Oleh : Nor Ria Fitriani
"Ajakan untuk cinta produk-produk Indonesia harus terus digaungkan. Gaungkan juga benci produk-produk dari luar negeri. Bukan hanya cinta tapi juga benci. Cinta barang produk kita. Benci barang luar negeri," ujar Jokowi dalam acara Pembukaan Rapat Kerja Nasional Kementerian Perdagangan 2021 di Istana Negara, Jakarta pada Kamis, 4 Maret 2021 (tempo.co, 4/3/2021)
Berikut merupakan pernyataan Jokowi untuk mengajak masyarakat mencintai produk-produk Indonesia dan membenci produk luar negeri. Seruan benci produk luar negeri ternyata hanyalah retorika belaka karena nyatanya yang terjadi adalah impor terus berlangsung dalam jumlah besar dan di sector vital strategis. Selain beras, daging dan gula merupakan barang yang diimpor.
Pemerintah akan membuka kembali keran impor 1 juta ton beras Impor dilakukan untuk menjaga ketersediaannya di dalam negeri supaya terkendali, kata Menteri Koordinator Bidang perekonomian.. (cnnindonesia.com, 4/3/2021).
Seruan untuk membenci produk luar negeri ini tidak diimbangi dengan adanya rencana yang sungguh-sungguh dalam memandirikan kemampuan dalam negeri. Tak ada kebijakan pasti yang dibuat untuk mendukung pengembangan produk dalam negeri. Juga faktanya, impor masih terus dilakukan dengan alasan digunakan untuk cadangan.
Cita-cita memandirikan kemampuan dalam negeri menjadi sulit dilakukan bahkan mustahil Ketika negara masih menganut system kapitalisme, maka keuntungan hanya ditujukan pada para kapitalis yang mana itu adalah pemilik modal. Rakyat hanyalah nomor kesekian. System ini hanya focus pada perekonomian pasar bebas dan perdagangan bebas. Kebijakan impor yang diambil bukan untuk memajukan perekonomian dalam negeri, tetapi sejatinya hanyalah membuat pelaku usaha yakni rakyat semakin tertindas.
Tentu berbeda dengan system Islam yaitu Khilafah. Khilafah menjamin sehatnya persaingan usaha, yang mana pedagang dilarang melakukan penipuan, penimbunan dan menjual barang haram dalam berdagang. Negara juga membebaskan rakyat dalam berinovasi dalam usaha, mengembangkan bisnis selama tidak melanggar ketentuan yang ada.
Pedagang yang ada di dalam negara Khilafah sejatinya boleh melakukan ekspor impor tetapi pada komoditi tertentu yang apabila dilakukan ekspor impor dapat menibulkan dampak negative, maka ekspor impor pada komiditi ini saja yang haram dilakukan. Pedagang juga dilarang melakukan ekspor impor dengan negara yang sedang perang dengan Khilafah. Karena dengan adanya kegiatan ekspor impor tersebut dapat memberikan keuntungan terhadap negara tersebut.
Khilafah menetapkan regulasi-regulasi terkait impor agar tidak menjadi jalan menguasai muslim. Pedagang dari negara kafir yang terkait perjanjian dengan Khilafah (kafir muahid) diperlakukan dalam hubungan perdagangan luar negeri sesuai denga nisi perjanjian. Isi perjanjian tersebut dirancang agar tidak merugikan khilafah.
0 Komentar