Oleh : Habsah
Ada apa dengan negara mayoritas muslim ini? Tak tanggung-tanggung, tiga pejabat sekelas menteri sekaligus meneken Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait seragam keagamaan dengan alasan hak setiap siswa. MENDIKBUD Nadiem Makarim memberikan ultimatum untuk seluruh pemerintah daerah dan sekolah negeri supaya mencabut aturan kewajiban ataupun melarang atribut kekhususan agama. Hal ini terus menuai polemmik.
Perintah tersebut diungkapkan berdasarkan surat keputusan bersama yang ditandatangani oleh Nadiem bersama Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menteri Agama Yaqut Cholil. Pemda maupun kepala sekolah harus mengikuti auran ini, batas waktu nya paling lama adalah 30 hari sejak SKB ditetapkan.
"Memaksakan atribut agama tertentu kepada yang berbeda agama, saya kira itu bagian dari pemahaman (agama) yang hanya simbolik. Kami ingin mendorong semua pihak memahami agama secara substantif," ujar Yaqut, dikutip dari laman Kemendikbud.
Melalui SKB itu, ketiganya melarang semua sekolah negeri di penjuru daerah, kecuali Provinsi Aceh, membuat aturan yang melarang atau mewajibkan siswa dan guru memakai seragam kekhususan agama. Hal ini membuktikan bahwa Negara gagal mewujudkan tujuan pendidikan.
Bahkan ketua MUI pusat Dr Cholil Nafis mengatakan bahwa SKB ini harus ditinjau ulang kembali karena tidak mencerminkan lagi adanya proses pendidikan. “Kalau pendidikan tak boleh melarang dan tak boleh mewajibkan soal pakaian atribut keagamaan, ini tak lagi mencerminkan pendidikan. Memang usia sekolah itu perlu dipaksa melakukan yang baik dari perintah agama karena untuk pembiasaan pelajar. Jadi SKB 3 menteri itu ditinjau kembali atau dicabut,” kata Cholil di akun Twitternya
Mereka menggadang-gadangkan toleransi tetapi malah merugikan umat islam. Alih-alih mendidik menaati agama, malah mendorong kebebeasan berperilaku. Kebijakan ini juga akan sangat merugikan siswa muslim yang tinggal di daerah minoritas muslim.
Hal ini makin menegaskan bahwa Negara sekuler, seolah Tuhan ada tapi Tuhan tidak masalah untuk diakui ataupun tidak diakui. Sekulerisme menjadi ancaman bagi para muslimah yang ingin taat dan menjalankan perintah Allah. Padahal jilbab dan kerudung adalah sesuatu yang wajib. Sehingga jika perkara wajib tidak memungkinkan seseorang untuk memilih namun harus melaksanakannya.
Padahal jika kita telisik sejarah dimana islam pernah Berjaya, masyarakat muslim dan non-muslim hidup berdampingan. Saat itu Negara membiarkan ahlu dzimmah untuk menjalankan sesuai aqidah keyakinan mereka, namun memeliki batasan yang diperbolehkan syara’ dalam kehidupan umum.
Ahlu dzimmi mempunyai batasan, yakni batasan menurut agama mereka, kemudian batasan yang ditetapkan oleh syariah, yaitu hukum-hukum kehidupan umum yang mencakup seluruh warga negara, baik muslim maupun non-muslim. Adapun pakaian mereka harus sesuai agama mereka yaitu pakaian rahib dan pendeta mereka.
Jadi saat itu, saat daulah ada pakaian perempuan baik itu muslim maupun muslim mengenakan jilbab. Pakaian mereka tidak bisa dibedakan, hal inilah yang bisa menunjukkan bahwa pakaian perempuan dalam kehidupan umum diatur sesuai syariah. Dan warga non-muslim tidak mempermasalahkannya.
0 Komentar