Oleh: Habibah, A.M.Keb
Tagar Madam Bansos menjadi salah satu trending topic Twitter pada Kamis (21/1/2021) malam. Madam Bansos disebut-sebut sebagai petinggi PDI Perjuangan yang diduga menerima bagian terkait kasus suap bansos. Warganet juga penasaran siapa yang dimaksud Madam Bansos itu.
Menanggapi kabar tersebut, Plt. Jubir Bidang Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya bakal mendalami siapa yang disebut Madam Bansos itu. "Segala informasi berkembang yang kami terima termasuk dari media yang ada hubungan dengan perkara yang sedang dilakukan penyidikan ini, pada prinsipnya tentu akan dikembangkan lebih lanjut dengan mengkonfirmasi kepada para saksi," kata Ali kepada IDN Times, Kamis (21/1/2021).
Belum berakhir kasus korupsi dana bansos sebelumnya, sekarang muncul lagi kasus korupsi yang sama, dengan munculnya orang-orang baru. Sebetulnya hal yang wajar jika satu tertangkap maka tikus berdasi lainnya bermunculan.
Sebelumnya, dua politisi PDI Perjuangan disebut-sebut menerima kuota terbesar terkait proyek bansos untuk wilayah Jabodetabek. Dilansir dari laporan investigasi Koran Tempo edisi Senin 18 Januari 2021, mereka adalah Herman Hery dan Ihsan Yunus. Total kuota proyek bansos yang diduga diterima keduanya mencapai Rp3,4 triliun.
Astagfirulloh…
Maka dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan lima orang tersangka. Sebagai pihak terduga penerima, yakni Juliari serta dua pejabat PPK Kemensos Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono. Sebagai pihak terduga pemberi, Ardian Iskandar Maddanatja dan Harry Sidabuke yang merupakan pihak swasta.
Saat operasi tangkap tangan (OTT), KPK mengamankan barang bukti uang Rp14,5 miliar dengan pecahan mata uang rupiah dan mata uang asing. Uang itu di simpan di dalam tujuh koper, tiga tas ransel dan amplop kecil.
Kasus ini berawal dari adanya pengadaan bansos penanganan COVID-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial (Kemensos) tahun 2020, dengan nilai Rp5,9 triliun. Kemudian ada 272 kontrak dan dilaksanakan dengan dua periode.
Juliari Batubara menunjuk Matheus dan Adi Wahyono sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk melaksanakan proyek tersebut. Mereka menunjuk langsung para pihak yang menjadi rekanan.
"Dan diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui MJS (Matheus). Untuk fee tiap paket bansos disepakati oleh MJS (Matheus) dan AW (Adi) sebesar Rp10 ribu per paket sembako, dari nilai Rp300 ribu perpaket bansos," jelas Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers yang disiarkan akun YouTube KPK, Minggu 6 Desember 2020.
Pada Mei hingga November 2020, Matheus dan Adi membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa suplier sebagai rekanan. Di antaranya Ardian, Harry dan juga PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) yang diduga milik Matheus. Penunjukkan PT RPI sebagai salah satu rekanan juga diduga diketahui Juliari dan disetujui oleh Adi Wahyono.
Selain itu, Juliari juga diduga menerima suap sebesar Rp17 miliar. Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama, Juliari diduga menerima uang sebesar Rp8,2 miliar. Sedangkan periode kedua, Juliari diduga menerima uang Rp8,8 miliar. (www.idntimes.com)
Masa pandemi yang seharusnya menjadi perhatian bagi semua pihak, lebih-lebih para penguasa. Bukannya mencari cara untuk menyelamatkan nyawa rakyat, Ini malah mengambil celah untuk korupsi. Sungguh tak punya hati.
Berbagai polemik yang terjadi di negeri ini seakan terus bermunculan dari satu masalah yang belum tertuntaskan, kemudian lahirlah masalah baru yang makin rumit. Mulai dari pandemi covid-19 yang belum terselesaikan, utang negara yang makin mengunung, resesi ekonomi sangat memburuk, kemiskinan yang semakin meningkat, pencurian sumber daya alam, pencekikan pada rakyat dengan memungut pajak berlebihan, hingga kasus korupsi yang semakin hari tumbuh subur.
Semua ini sebabkan karena sistem yang diterapkan di negeri ini adalah sistem demokrasi kapitalis. Sistem yang memisahkan peran agama dari kehidupan, maka lahirlah individu-individu yang membuat aturan berdasarkan akal manusia yang lemah. Iman para pejabat pun lemah, mudah goyah bahkan bisa runtuh bila ada ajakan dan ancaman bila tidak ikut korupsi.
Di samping itu, kekuasaan dalam sistem ini berbiaya sangat tinggi, sehingga mereka membutuhkan dana dari para pemilik modal agar bisa meraih kekuasaan. Maka setelah berkuasa, para pejabat akan cenderung untuk melakukan tindak korupsi sebagai upaya untuk mengembalikan modal.
Selain itu, penegakkan hukum yang ada di negeri ini tidak mampu membuat jera, khususnya para pelaku bahkan membuat para pelaku korupsi semakin bertambah. Belum lagi undang-undang yang ada semakin membuat seolah korupsi ini diberikan celah yang pada akhirnya para pelaku justru akan semakin meningkat meskipun hukum bagi para koruptor sudah di legalisasi.
Jadi pergantian pemimpin saja tidak mampu menyelaskan masalah korupsi, sebagaimana yang difahami masyarakat. Karena kasus korupsi bukan hanya terletak pada individunya, namun semua karena sistem yang diterapkan di negeri ini adalah sistem yang rusak dan merusak.
Kasus korupsi di negeri ini sebenarnya bisa diminimalisir bahkan di akhiri jika sistem yang diterapkan adalah sistem yang shahih, yaitu sistem islam. Sebab dalam sistem islam, sistem pemerintahanya dibagun berdasarkan aqidah Islam dan hukum yang diterapkan berdasarkan hukum Allah. Karena kedaulatan hukum berada ditangan Allah SWT.
Allah SWT berfirman dalam Qur'an surat Yusuf ayat 40, yang artinya: "Sesungguhnya hukum itu hanya milik Allah" (TQS. Yusuf:40)
Maka hukum yang berlaku hanya hukum Allah SWT yang terkandung dalam Al Qur'an dan Al Hadis. Hukum Allah tidak dapat diperjualbelikan, tidak dapat direvisi dan di otak-atik sesuai dengan kepentingan manusia sebagaimana aturan sistem demokrasi sekarang.
Penerapan sistem ini, butuh institusi pemerintahan yang disebut Khilafah, yakni sebuah institusi negara yang akan menerapkan sistem Islam secara kaffah dengan landasan ketaqwaan kepada syariat Allah swt.
Dengan sistem Islam, umat bisa keluar dari sistem buatan akal manusia yang terbukti rusak dan merusak. Dan hidup pun menjadi berkah di bawah naungan ridha Allah SWT. "Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (Surah al-Maidah [5]: 50).
Dalam Islam, korupsi termasuk hukuman ta’zir. Bisa berupa tasyhir atau pewartaan (dulu dengan diarak keliling kota, sekarang mungkin bisa ditayangkan di televisi seperti yang pernah dilakukan), hukuman cambuk, penyitaan harta, pengasingan, hukuman kurungan, bahkan sampai hukuman mati.
Keadilan ditegakkan secara tegas tanpa pandang bulu. Karena hukum yang diterapkan adalah syariat Islam. Bukan hukum demokrasi buatan manusia yang sarat kepentingan. Saatnya kembali pada Syariat Islam.
Wallohu A’lam
0 Komentar