Virus Corona Bermutasi, Nyawa Rakyat Terus Terancam

Oleh : Hanin Syahidah

Belum usai pandemi virus Covid-19 dari Wuhan China, kini ditemukan lagi varian virus corona B117 yang mutasi pertamanya ditemukan di Inggris dan telah menyebar ke seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Mirisnya, dalam sebuah studi menunjukkan bahwa varian baru virus Corona ini lebih mematikan dibanding Covid-19. (kompas.com, 11/3/2021)

Namun, seperti yang sebelum-sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta masyarakat tak khawatir dengan keberadaan mutasi virus corona B117 yang sudah terdeteksi masuk ke Indonesia. Ia mengklaim varian virus ini tak lebih berbahaya dari sebelumnya. Apalagi 2 orang pembawa virus tersebut sudah terkonfirmasi negatif dan sembuh sekarang. (kompas.com, 4/3/2021)

Sementara itu, Ahli Epidemiologi dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mengaku tidak terkejut dengan penemuan strain baru virus corona asal Inggris B117 di Indonesia yang lebih cepat penularannya dan 30% lebih cepat menyebabkan kematian. Ia sudah menduga hal ini akan terjadi dari sejak tahun lalu. Bahkan ia yakin, B117 tersebut sudah tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.

Wajar jika Ahli Epidemiologi berpendapat demikian. Pasalnya, selama ini 3T yang harusnya dikawal ketat oleh pemerintah tidak optimal. Sebut saja, kedatangan wisatawan asing ke Indonesia masih terus dibuka, bahkan terus ditingkatkan guna memulihkan sektor pariwisata. Tercatat sampai per 20 Maret 2021, terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia mencapai 1,450,132 juta jiwa (covid19.go.id)

Kurva pandemi masih terus melaju, virus Corona terus bermutasi. Sayangnya, laju wisatawan terus digeliatkan guna mendongkrak pertumbuhan ekonomi negara. Sementara, jutaan rakyat jadi ancaman, kematian mengintai di depan mata. Miris, bagaimana mungkin jiwa jutaan rakyat terancam demi menggeliatkan pertumbuhan ekonomi. Lalu-lalang wisatawan keluar-masuk Indonesia dengan serangkaian tes pun tak jadi jaminan bersih dari virus. Apalagi fakta di lapangan, surat bebas dari virus bisa diperjualbelikan.  

Upaya menekan penyebaran virus Covid-19 dengan adanya vaksinasi ataupun PPKM mikro seakan kontraproduktif dengan berbagai kebijakan yang dicanangkan pemerintah. Ahli Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Dr dr M Atoillah Isfandi MKes menilai PPKM adalah kebijakan PSBB setengah hati, yang penting ada kebijakan pembatasan mobilitas masyarakat, tetapi kenyataan di lapangan implementasi tidak jelas dan tidak tegas, lanjut ke PPKM mikro pun sama. (detikNews.com,9/2/2021)

Alhasil, rakyat pun terpaksa hidup berdampingan dengan virus Covid-19. Urusan perut menjadi urusan genting, kekhawatiran akan terpapar itu urusan ke sekian. Karena, siapa yang menjamin keroncongnya perut anak istri mereka? Bansos dari pemerintah pun faktanya tak layak untuk dikonsumsi. Karena banyaknya pangkas sana pangkas sini dan berakhir di mega korupsi. 


Kapitalisme, Nyawa Pertimbangan ke Sekian

Begitulah karakteristik Kapitalisme, nyawa manusia menjadi opsi ke sekian setelah pertimbangan untung-rugi. Geliat pariwisata terus ditingkatkan, bukan isolasi yang dicanangkan. Sebenarnya sejak awal harusnya kebijakan karantina wilayah (lockdown) total dengan pembatasan pergerakan orang di dalam negeri dan menutup kedatangan orang luar masuk ke dalam negeri dilakukan. Ketika masa lockdown terjadi, negara mencukupi semua kebutuhan rakyat yang dikarantina. Sebagaimana Islam secara paripurna telah memberi peringatan ketika terjadi wabah, Rasulullah saw bersabda: “Apabila kalian mendengar wabah di suatu tempat, maka janganlah memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu berada di tempat itu, maka janganlah keluar darinya.” (HR Muslim). 

Dukungan negara ini harus diupayakan maksimal di antaranya kelengkapan farmasi, fasilitas kesehatan yang berkualitas dan gratis, tenaga kesehatan yang mumpuni, dukungan logistik, obat-obatan terbaik termasuk mendorong kemajuan teknologi kesehatan di dalam negeri yang diperlukan. Semua pembiayaannya dari kas negara yang salah satunya bersumber dari pengelolaan kekayaan alam negeri yang langsung dikelola negara bukan dikelola asing atau swasta. Beserta sumber-sumber lainnya, semisal 'usyr, kharaj, jizyah bahkan ghanimah.

Semua itu bisa dilakukan jika negara memosisikan dirinya sebagai pengurus urusan rakyatnya dan bertanggung jawab penuh melayani rakyatnya. Bukan sebagai penguasa yang hanya menjadi jalan bagi swasta atau negara asing. Akhirnya hanya dengan Islam-lah semua bisa diselesaikan. Dengan menerapkan syariat Islam secara kaaffah dalam bingkai khilafah yang menerapkan syariat Islam di semua bidang kehidupan. 

"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (TQS. Al-a'raf: 96)

Wallahu a'lam bi ash-shawab

Posting Komentar

0 Komentar