Oleh: Ayu Susanti, S.Pd
Anak adalah pelita harapan bagi setiap orangtua. Hampir Sebagian besar orangtua tentu sangat memimimpikan seorang anak yang bisa berguna untuk bangsa, agama dan negara serta bisa berprestasi, cerdas dan bertakwa. Tapi apa jadinya jika masa depan anak terenggut karena terlibat prostitusi anak?
Polisi turut mengamankan 15 anak di bawah umur saat menggerebek hotel milik artis Cynthiara Alona yang disebut dijadikan lokasi prostitusi online. Saat ini, belasan anak itu telah dititipkan ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan Balai Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Handayani di bawah naungan Kementerian Sosial. "Korban ada 15 orang, semuanya anak di bawah umur, rata-rata umur 14 sampai 16 tahun. Ini yang jadi korban," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus di Polda Metro Jaya, Jumat (19/3). (https://www.cnnindonesia.com/, 19/03/2021).
Sungguh sangat miris. Fakta perzinaan di negeri ini ternyata masih tidak bisa terbendung. Bahkan melibatkan anak-anak yang seharusnya mereka tempatnya di bangku sekolah untuk menuntut ilmu dan menjadi generasi penerus bangsa yang berkualitas.
Tentu kasus ini membuat banyak pihak yang geram, gelisah, marah dan berbagai perasaan lainnya. Campur aduk menjadi satu. Bahkan salah satu warga di sekitar lokasi tempat prostitusi tersebut merasakan hal yang sama.
Lega bukan main. Itu yang dirasakan Nurdin (bukan nama sebenarnya) ketika melihat bangunan bertingkat dengan dinding putih merah yang ia kenal betul terpampang di layar kaca.
Nurdin, yang sehari-hari bekerja sebagai tukang bangunan sekaligus tukang kebun, pernah sekali diminta membantu memperbaiki dinding pada bangunan itu.Tapi yang melekat pada pikirannya ketika melihat Hotel Alona bukan masa-masa ketika dia bekerja di situ. Sudah hampir dua tahun Nurdin mengaku menyimpan amarah dan kegelisahan. Dia sudah tahu hotel yang dimiliki selebritis Cynthiara Alona itu dipakai untuk praktek prostitusi online yang melibatkan perempuan dibawah umur. "Jiwa saya berontak. Dari dulu saya ingin ngumpulin teman-teman. Ayo kita gerebek bareng-bareng atau kita cari kekuatan (untuk menghentikan kegiatan prostitusi itu)," ceritanya dengan menggebu-gebu ketika bertemu CNNIndonesia.com, Jumat (19/3). (https://www.cnnindonesia.com/, 20/03/2021).
Tentu tidak sedikit juga masyarakat lain yang masih punya hati nurani yang masih marah saat melihat suatu kemaksiatan terjadi di suatu wilayah. Namun sayang, kemarahan warga hanya sekedar bentuk ungkapan marah, gelisah, kecewa dan lain sebagainya saja. Karena mereka tidak begitu memiliki cukup kekuasaan untuk menghentikan tindak kemaksiatan ini. Warga biasa tak punya kekuatan yang cukup untuk melahirkan kebijakan agar bisa menghentikan tindakan perzinaan termasuk prostitusi yang melibatkan anak-anak dibawah umur.
Kasus-kasus ini akan selalu terus berulang jika suatu negeri masih “menghalalkan” secara tidak langsung perzinaan dan berbagai kemaksiatan yang lain. Dan bisa jadi deretan kasus serupa akan kembali terjadi lagi jika suatu negeri masih menggunakan aturan sekulerisme yakni aturan yang memisahkan antara agama dan kehidupan. Tidak lagi mengindahkan aturan agama dalam mengatur sistem kehidupan.
Dalam sekulerisme, semua serba bebas, serba boleh bahkan termasuk berzina sesuka hati. Melayani para lelaki hidung belang dan mengikuti nafsu syahwat belaka. Masyarakat yang terbiasa dengan pemikiran sekulerisme, sudah terbiasa jika standar perbuatan yang dipakai bukan lagi halal haram, tapi menguntungkan ataukah tidak. Bisa memuaskan syahwat ataukah tidak. Ditambah suatu negeri yang menerapkan hukum sekulerisme tentu tidak akan begitu mempermasalahkan jika ada yang melakukan perzinaan atas dasar suka sama suka. Tidak memiliki hukum yang bisa memberikan efek jera kepada pelaku prostitusi termasuk hukuman bagi para mucikari yang ada dibelakang prostitusi tersebut. Kalaupun dijerat hukum, namun nyatanya praktek di lapangan, kasus serupa tetap masih menjamur dan tidak begitu memberikan efek jera atau merasa bersalah pada si pelaku.
Miris. Di negeri zamrud khatulistiwa yang katanya sebagian besar penduduknya adalah muslim, tapi tindakan kemaksiatan masih merajalela. Banyak sekali perbuatan yang mengundang murka Allah. Padahal Allah jelas-jelas sudah memberikan peringatan kepada kita semua untuk menjauhi yang Namanya sebuah perzinaan.
“Apabila perbuatan zina dan riba sudah terang-terangan di suatu negeri, maka penduduk negeri itu telah rela terhadap datangnya adzab Allah untuk diri mereka.“ (HR. Hakim)
Dalam hadits diatas sudah sangat jelas betapa Allah tidak menyukai perbuatan haram tersebut. Maka masihkah kita rela membiarkan kemaksiatan ini terus terjadi dan menyebar luas?
Di ayat Al-Qur’an, Allah pun sudah melarang dengan tegas untuk tidak mendekati zina.
“Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra:32).
Kita adalah manusia yang Allah ciptakan untuk beribadah dan menghambakan diri sepenuhnya kepada Allah. Kita harus tunduk dan patuh kepada aturan Allah seluruhnya. Karena Islam turun sebagai aturan untuk mengatur kehidupan manusia agar selamat dunia dan akhirat.
Dalam Islam, tentu prostitusi dan bentuk perzinaan yang lain akan diberantas dengan penerapan hukum Islam secara totalitas. Jikalau ada yang berzina, maka akan diberikan hukuman yang bisa memberikan efek jera. Pemerintah pun berperan untuk menjaga kehormatan warga negaranya dan senantiasa menjaga suasana keimanan rakyatnya agar tidak mudah terjerumus pada lubang kemaksiatan.
Oleh karena itu, jika kita ingin terhindar dari murka Allah, maka kita harus segera kembali kepada aturan Allah.
Wallahu’alam bi-showab.
0 Komentar