Predatory Pricing dan Peran Qodhi Muhtasib dalam Mengontrol Penjual

Oleh : Kanti Rahmillah, M.Si

Pemerintah melalui Kementrian Perdagangan (Kemendag) berencana menertibkan predatory pricing pada e-commerce. Sebagai salah satu pemain terbesar di industry e-commerce Indonesia, Shopee, menyatakan bakal mengikuti aturan yang diterbitkan pemerintah.

Hal tersebut diungkap setelah tagar shopee bunuh UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) menjadi tranding topic di twitter. Para netizen beramai-ramai menggunakan tagar ini sebagai bentuk protesnya terhadap produk China yang dinilai terlalu murah, sehingga produk lokal Indonesia kalah bersaing.

Salah satu kecurangan dalam kehidupan bisnis terdapat dalam hal pelanggaran persaingan usaha. Berdasarkan pengalaman lembaga otoritas pengawas persaingan usaha di berbagai negara, perkara predatory pricing tergolong lebih sedikit dibandingkan dengan perkara lain, seperti kartel. Khusus di Indonesia, putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait predatory pricing baru ada satu kali sepanjang hampir 21 tahun lembaga ini hadir di Indonesia. (bisnisindonesia.com, 19/3/2021)

Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin, telah memiliki aturan yang komprehensif terkait seluruh hal yang berkenaan dengan pengaturan hidup manusia. Termasuk pengaturan perdagangan yang terjadi di pasar. Pembeli dan penjual harus sama-sama memperhatikan syariat, agar terwujud keadilan pasar yang pada gilirannya akan meningkatkan perekonomian suatu negara.

Oleh karena itu, agar perdagangan dapat berjalan dengan adil, maka islam telah mentetapkan Qodhi Muhtasib sebagai pihak yang mengontrol berjalannya pasar. Agar keadilan pasar terus dirasakan  oleh pembeli dan penjual.

Qodhi Muhtasib akan terus mengontrol penjual agar tidak terjadi problem predatory pricing. Apa saja peran Qodhi Muhtasib dalam mengontrol perilaku penjual:

Pertama, Larangan riba 

“Orang-orang yanag makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata-kata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan  jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS Al Baqoroh :275)

Riba menurut istilah yaitu “setiap tambahan bagi salah satu pihak yang berakad dalam akad pertukaran, tanpa ada pengganti, atau riba adalah tambahan sebagai pengganti dari waktu”. (Abdul Aziz al-khayyath, Asy-syarikat, 2/168)

Dari definisi di atas maka riba dapat dikelompokan menjadi 2 macam yaitu Riba fadhl dan riba nasi’ah. Riba Fadhl adalah setiap tambahan bagi salah satu pihak yang berakad dalam akad pertukaran, tanpa ada pengganti. Sedangkan Riba nasi’ah adalah tambahan sebagai pengganti waktu

Kedua, Larangan Ghaban Fahisy

Ghaban fahisy adalah penipuan dengan cara menaikan harga barang secara keji (jauh lebih tinggi dari harga pasar), sementara pihak pembeli tidak mengetahui harga pasar. Saat ini banyak terjadi di MLM.

Ghoban Fahisy pun bukan hanya menaikan harga barang dengan keji. Praktek predatory pricing adalah ghaban fahisy juga, yaitu menurunkan harga barang dengan sangat keji. Seperti praktek “bakar uang” yang dilakukan para e-commerce agar bisa menurunkan harga jauh di bawah harga pasar. Praktek ini mematikan pelaku usaha yang lainnya.

bahwasannya ada seorang laki-laki menyampaikan kepada Nabi SAW, bahwa dia telah menipu dalam jual beli, maka beliau bersabda: “apabila kamu menjual, maka katakanlah:’Tidak ada penipuan’.” (HR Bukhori)

apabila engkau menjual, maka katakanlah: ‘Tidak ada penipuan’. Kemudian dalam setiap menjual, engkau harus memberikan pilihan hingga tiga malam. Apabila engkau ridla, maka ambilah. Apabila engkau marah (tidak ridha), maka kembalikanlah pada pemiliknya”. (HR Imam Daruqunthi)

Maka pihak yang tertipu diberi dua pilihan, yaitu ridha terhadap transaksi tersebut atau dikembalikan pada penjualnya (pemiliknya).

Ketiga, Larangan ihtikar (penimbunan)

Ihtikar atau penimbunan adalah mengumpulkan barang dengan menunggu waktu naiknya harga barang tersebut, sehingga bisa menjual dengan harga yang tinggi, sementara masyarakat sulit menjangkau harganya. Hal demikian pasti merusak harga. Oleh karenanya harus dihilangkan, karena islam melindungi konsumen dan produsen secara bersamaan. Yaitu dengan menjaga agar terbentuknya harga semata dari Supply dan demand.

“Rasulullah SAW telah melarang penimbunan makanan”

Dari Rasulullah SAW,beliau bersabda: “Tidak akan melakukan penimbunan kecuali orang yang bersalah” (HR. Muslim)

Keempat, Larangan Tadlis (penipuan)

Tadlis atau penipuan dalam jual beli dengan cara menyembunyikan cacat barang dagangannya. Bedanya dengan ghoban fahisy, jika ghoban fahisy menipu dengan menutup informasi pasar. Tadlis menipu dengan menyembunyikan cacat barang.

saya mendengar Rasulullah SAW bersabda “seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain. Dan tidak halal bagi seseorang untuk menjual barang saudaranya, sementara di dalamnya terdapat cacat, selain dia menjelaskan cacat tersebut kepadanya” (HR Ibnu Majah)

pembeli dan penjual itu boleh memilih, selama keduanya belum berpisah. Apabila keduanya jujur dan sama-sama menjelaskan cacatnya, maka keduanya diberkahi dalam jual belinya. Apabila keduanya menyembunyikan (cacatnya) dan berdusta, maka barokah jual belinya akan dicabut” (HR Bukhari)

Apabila penipuan tersebut terjadi, maka bagi pihak yang tertipu boleh memilih, apakah membatalkan transaksinya atau meneruskannya.

Kelima, Larangan Bai’ Najasy

Bai’ najasy adalah menjual barang dengan cara melakukan penipuan atau pengelabuan terhadap pembeli. Bay’najasy dilakukan ketika ada pembeli yang menawar barang dagangannya, maka akan datang temannya yang sudah bekerjasama dengan penjual untuk menawar barang tersebut dengan harga lebih tinggi, dengan tujuan agar barang dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi.

janganlah kalian saling bersaing dalam penawaran barang (untuk tujuan menipu) (HR Al Bukhori)

Inilah peran qhodi muhtasib yang akan mengontrol berjalannya pasar. Sehingga keadilan pasar akan benar-benar terealisir. Dan sungguh, aturan ini hanya akan kita temui dalam sistem pemerintahan khilafah islamiyah.

Posting Komentar

0 Komentar