Oleh: Imas Royani
Maa syaa Allah, korporasi kapitalis global kembali dibuat gentar hanya dengan sedikit kesadaran yang dilakukan bersama-sama hingga mampu membuat mereka mengiba dan mengurungkan kebijakan yang hendak diterbitkan. Bila sebelumnya ada aksi pemboikotan pada suatu produk, kali ini adalah eksodus yang dilakukan oleh para pengguna WhatsApp yang mulai melirik aplikasi lain karena dianggap lebih aman dan bisa menjaga privasi pengguna. Aplikasi lain yang dimaksud adalah Signal, BiP dan Telegram, meski ketiganya bukanlah aplikasi yang baru dikenal.
Hal ini berawal dari pihak WhatsApp yang sudah dimiliki oleh Facebook, mengirimkan ultimatum kepada seluruh penggunanya untuk menyetujui “term and conditions” (syarat dan ketentuan) berupa kebijakan privasi baru dimana data pribadi milik pengguna dapat dibagi kepada Facebook. (cnnindonesia.com, 16.01.2021). Jika melebihi batas waktu hingga 8 Februari 2021 masih menggunakan WhatsApp, artinya pengguna setuju dengan kebijakan tersebut.
WhatsApp membagikan kategori informasi tertentu dengan Perusahaan Facebook. Informasi yang dibagikan dengan Perusahaan Facebook mencakup informasi pendaftaran akun (seperti nomor telepon), data transaksi, informasi yang terkait dengan layanan, informasi mengenai cara berinteraksi dengan pengguna lain (termasuk bisnis), informasi perangkat seluler, alamat IP, termasuk informasi lain yang disebutkan di bagian ‘Informasi yang dikumpulkan’ dalam Kebijakan Privasi atau informasi yang didapatkan berdasarkan persetujuan atau pemberitahuan. (internasional.kontan.co.id, 28.01.2021).
WhatsApp akhirnya menunda tanggal berlakunya kebijakan baru tersebut. Pihak WhatsApp menyatakan akan meminta pendapat terlebih dahulu dari berbagai kalangan secara bertahap. Belum diketahui pasti kapan kebijakan keharusan pengguna WhatsApp membagi data ke Facebook itu akan diterapkan. Perusahaan WhatsApp pun mengubah kebijakannya dengan memasang status pemberitahuan bahwa pihaknya berkomitmen menjaga privasi pengguna. Bahkan pihak WhatsApp memasang iklan di berbagai media cetak di India dan menempatkannya di halaman depan. (Sindonews.com, 18.01.2021).
Hal yang luar biasa bahkan dapat menjadi pukulan telak bagi sistem demokrasi kapitalis bila gerakan serupa diterapkan pada potensi besar umat dengan bersatunya pemikiran dan perasaan dalam satu visi besar, yaitu kebangkitan peradaban Islam. Meskipun dalam kenyataanya belum memiliki kepemimpinan politik sendiri, setidaknya sikap umat Islam mampu melawan hegemoni kapitalisme. Apalagi jika gertakan ini diikuti dengan langkah berani dunia Islam keluar dari bayang-bayang kapitalisme dan segera mengambil posisinya kembali sebagai Khairu Ummah yang merupakan gelar yang dianugerahkan Allah bagi umat Islam.
Sebagaimana sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ad Daruquthni dan Baihaqi, bahwa Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya. Ketinggian itu terpancar dari besarnya potensi umat baik dari aspek populasi, demografi, militer, ekonomi, industri dan kekuatan ideologinya.
Dari aspek populasi, dua pertiga populasi muslim dunia tinggal di 10 negara. Lebih dari 300 juta muslim atau seperlima populasi muslim dunia, tinggal di negara-negara minoritas muslim. Dari aspek demografi, ada empat wilayah yang memiliki populasi muslim terbesar yaitu kawasan Asia Pasifik, kawasan Arab, kawasan Asia Tengah dan Asia Barat dan yang terakhir kawasan Sub Sahara Afrika. Dari aspek militer, jika kekuatan militer dunia Islam dipersatukan ada lebih dari 22,42 juta personel militer. Dari aspek ekonomi, negara Islam di masa depan mampu menghasilkan swasembada pangan. Belum lagi potensi sumber daya alamnya, kekayaan alam yang dimiliki negeri-negeri muslim sudah cukup membekali mereka menjadi negara adidaya. Limpahan aset yang sangat strategis bagi kaum muslim untuk mewujudkan keseimbangan kekuatan, geopolitik, serta tata dunia baru di masa depan.
Kesemua aspek tersebut hanya dapat digunakan secara optimal apabila umat Islam berhasil mengembalikan kejayaan Islam. Caranya dengan mengembalikan kesadaran mayoritas individu muslim untuk mengambil peran dalam mewujudkan cita-cita menjadi bagian dari umat terbaik yang dilakukan dengan meyakini akidah Islam, termasuk janji Allah dan bisyarah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Umat Islam juga harus memiliki kesadaran kolektif, berupa kultur atau budaya yang tumbuh di tengah masyarakat, baik budaya pembelajar, mencintai ilmu, senantiasa beramar makruf nahi mungkar antara penguasa dan rakyat, serta adanya peran para aghniya’ (orang-orang kaya) yang tak segan mengeluarkan hartanya untuk kemaslahatan orang banyak, termasuk berwakaf sarana pendidikan atau memberi beasiswa kepada para pembelajar. Mereka melakukannya atas keyakinan bahwa Allah yang akan mengganti semua itu dengan yang lebih baik lagi. Sistem pemerintahan dan sistem ekonomi pun tidak sekedar akomodatif (menoleransi) kemajuan, tetapi promotif (mendorong) kemajuan. Pemerintah tidak dibangun dengan pencitraan seperti yang diperlukan dalam demokrasi. Ekonomi juga tidak dikuasai kapitalis, yang cenderung hanya mendorong penemuan yang bernilai komersial. Seluruh penemuan dipandang sebagai “sarana” dari Allah untuk digunakan manusia agar lebih mendekat kepada-Nya.
Sudah selayaknya umat Islam segera menyadari segala potensi besar yang mereka miliki dan berupaya keras memperjuangkan penerapan syariat Islam kafah dalam bingkai Khilafah untuk dapat meraih cinta, ridha dan jannah-Nya. Umat Islam membutuhkan sebuah institusi yang sudah terbukti mampu menjadikan umat Islam memimpin dunia, agar kekuatan demografi, politik dan ekonomi dapat meruntuhkan kesombongan sistem kufur. Dan institusi tersebut hanya dapat tegak apabila umat Islam berani dan tegas memperjelas kepemimpinannya berdasarkan ideologi Islam. Syekh Taqiyudin An Nabhani dalam bukunya berjudul Nidzomul Islam mengungkapkan bahwa, "kebangkitan yang hakiki harus dimulai dari perubahan pemikiran secara mendasar dan menyeluruh menyangkut pemikiran tentang kehidupan, alam semesta dan manusia serta hubungan antara kehidupan dunia dengan sebelum dan setelahnya." Pemikiran yang membentuk pemahaman akan mempengaruhi tingkah laku. Apabila dalam diri seorang muslim tertanam pemahaman Islam, Maka akan terwujud tingkah laku islami. Kebangkitan umat Islam adalah kembalinya pemahaman seluruh ajaran Islam ke dalam diri umat dan terselenggaranya pengaturan kehidupan masyarakat dengan cara Islam.
Dalam meraih itu semua diperlukan dakwah di tengah kemunduran umat seperti sekarang akibat tidak diterapkannya aturan Islam. Dakwah tersebut hanya dapat dilakukan oleh kelompok dakwah politik dan perjuangan sesuai dengan manhaj kenabian yang tidak berkompromi dengan sistem kufur yang ada. Oleh karena itu tuntutan umat Islam akan sangat jelas, bukan hanya sekedar boikot produk atau eksodus melainkan penerapan syariah Islam secara totalitas sehingga institusi Khilafah Islam bisa tegak kembali. Karena Islam yang telah menjadikan umat Islam bergelar sebaik-baik umat. Sebagaimana firman Allah Subhaanahu WA Ta’ala yang artinya: "Kalian (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.” (QS Ali Imran: 110).
Wallahu a’lam bishshowab.
0 Komentar