Oleh : Iis Kurniawati, S. Pd
Belakangan ini kasus gugatan yang dilakukan anak kandung terhadap orang tua makin marak terjadi. Seperti yang dialami oleh RE Koswara seorang kakek berumur 85 tahun asal kecamatan Cinambo kota Bandung digugat RP 3 Miliar oleh anak kandungnya. Perseteruan antara ayah dan anak ini menjadi sorotan karena melibatkan anggota keluarga yang lain, pihak PLN, dan BPN. Gugatan ini bermula dari tanah warisan seluas 3.000 meter per segi milik orangtua kakek Koswara. Sebagian tanah tersebut disewa oleh Deden untuk dijadikan toko. Namun tahun ini, tanah itu tak lagi disewakan oleh Koswara karena akan dijual kepada ahli waris termasuk saudara kandung Deden. (https://www.kai.or.id). Singkat cerita Deden tidak terima dengan keputusan tersebut dan berakhir dengan menggugat ayah kandungnya sendiri Koswara, saudaranya, serta pihak PLN dan BPN di Pengadilan.
Bagai pepatah lama air susu dibalas dengan air tuba , bagaimana tidak hancur hati seorang ayah tatkala anak-anak yang dirawat dan dibesarkannya secara susah payah malah menggugatnya di pengadilan bukannya membalas dengan menjaga dan menyayangi orangtua dimasa tuanya. Hanya karena warisan anak tega durhaka pada orangtua. Ini merupakan perilaku anak yang tidak bermoral pada orang tua padahal wajib hukumnya seorang anak berbakti kepada orang tua. Kisah kakek Koswara yang digugat anak kandungnya bukan kisah satu-satunya, masih banyak kisah serupa yang terjadi , sejatinya banyak kisah anak yang durhaka terhadap orang tua tak lain korban dari penerapan ideologi dan sistem kapitalisme dalam keluarga. Karena sistem kapitalisme berorientasi terhadap materi semata. Sekulerisme memisahkan antara agama dengan kehidupan sehingga keluarga muslim jauh dari tuntunan syariat islam.
Pada hakikatnya agama dengan penerapan syariat islam yang kaffah akan membentuk pribadi yang berahlak mulia. Dalam sistem Islam menjadikan pembentukan generasi yang berakhlak mulia dan generasi yang berkepribadian islam merupakan tanggungjawab kolektif antara keluarga, masyarakat dan negara. Pendidikan pertama dan utama bermula dalam lingkungan keluarga, dimana keluarga terutama ibu merupakan sekolah/ madrasah pertama bagi anak-anaknya. Pembentukan generasi islami yang berahlak mulia pertama kali ditanamkan dari lingkup terkecil yaitu keluarga. Anak dipandang sebagai anugrah dari Allah SWT, dan merupakan amanah yang kelak orang tua akan dimintai pertanggungjawaban atas pendidikannya dan pola asuhnya. Orang tua bertanggungjawab merawat dan mendidik anak agar kelak dapat tumbuh menjadi generasi yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT dan memiliki kesadaran penuh bahwa hidupnya semata-mata hanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Tak hanya keluarga yang berperan dalam membentuk generasi yang berahlak mulia tetapi juga butuh peran masyarakat yang saling amal ma`ruf nahi munkar. Dimana masyarakat ikut berperan saling mengingatkan dan menasehati tatkala ada pelanggaran terhadap syariat islam. Pembentukan generasi yang bertaqwa dan beriman kuat negara pun berperan dengan senantisa meriayah rakyatnya agar senantiasa terikat terhadap syariat. Negara juga menjamin pendidikan terbaik bagi rakyatnya. Tentunya pendidikan yang berlandaskan aqidah islam. Negara menjamin pendidikan yang murah bahkan gratis, menyiapakan dan memfasilitasi sarana prasarana sekolah, menyiapkan tenaga pendidik yang profesional, menyiapkan kurikulum yang berlandaskan akidah islam, metode dan media pembelajaran yang sejalan dengan tuntunan al-quran dan hadist. Dengan peran keluarga, masyarakat, dan negara terwujudnya generasi yang berahlaq mulia dan berkepribadian dapat tercapai. Sistem islam selalu mampu mewujudkan generasi terbaik dan gemilang.
Wallahu A`lam Bishaw-whab.
0 Komentar