakni metode yang mampu membentuk penguasaan dan pemahaman terhadap materi yang telah dikaji. Metode ini mengharuskan guru menjelaskan materi kepada siswa. Hingga dalam benak siswa tergambar jelas tentang makna dan kalimat-kalimat dalam materi beserta faktanya.
Metode dalam sistem pendidikan Islam akan berpengaruh nyata pada pandangan, perasaan dan perilaku siswa. Juga akan menumbuhkan semangat dan membentuk pemikiran dan perilaku siswa yang produktif. Sehingga mampu menghasilkan amal cerdas. Misalnya, dalam menghadapi pandemi, muncul penemuan berbagai sektor tehnologi anti virus, dan sebagainya.
Yang tidak kalah penting, sistem pendidikan Islam, menjadikan negara sebagai pengelola langsung sekaligus penyedia layanan pendidikan. Bukan sebagai regulator sebagaimana pada sistem kapitalis. Negara bertanggung jawab penuh dalam menyediakan anggaran, guru yang berkualitas, dan sarana prasarana pendidikan.
Dengan sistem pendidikan Islam, potensi learning loss bisa dihindari. Output Generasi khoiro ummah pun bukan sekadar mimpi.
Allâhu a'lâm bishshawâb.
0 Komentar