Oleh : Nida Fitri Yatul Azizah
Komnas Perempuan menyambut baik Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) kembali masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2021. Sebab, RUU PKS tersebut sudah diusulkan sejak 2012.
"Komnas Perempuan mengapresiasi DPR RI yang telah menetapkan RUU PKS dalam Prolegnas Prioritas 2021. RUU PKS diusulkan sejak 2012, artinya pengesahannya sudah 8 tahun ditunda," kata Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini saat dihubungi, Jumat (15/1/2021).
Theresia mengatakan pihaknya bersama sejumlah organisasi terlibat penuh dalam mengadvokasi RUU tersebut. Ia menjelaskan RUU PKS ini merupakan UU yang disusun berbasis dari pengalaman, pendampingan korban kekerasan seksual.
"RUU PKS ini merupakan undang-undang yang disusun berbasis pengalaman korban, pendamping korban dan pihak pemerintah yang berkepentingan," ujarnya.
Theresia menegaskan pihaknya akan terus mengawal proses pembahasan RUU PKS itu di DPR. Ia berharap DPR menetapkan RUU PKS sebagai RUU inisiatif seperti halnya RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga
"Jadi kami berharap agar DPR RI dapat terus membahas dan menetapkan RUU ini menjadi RUU inisiatif sama seperti RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga. RUU PPRT juga sudah lama ditunggu untuk ditetapkan menjadi UU inisiatif DPR. Jika DPR dapat menetapkan RUU PPRT yang hampir 20 tahun diadvokasi maka akan sangat membantu kelompok rentan yaitu PRT," tuturnya. Dikutip dari news.detik.com, Sabtu (16/01/2021) .
Mereka juga terus-menerus menyuarakan betapa pentingnya keberadaan UU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual nantinya. Caranya, Komnas Perempuan menunjukkan fakta-fakta ihwal tingginya angka kekerasan seksual terhadap perempuan. "Fakta-fakta itu dapat dilihat setiap tahun dalam catatan tahunan Komnas Perempuan. Jumlah kekerasan terhadap perempuan naik sebesar 14 persen, di antaranya adalah kekerasan seksual," kata Mariana, Kamis, 7 Maret 2019.
Sesuai dengan catatan Komnas Perempuan, angka kekerasan seksual terhadap perempuan dalam dua tahun terakhir mencapai 5.191 kasus. Bentuk kekerasan seksual ini dibagi sembilan jenis, yaitu pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemerkosaan, pemaksaan melakukan aborsi, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual dan penyiksaan seksual. Kekerasan seksual tertinggi adalah pencabulan yang mencapai 1.136 kasus, tahun lalu. Angka ini naik 225 kasus dibanding satu tahun sebelumnya. (nasional.tempo.co, 08/03/2021)
Dilansir dari Cnnindonesia.com, 23/7/19, berdasarkan catatan Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (Komnas Anak), jumlah kekerasan terhadap anak di tengah kehidupan masyarakat terus meningkat. Sebanyak 52-58 persen pengaduan yang diterima didominasi kasus kekerasan seksual. Selebihnya sekitar 48 persen merupakan kasus kekerasan dalam bentuk lain seperti penganiayaan, penculikan dan eksploitasi anak. Sebagian besar kasus kekerasan dilakukan oleh orang terdekat.
Jawa Timur, yang disebut sebagai kiblat kota santri cukup mencengangkan. Daerah ini justru menjadi lumbung tingginya kasus remaja hamil di luar nikah. Di Blitar dan Tulungagung, misalnya, kasus pernikahan dini cukup meningkat, meski pada tahun 2018 mengalami penurunan. Memasuki awal tahun 2019, lebih dari 100 remaja di Kabupaten Malang hamil di luar nikah.
Di kota Pasuruan, permintaan dispensasi nikah juga mengalami tren kenaikan. Di tahun 2018 ada 52 pasangan anak meminta dispensasi nikah. Tercatat, di bulan Maret 2019 saja sudah ada 11 pasangan usia anak mendapat izin menikah. Faktor penyebab pasangan usia anak mengajukan permohonan dispensasi nikah diantaranya adalah akibat seks bebas. Alasan pengajuan dispensasi nikah kebanyakan para orang tua mengetahui anaknya hamil di luar nikah.
Seks bebas, kekerasan seksual pada anak dan perempuan, narkoba, zina dan kemaksiatan lain semakin marak terjadi akibat penerapan sistem kehidupan sekuler-liberal. Baik umat muslim maupun non-muslim, mereka yang berlaku kemaksiatan seperti kehilangan jati dirinya seakan lupa dengan fitrahnya sebagai hamba Allah.
Sistem yang merusak pemikiran dan kehidupan semacam sekuler-liberal memang harus dihilangkan. Agar tidak semakin menyebabkan kerusakan. Kita membutuhkan sistem yang benar-benar menjaga kita dari perbuatan-perbuatan kemaksiatan. Sistem yang mampu menjaga kita dari kekerasan seksual bebas dan perilaku yang merugikan orang lain.
RUU PKS tidak dapat menjadi jawaban yang menjamin kesejahteraan para perempuan dan anak jika sistem yang digunakan masih mengikuti paham sekuler-liberalisme. Berbeda jika kita menyelesaikan problematika dengan menggunakan sistem Islam, islam memiliki struktur solusi yang khas dalam menyelesaikan kasus kekerasan dan kejahatan anak dan perempuan. Berikut ketentuan Islam terkait masalah tersebut:
1) Islam menangani masalah ini dengan penerapan aturan yang integral dan komprehensif.
2) Pilar pelaksana aturan Islam adalah negara, masyarakat dan individu/keluarga.
Tetapi, tidak mungkin kita bisa menyelesaikan masalah kekerasan dan kejahatan anak dan perempuan jika yang melakukannya hanya individu/keluarga. Namun sebenarnya negara memiliki beban yang seharusnya lebih memperhatikan sebagai pelindung benteng bagi kesejahteraan seluruh rakyatnya, demikian juga anak dan perempuan. Nasib anak dan perempuan menjadi kewajiban Negara untuk menjaminnya, sebagaimana Rasulullah Saw bersabda:
“Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas pihak yang dipimpinnya, penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim)
Negara adalah benteng sesungguhnya yang paling berpengaruh melindungi anak-anak dan perempuan dari kejahatan. Mekanisme perlindungan dilakukan secara sistemik, melalui penerapan berbagai aturan, yaitu:
1) Penerapan sistem ekonomi Islam
2) Penerapan Sistem Pendidikan
Seharusnya negara menerapkan sistem pendidikan yang mengacu pada islam, maka akan melahirkan generasi yang beriman dan takwa dan juga menjadi individu yang mampu melaksanakan seluruh kewajiban yang diberikan Allah dan terjaga dari kemaksiatan yang dilarang Allah.
3) Penerapan Sistem Sosial
Negara wajib menggunakan sistem sosial yang akan menjamin interaksi antara laki-laki dan perempuan berlangsung sesuai ketentuan hukum syara. Diantaranya adalah perempuan diperintahkan untuk menutup aurat dan menjaga kesopanan, serta menjauhkan mereka dari eksploitasi seksual; larangan berkhalwat; larangan memperlihatkan dan menyebarkan perkataan serta perilaku yang mengandung erotisme dan kekerasan (pornografi dan pornoaksi) serta akan merangsang bergejolaknya naluri seksual. Ketika islam diterapkan, maka tidak akan ada gejolak seksual yang disalurkan dengan cara yang salah seperti pada beberapa kasus kekerasan seksual saat ini.
4) Pengaturan Media Sosial
Berita atau konten informasi yang disampaikan haruslah yang jelas dan penting juga mengacu pada pemahaman islam.
Konten negatif seperti yang berbau pornografi hendaknya dilarang karena akan merusak generasi dan melanggar hukum syara.
5) Penerapan Sistem hukuman/sanksi
Negara memberikan hukuman yang tegas terhadap para pelaku kejahatan, termasuk orang-orang yang melakukan kekerasan seksual pada anak dan perempuan. Hukuman yang tegas akan menimbulkan efek jera bagi para pelaku dan membuat orang lain untuk takut dan tidak akan melakukan hal kejahatan.
Adapun, orangtua juga memiliki peranan penting, orangtua harus mampu mengarahkan anaknya untuk senantiasa menta'ati perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. (QS. At-Tahrim [66]:6). Salah satu aspek yang mesti orangtua tanamkan kepada anaknya diantaranya, menyangkut hukum: batasan aurat; konsep mahram; batasan berinteraksi dengan orang lain; baik dalam memandang, berbicara, berpegangan atau bersentuhan; pergaulan lawan jenis; menundukkan pandangan; pemisahan tempat tidur; hukum meminta izin dalam 3 waktu aurat. Pemahaman yang menyeluruh terkait hukum-hukum islam akan membentuk sebuah benteng yang akan menjaga anak dari terjebak pada kondisi yang mengancam dirinya.
Sementara, masyarakat juga wajib melindungi anak-anak dan perempuan dari kekerasan seksual. Masyarakat wajib melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Masyarakat tidak akan membiarkan kemaksiatan massif terjadi di sekitar mereka. Jika ada kemaksiatan atau tampak ada potensi munculnya kejahatan, masyarakat tidak akan diam, mereka akan mencegahnya atau melaporkan pada pihak berwenang.
Masyarakat juga wajib mengkritisi peranan Negara sebagai pelindung rakyat. Jika ada indikasi bahwa Negara abai terhadap kewajibannya atau Negara tidak mengatur rakyat berdasarkan aturan Islam maka masyarakat akan mengingatkannya.
Semestinya negara bertanggung jawab menghilangkan penyebab utamanya yaitu penerapan ekonomi kapitalis, penyebaran budaya liberal, serta politik demokrasi. Masyarakat juga harus meminta negara untuk menerapkan islam secara kaffah dan mengganti sistem kepemimpinan sekuler-liberalis menjadi sistem islam. Ketika Khilafah tegak maka Islam akan menjadi rahmat bagi semesta alam, anak-anak pun akan tumbuh dan berkembang dalam keamanan dan kenyamanan serta jauh dari bahaya yang mengancam dan perempuan juga kan terjamin keamanannya dimanapun ia berada. Aamiin
0 Komentar