Oleh : Fani Ratu Rahmani (Aktivis dakwah dan Pendidik)
Sebagai bangsa yang masyarakatnya amat majemuk dengan keragaman agama, suku, hingga tradisi, ada sebuah anggapan bahwa penyebab gesekan sosial yang kerap kali terjadi di masyarakat adalah perbedaan cara pandang masalah keagamaan. Ini disebut mengganggu suasana rukun dan damai yang diidam-idamkan bersama.
Melihat fakta ini, pemerintah mengambil jalan bahwa solusi agar gesekan ini tidak terus-menerus terjadi adalah dengan membangun paradigma berfikir yang moderat terhadap agama. Moderasi bermakna tidak berlebih-lebihan atau berada di tengah-tengah. Moderasi disandingkan dengan kata beragama, menjadi moderasi beragama, istilah ini berarti merujuk pada sikap mengurangi kekerasan, atau menghindari keekstreman dalam cara pandang, sikap, dan praktik beragama.
Moderasi beragama dianggap sebagai model terbaik membangun kerukunan dalam keberagaman agama di negeri ini.
Wapres menekankan agar sikap moderat dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara karena sangat dibutuhkan bagi bangsa Indonesia yang majemuk dengan berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. (Sumber : Tribun News)
Moderasi di tengah anak muda pun dianggap penting untuk terus disuarakan. Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengajak para pemuda memanfaatkan dan memaksimalkan keberadaan media sosial (medsos) untuk menyiarkan moderasi beragama dalam upaya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Dia menerangkan cara tersebut merupakan upaya yang dapat dilakukan para pemuda dalam moderasi atau meninjau dan meluruskan kembali penerapan nilai-nilai beragama jika ada yang bias di tengah masyarakat. (Sumber : Antara News)
Di bidang pendidikan pun narasi moderasi juga diaruskan. Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi ingin mata Pelajaran Agama Islam (PAI) dapat menjadi instrumen kegiatan yang dapat mengurangi kekerasan. Dia tidak ingin ada soal-soal dalam PAI yang bertentangan dengan moderasi beragama. (Sumber : detik.com)
Senada pula dengan pesan moderasi yang disampaikan oleh Gubernur Kaltim. Tiga pesan yang disampaikan Gubernur Isran Noor menjadi poin penting bagi jajaran Kanwil Kemenag Kaltim. Salah satunya adalah penguatan ukhuwah moderasi beragama dan membangun penguatan ukhuwah wathaniyah atau saudara sebangsa dan tanah air walaupun tak seagama dan suku. (Sumber : website resmi provinsi Kaltim)
Di saat pemerintah berusaha mengaruskan mengenai moderasi beragama, labelisasi terhadap Islam pun terus dikentalkan. Islam ekstrem, Islam garis keras, Islam radikal, hingga Islam teroris menjadi 'jualan' jajaran pemerintah kala membahas moderasi. Dengan dalih bahwa akibat adanya umat Islam yang dilabeli ekstrim, kondisi negeri semakin runyam tanpa kedamaian.
Labelisasi terhadap Islam kian menonjolkan bahwa berislam non moderat adalah hal yang buruk. Kala umat Islam memberikan cara pandang shahih di tengah masyarakat, justru dipandang bahaya. Hingga hal ini berujung pada polarisasi di tengah-tengah umat. Ada pengkotak-kotakkan di tengah umat islam. Dan berujung pada benturan antara moderat dan non moderat.
Ketika umat Islam sudah menampakkan polarisasi, lantas siapa yang turut bahagia? Pastinya adalah musuh-musuh Islam. Persatuan umat adalah mimpi buruk bagi para musuh, perpecahan umat adalah angin segar bagi mereka. Ketika Islam senantiasa didiskreditkan buruk, ini menjadi celah bagi musuh Islam untuk menghadirkan pembelokan terhadap syariah dan menjalankan strategi devide et impera atau strategi belah bambu, ada yang diangkat dan ada yang diinjak.
Sehingga kita tidak perlu heran bahwa pengelompokkan umat Islam ini sudah didesain oleh kafir barat atas umat Islam. Rand Corporation, sebuah lembaga think tank Amerika Serikat telah menyusun rancangan global untuk menderaskan moderasi Islam dan labelisasi terhadap umat. Akan kita jumpai istilah Islam fundamentalis, liberalis, tradisionalis dan moderat. Dan busur panah mengarah pada Islam fundamentalis yang dianggap mengancam eksistensi ideologi milik barat, yakni kapitalisme.
Moderasi Islam pun tanpa disadari adalah buah pikir barat untuk mengkompromikan antara Islam dengan ide-ide mereka. Hal ini mengaburkan umat akan aqidah dan syariah Islam itu sendiri. Yang terjadi umat Islam beraqidah sekuler dan banyak syariah Islam yang telah dibelokkan dan diberi bumbu sesuai kemauan musuh-musuh Islam. Seperti ide pluralisme berkedok toleransi, ide demokrasi berkedok musyawarah untuk mufakat, ide liberalisme berkedok hak asasi manusia.
Lantas, apakah pemerintah tidak menyadari hal ini? Bisa dikatakan bahwa ini tidak disadari karena kian samarnya umat Islam terhadap agamanya sendiri. Sekulerisasi Islam sudah satu abad terjadi, adalah kewajaran pemerintah dan masyarakat tidak mampu melihat secara jernih strategi barat ini. Yang terjadi, hanya ikut arus moderasi dengan itikad ingin hidup lebih damai.
Dan perlu dipahami, bahwa barat bukan hanya sekadar jualan narasi moderasi. Moderasi Islam ini juga dengan maksud memperkokoh sistem yang ada. Ide-ide barat diharapkan tetap eksis dalam benak kaum muslim. Dan penguasanya tetap tunduk sebagai pengikut dari ideologi yang diterapkan saat ini. Beginilah model kepemimpinan yang berinduk pada kapitalisme.
Apabila kondisi ini terus dibiarkan maka akan terjadi alienasi terhadap syariah, artinya Islam semakin asing bagi umat. Alergi terhadap syariah atau islamophobia akan terus meningkat. Dan ketika ada seruan untuk kembali pada syariah, taat secara kaffah, maka akan timbul penolakan dan permusuhan dari umat Islam sendiri. Inilah yang akan menghalangi kebangkitan umat Islam, tatkala umat teralihkan dari syariah.
Oleh sebab itu, umat Islam seharusnya menolak moderasi beragama, membuang jauh ide Islam moderat. Kita seharusnya tidak terpengaruh dengan narasi dan labelisasi yang sejatinya ingin memecah belah umat. Ini adalah strategi kuffar yang harus dilawan. Dan perlawanan umat Islam harus dengan perjuangan pula, menyerang ide bathil dengan ide yang shahih.
Kaum muslim harus melawannya dengan berusaha memperjuangkan Islam, mengembalikan kehidupan manusia pada pangkuan Islam. Kita harus berada di jalan dakwah untuk tegaknya syariah dan khilafah. Saat kita berusaha membangun aqidah yang kokoh dan mencerdaskan umat tentang syariah, di saat yang sama pula kita harus membongkar beragam strategi antara kuffar dan ikut andilnya penguasa muslim di dalamnya. Hingga umat semakin jernih melihat kerusakan yang ada dan terdorong untuk mengubahnya. Sebagaimana firman Allah dalam surah Ar ra'du ayat 13, bahwa kondisi ini tidak akan berubah tanpa kita yang berusaha mengubahnya.
Wallahu a'lam bish shawab.
0 Komentar