Oleh : Wina Apriani
Saat pandemi covid19 belum juga selesai di negeri ini. Tak ketingalan termasuk hal yang sama dengan kasus covid di daerah Sumedang, memiliki kenaikan setiap harinya malah di kota lain semakin banyak kasusnya. Maka dari sinilah membuat pemerintah kita menggencarkan berbagai solusi. Termasuk salah satu solusinya dengan vaksin yang akan dilaksanakan diseluruh Indonesia.
Tak ketinggalan dengan kota tahu Sumedang ini, juga menerima 7000 dosis vaksin COVID-19, yang rencananya akan digunakan bagi 3500 tenaga kesehatan. Untuk itu, pihaknya memberi waktu kepada pihak RSUD Sumedang untuk menyelesaikan penyuntikan vaksin bagi tenaga kesehatan hingga besok. Dengan vaksin ini pun hampir 100 Persen Tenaga Kesehatan Sudah melakukan Vaksinasi Corona. Vaksinasi sendiri dilakukan tahap pertama terhadap tenaga kesehatan hal tersebut seperti diungkapkan Wakil bupati, Sumedang Erwan Setiawan. Beliau menambahkan, jika semua tenaga kesehatan sudah divaksin, nantinya akan dilanjutkan bagi masyarakat yang rentan terpapar COVID-19. Salah satunya mereka yang sering berinteraksi dengan banyak orang. "Jika nakes sudah divaksin, Insya Allah pada Minggu ketiga (Februari) sudah bisa dilaksanakan vaksinasi kepada masyarakat," ucap Erwan.
Membahas Terkait rencana vaksin yang sudah dilakukan di beberapa daerah kepada aparat kesehatan. Maupun kepada masyarakat nantinya apakah akan bisa mengurangi kenaikan penyebaran covid dengan vaksin buatan ini. Seharusnya kita paham betul vaksin ini Apakah betul akan akan menyelesaikan virus Covid seperti yang digadang-gadangkan pemerintah di sistem kapitalisme sekarang.
Fakta yg terjadi saat ini hampir tenaga medis di Indonesia sudah melakukan vaksin tapi nyatanya vaksin tidak memberikan pengaruh tertentu terhadap penyebaran virus Corona. Apalagi sekarang total sudah ada tiga juta dosis vaksin Covid-19 dari Sinovac di Indonesia yang sedang menunggu emergency used authorization (EUA) dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) untuk digunakan dalam program vaksinasi (nasional.kontan.co.id, 03/01/2021).
Selain itu pula kabarnya Vaksinasi Covid-19 dijadwalkan sebelumnya sudah dimulai pertengahan Januari 2021 dan dibagi dua periode, di mana tenaga kesehatan dan lansia menjadi prioritas. Seperti yang disampaikan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, vaksinasi Covid-19 akan rampung dalam 15 bulan atau selesai pada Maret 2022 mendatang. Pihaknya menargetkan penerima vaksin sampai periode tersebut bisa mencapai 181,5 juta orang yaitu sekitar 67-70 persen penduduk Indonesia.
Sama Hal tersebut dilakukan untuk memunculkan herd immunity atau kekebalan kelompok terhadap virus corona. Untuk mencapai target herd immunity, pemerintah menyiapkan 426 juta dosis vaksin (tribunnews.com, 04/01/2021).
Pakar epidemiologi Griffith University, Dicky Budiman menyebut situasi pandemi Covid-19 di Indonesia saat ini akan memasuki masa kritis. Menurutnya, kondisi Indonesia saat ini dan dalam 3 sampai 6 bulan ke depan memasuki masa kritis, mengingat semua indikator termasuk angka kematian semakin meningkat. Dicky mengatakan ada pemahaman yang keliru jika masyarakat mengira dengan adanya vaksin semua akan selesai. Sebab vaksin bukan solusi ajaib, melainkan hanya salah satu cara membangun kekebalan individual dan perlindungan masyarakat. Ia menyebut berdasarkan data sejarah sejauh ini tidak ada pandemi yang selesai dengan vaksin. Ia mencontohkan pandemi cacar, walau sudah ada vaksin, selesainya dalam 200 tahun. Kemudian polio baru selesai dalam 50 tahun. Covid-19 pun sama, bukan berarti setelah disuntikkan langsung hilang. Perlu bertahun-tahun untuk mencapai tujuan herd immunity (tirto.id, 02/01/2021). Ketika ada masyarakat yang memandang, persoalan covid jawabannya dengan vaksin .Maka jawaban itu keliru sebetulnya harus kita ketahui bahwa vaksin ini bukan termasuk salah satu solusi untuk menyelesaikan covid. Nyatanya ada solusi dari Islam yang jauh lebih baik ketika sudut pandang Islam dijadikan sebagai pedoman hidup manusia secara menyeluruh (kaffah) memiliki solusi untuk masalah kehidupan kita, bukan cuma mengurusi masalah ibadah ritual (ibadah mahdhah). Dalam mengatasi masalah pandemi penyakit menular, Islam juga memberikan jalan keluar sebagai berikut :
Pertama, sejak awal sebelum sebuah penyakit mewabah dan menyebar tak terkendali, Islam mengajarkan untuk melakukan karantina. Dulu di zaman Rasulullah Saw. masih hidup, terjadi wabah pes dan lepra. Saat itu Rasulullah Saw. melarang umatnya untuk memasuki daerah yang terkena wabah, apakah itu pes, lepra, maupun penyakit menular lain.
Rasulullah Saw. bersabda, “Jika kalian mendengar tentang wabah-wabah di suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Tetapi jika terjadi wabah di suatu tempat kalian berada, maka janganlah kalian meninggalkan tempat itu.” (HR Bukhari dan Muslim).
Karena ini merupakan metode karantina yang telah diperintahkan Rasulullah Saw. untuk mencegah wabah tersebut menjalar ke negara-negara lain. Untuk memastikan perintah tersebut dilaksanakan, Nabi Muhammad mendirikan tembok di sekitar daerah yang terjangkit wabah dan menjanjikan mereka yang bersabar dan tinggal akan mendapatkan pahala sebagai mujahid di jalan Allah, sedangkan mereka yang melarikan diri dari daerah tersebut diancam malapetaka dan kebinasaan. Peringatan kehati-hatian pada penyakit lepra juga dikenal luas pada masa hidup Nabi Muhammad Saw.. Rasulullah menasihati masyarakat agar menghindari penyakit lepra. Dari hadis Abu Hurairah, Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Jauhilah orang yang terkena lepra, seperti kamu menjauhi singa.”
Kedua, Islam memberikan panduan untuk senantiasa disiplin melakukan 3T (testing, tracing, and treatment) dan 3M (mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak) sebagaimana jamak kita ketahui. Aksi 3T hendaknya dilakukan otoritas terkait untuk melakukan pengujian, pelacakan, kemudian tindakan pengobatan atau perawatan kepada orang yang terpapar Covid-19.
Maka karena itu sebagai sebuah sistem kehidupan yang syariatnya diterapkan institusi negara, Islam mengatur penanganan orang sakit yang terpapar virus menular agar tidak menulari orang yang sehat. Di zaman Rasulullah Saw., jikalau ada sebuah daerah atau komunitas terjangkit penyakit tha’un, Rasulullah Saw. memerintahkan untuk mengisolasi atau mengarantina para penderitanya di tempat isolasi khusus, jauh dari pemukiman penduduk.
Ketika diisolasi, penderita diperiksa secara detail, kemudian dilakukan langkah-langkah pengobatan dengan pantauan ketat. Para penderita baru boleh meninggalkan ruang isolasi ketika dinyatakan sudah sembuh total. Tha’un sebagaimana disabdakan Rasulullah Saw. adalah wabah penyakit menular yang mematikan, penyebabnya berasal dari bakteri Pasteurella pestis [sekarang disebut Yersinia pestis] yang menyerang tubuh manusia.
Jika umat muslim menghadapi hal ini, dalam sebuah hadis disebutkan janji surga dan pahala yang besar bagi siapa saja yang bersabar ketika menghadapi wabah penyakit.
الطَّاعُونُ Ø´َÙ‡َادَØ©ٌ Ù„ِÙƒُÙ„ِّ Ù…ُسْÙ„ِÙ…ٍ
“Kematian karena wabah adalah surga bagi tiap muslim (yang meninggal karenanya).” (HR Bukhari)
Terjadi di Masa Khalifah Umar bin Khaththab ra. Gambaran sistem Islam mencegah penyebaran penyakit menular juga terjadi ketika masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khaththab ra., wabah kolera menyerang Negeri Syam. Khalifah Umar bersama rombongan yang saat itu dalam perjalanan menuju Syam, terpaksa menghentikan perjalanannya. Umar pun meminta pendapat kaum Muhajirin dan kaum Anshar untuk memilih melanjutkan perjalanan atau kembali ke Madinah. Sebagian dari mereka berpendapat untuk tetap melanjutkan perjalanan dan sebagian lagi berpendapat untuk membatalkan perjalanan. Umar pun kemudian meminta pendapat sesepuh Quraisy yang kemudian menyarankan agar Khalifah tidak melanjutkan perjalanan menuju kota yang sedang diserang wabah penyakit.
“Menurut kami, engkau beserta orang-orang yang bersamamu sebaiknya kembali ke Madinah dan janganlah engkau bawa mereka ke tempat yang terjangkit penyakit itu,” ujar sesepuh Quraisy. Namun di antara rombongan, Abu Ubaidah bin Jarrah masih menyangsikan keputusan Khalifah. “Kenapa engkau melarikan diri dari ketentuan Allah?” ujarnya. Umar pun menjawab, bahwa apa yang dilakukannya bukanlah melarikan diri dari ketentuan Allah melainkan untuk menuju ketentuan-Nya yang lain.
Keputusan untuk tidak melanjutkan perjalanan pun semakin yakin saat mendapatkan informasi dari Abdurrahman bin Auf ra. bahwa suatu ketika Rasulullah melarang seseorang untuk memasuki suatu wilayah yang terkena wabah penyakit.
Begitu pun masyarakat yang terkena wabah tersebut untuk tidak meninggalkan atau keluar dari wilayahnya. Ini merupakan cara mengisolasi agar wabah penyakit tersebut tidak menular ke daerah lain. Negeri Syam kala itu sekitar tahun 18 Hijriah, diterjang wabah qu’ash. Wabah tersebut menelan korban jiwa sebanyak 25 ribu kaum muslimin (republika.co.id, 26/01/2020).
Sudah jelas sekali dua solusi dari Islam yang seharusnya dioptimalkan sembari pemerintah mengupayakan pengadaan vaksin yang benar-benar aman, halal, efektif, dan efisien. Bukan malah mengandalkan vaksinasi sebagai satu-satunya solusi ajaib, dan cenderung meremehkan upaya lain yang sebenarnya juga penting dan genting untuk menghentikan penularan virus Covid-19. Solusi dari Islam itu hanya bisa diwujudkan melalui penerapan syariah Islam di bawah sistem Khilafah ala minhaj an-nubuwwah menjadi keniscayaan. Itulah yang semestinya sesegera mungkin diwujudkan oleh seluruh kaum Muslim
Wallah alam bi ash Shawab []
0 Komentar