Demokrasi Melahirkan Ketidakadilan dan Kepongahan yang Nyata

Oleh : Luluk Kiftiyah, S.Kom (Akademi Menulis Kreatif dan Pebisnis Online)

Nabi Muhammad saw pernah berpesan, "Sehari seorang pemimpin yang adil lebih utama daripada beribadah 60 tahun, dan satu hukum ditegakkan di bumi akan dijumpainya lebih bersih daripada hujan 40 hari." (HR Thabrani, Bukhari, Muslim, dan Imam Ishaq)

Hadis tersebut menjelaskan pentingnya menjadi pemimpin yang adil. Dengan keadilan, kesejahteraan masyarakat akan terwujud. Namun sayangnya, keadilan di negeri tercinta ini jauh panggang dari api. Belum nampak keadilan itu dipertontonkan di negeri ini, yang ada hanyalah kepongahan diskriminasi dalam demokrasi. 

Kita lihat saja baru kemarin ada anak artis kondang, sebut saja anak sultan yang telah melangsungkan hajatan pernikahan dengan sangat mewah. Hampir di setiap stasiun TV dan media sosial memberitakan acara pernikahan itu berjilid-jilid. Hal ini menjadi sorotan masyarakat, apalagi di pesta pernikahan tersebut mengundang orang nomor satu di Indonesia, yaitu Presiden Republik Indonesia Joko Widodo hingga Menhan Prabowo Subianto.

Tentunya hal ini mengundang perhatian masyarakat. Sebab ditengah pandemi covid-19 yang belum berlalu, Jokowi hadir dalam pesta pernikahan sebagai saksi nikahnya pasangan Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah. 

Hadirnya presiden Jokowi  di pernikahan ini mendapat sorotan berbagai pihak. Tak sedikit yang kemudian mengungkit kerumunan di Petamburan yang kemudian menjerumuskan Habib Rizieq ke penjara. Hingga tagar mengenai Petamburan pun memuncaki trending di media sosial Twitter beberapa waktu lalu. (jogya.suara.com, 4/4/2021)

Dalam kasus ini, seolah masyarakat disuguhkan pemandangan yang terdapat sekat antara ulama' dan keluarga sultan. Bagaimana tidak, ulama  Habib Rizieq ada dibalik jeruji karena dijerat kasus kerumunan setelah menikahkan anaknya di Petamburan. Namun disisi lain dengan kasus yang sama, keluarga sultan menggelar pesta pernikahan yang berlangsung sangat mewah, tidak dianggap melanggar prokes.

Lalu pantaskah kami bertanya dimana keadilan itu? 

Kemana larinya pasal kerumunan? 

Untuk siapa pasal kerumunan itu dibuat? Bukankah, diskriminasi dalam demokrasi telah nampak dipertontonkan dengan sumringah di tengah masyarakat Indonesia? Namun dengan pongahnya, tanpa rasa malu mereka mempertontonkan kezaliman tersebut. 

Padahal Allah swt sangat membenci siapapun yang melakukan kezaliman, besar maupun kecil. Seperti yang sudah dijelaskan dalam firman Allah Swt.

Dan hendaklah kamu (Pemimpin) memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu" (QS. Maaidah: 49)

Sesungguhnya manusia yang paling dicintai Allah pada hari kiamat dan yang paling dekat kedudukannya di sisi Allah adalah seorang pemimpin yang adil." (HR.Sunan Tirmidzi)

Pesan ini hendaknya menjadi bahan perenungan tiap pemimpin. Sebab, mereka mempunyai lebih banyak peluang dan kekuatan untuk melakukan kezaliman. 

Wallahu a'lam bishshawab.

Posting Komentar

0 Komentar