Wakaf Tunai, Perlukah?

Oleh : Indah Saajidah (Pemerhati remaja dan Sosial)

Dilema. Mungkin ungkapan tepat untuk menggambarkan perasaan sebagian besar masyarakat muslim saat ini. Baru-baru ini Pemerintah menerapkan suatu program yaitu wakaf tunai, yang bertujuan untuk membantu meningkatkan pendapatan negara. Dengan harapan dari program tersebut mampu menopang beberapa program pembangunan yang sedang digencarkan oleh pemerintah. 

Dilansir dari REPUBLIKA.CO.ID, Pemerintah menilai potensi wakaf di Indonesia masih cukup besar. Tercatat potensi wakaf secara nasional senilai Rp 217 triliun atau setara 3,4 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Jakarta, (24/10/ 2020).

Potensi wakaf memang sangat besar, karena sejalan dengan jumlah masyarakat muslim yang merupakan mayoritas di negeri ini. Namun disisi lain, dengan adanya pemungutan wakaf secara mendadak yang digencarkan pemerintah seolah menjadi pertanyaan besar. Mengapa tidak? Ditengah  arus de-radikalisasi yang memuncak serta adanya perlakuan diskriminatif terhadap orang yang mengopinikan Islam, justru malah membuat kebijakan baru yang seolah islami.

Inilah yang membuat masyarakat merasa dilema. Negara berbuat tidak adil dan selalu memanfaatkan masyarakat dengan dalil-dalil agama, guna mengumpulkan pundi-pundi. Disatu sisi masyarakat dilarang menasehati pemerintah menggunakan dalil-dalil agama. Dengan berdalih, agama dan negara tidak bisa bersatu dan sejalan. Sehingga biarkan negara berjalan tanpa adanya agama sebagai pengontrol.

Semua itu adalah hasil dari sistem dasar yang membangun negara ini dan negari-negeri muslim lainnya diseluruh dunia. Kapitalisme merupakan penyebab terpisahkannya negara dari agama (Sekularisme). Tetapi, kapitalisme justru memanfaatkan masyarakat muslim dengan cara mengambil sumber-sumber dana mereka dengan dalih agama. Seakan-akan istilah negara dan agama yang tidak boleh beriringan, menjadi sirna jika itu sejalan dengan kepentingan negara. 

Dalam islam wakaf merupakan suatu perkara yang diperbolehkan, hukum asalnya adalah mubah. Tidak ada paksaan atau dijadikan sebuah kewajiban oleh negara. Dahulu, Rasulullah SAW juga tidak pernah memaksakan para sahabatnya untuk berwakaf. Rasulullah SAW hanya senantiasa menjaga dan meningkatkan kualitas keimanan para sahabat, tidak hanya itu Rasulullah SAW juga senantiasa mencontohkan keimanan yang benar kepada para sahabatnya. Hingga suatu ketika negara membutuhkan uluran tangan dan bantuan berupa harta, para sahabat berbondong-bondong menyalurkan bantuannya secara sukarela.

Seharusnya hal serupa pulalah yang dipraktekkan saat ini. Pemerintah mencontohkan dan memberikan teladan yang hakiki, seraya mengajak seluruh masyarakat muslim untuk senantiasa beriman. Pemerintah harus menjalankan negara sesuai dengan hukum yang telah diturunkan Allah SWT dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam pelaksaannya.

Jika itu dipraktekan saat ini, pasti masyarakat akan selalu bersedia memberikan bantuannya kepada negara tanpa berfikir berkali-kali. Tentu juga masyakat tidak merasa didzolimi dengan kebijakan negara. Berbeda dengan kondisi saat ini, ditengah kondisi negara yang tidak kondusif, terjadi penentangan ajaran agama islam diberbagai daerah, beberapa tokoh ulama dan aktivis yang getol menyampaikan solusi berdasarkan perintah agama kepada masyarakat dan pemerintah justru berada dibalik jeruji besi. Dan disaat yang bersamaan, negara juga hadir dengan terobosan mengumpulkan dana wakaf dari masyarakat muslim. Kan aneh!

Fakta ini seakan-akan menunjukan kedzoliman pemerintah kepada masyarakat muslim. Pemerintah menolak ajaran agama yang berkaitan dengan perkara-perkara yang mengatur kehidupan bernegara dengan hukum islam, tetapi menerima dana-dana yang bersumber dari masyarakat islam.

Kapitalisme menjadi penyebab utama. Sehingga sudah saatnya kita meninggalkan sistem rusak yang tidak mampu mengelola negara dengan benar dan semestinya. Sudah saatnya kita kembali pada hukum-hukum Allah SWT.

Dalam islam, negara wajib mengelola kekayaan yang sifatnya kepemilikan umum seperti tambang emas, batu bara, minyak bumi, gas, laut dan hutan. Hasilnya dari pengelolaan tersebut akan dikembalikan kepada rakyat dengan harga yang sangat terjangkau, serta dimanfaatkan untuk membuka lapangan pekerjaan, membiayayi pendidikan, kesehatan dan beberapa sektor yang lainnya. 

Selain itu juga ada dana zakat, jisiyah yang akan dikumpulkan oleh negara dari rakyat yang hidup didalam perlindungan negara. Dana-dana tersebut akan didistribusikan secara merata hingga semua lapisan masyarakat akan merasakan manfaatnya. Sehingga tidak akan ada perbedaan kesejahteraan, kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan antara daerah pusat dan daerah-daerah yang jauh dari pusat. Sehingga dalam islam tidak mengenal daerah maju, berkembang, terpencil atau sangat terpincil, semua sama karena semua daerah memiliki satu parameter yang sama.

Begitulah indahnya hidup dengan aturan yang Allah SWT turunkan dan berikan kepada kita. Negara hadir sebagai pengayom seluruh masyarakat, para pejabat pemerintah senantiasa memikirkan nasib masyarakatnya sehingga tidak ada perbedaan kesenjangan sosial antara pejabat pemerintah dan masyarakat.

Sudah saatnya kita mencampakkan sistem kapitalisme ini yang telah menyusahkan kehidupan kita dan tentunya yang telah menjauhkan kita dari aturan Allah SWT. Kembalilah kepada aturan Allah SWT dengan menerapkan islam secara menyeluruh disemua aspek kehidupan, jangan menggunakan sistem prasmanan mana yang disukai dan memberikan manfaat itulah yang terpilih. Karena sejatinya hukum Allah SWT bukanlah prasmanan, tetapi merupakan kewajiban yang keseluruhannya menjadi kewajiban untuk diterapkan dalam kehidupan.

Wallahu A'lam Bis-Showwaab.

Posting Komentar

0 Komentar