Duka Ramadhan Tanpa Khilafah

Oleh: Vivi Vinuwi (Ibu Rumah Tangga)

Bulan  ramadhan, adalah bulan yang sangat dinanti-nantikan umat muslim di seluruh penjuru dunia. Bulan dimana pahala akan dilipatgandakan, bulan pertolongan, bulan yang penuh dengan ampunan, dan bulannya jihad fii sabilillah. Kehadirannya selalu disambut dengan suka cita karena keistimewaan yang ada di dalamnya. Menyambutnya dengan  penuh kegembiraan adalah sebuah kewajiban. Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda : “Telah datang kepada kalian Ramadan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan atas kalian berpuasa padanya. Pintu-pintu surga dibuka padanya. Pintu-pintu Jahim (neraka) ditutup. Setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibandingkan 1000 bulan. Siapa yang dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi.” (Hadis shahih, diriwayatkan oleh An –Nasa’i)

Bulan dimana Alquran diturunkan ini memacu seluruh kaum muslim untuk berlomba melaksanakan ibadah guna mendapat rahmat dan ampunan dari-Nya. Suasana hangat yang dirindukan pada bulan ini tentu sangat sayang jika dilewatkan. Di Indonesia sendiri bahkan ada tradisi  untuk menyambut ramadan sangatlah meriah. Namun sayang, ramadan ini masih saja menyisakan sesak di dada. Bagaimana tidak, ramadan 1442 hijriyah tahun ini adalah kali kedua dunia masih bergelut bersama corona yang tak kunjung sirna. Angan-angan bergembira bersama ramadan dan  lebaran dengan berbagai tradisinya bisa saja sirna karena keterlambatan penanganan yang dilakukan pemerintah untuk memutus mata rantai penyebaran virus yang berasal dari Wuhan ini. Korban masih saja terus berjatuhan, berkumpul dengan sahabat dan sanak saudara tidaklah semudah biasanya. 

Ketenangan dalam menyambut ramadan, indahnya berbuka dengan makanan yang kita suka, berburu ta’jil hingga tradisi membeli baju lebaran yang biasa dilakukan orang Indonesia tampaknya masih belum bisa dirasakan saudara-saudara kita di belahan bumi yang lain. Saudara-saudara kita yang ada di Gaza, Palestina misalnya, mereka berbuka dalam keadaan was-was karena gempuran peluru, bedilan rudal yang menghujam dari militer zionis Israel laknatullah. Ikatan nasionalisme sejak keruntuhan khilafah pada 1924 menjadikan umat Islam hari ini tidak merasa senasib dan satu tubuh dengan saudara muslim yang lainnya, bahkan menganggap hal ini bukanlah urusannya. Bahkan pemerintah kaum muslim hari ini justru terikat perjanjian dengan penjajah barat dan antek-anteknya. Inilah duka ramadan tanpa khilafah. Seandainya ada khilafah, kita tidak akan membiarkan hal ini terjadi. Seandainya ada khilafah, umat Islam akan mengisi ramadannya dengan kemulian jihad fii sabilillah demi membebaskan saudara-saudaranya di belahan bumi manapun yang tengah tertindas lagi terdzolimi.

Belum lagi adanya kondisi yang belum kunjung berubah, padahal ibadah puasa ini dilaksanakan setiap tahunnya. Polemik penentuan awal dan akhir ramadan  juga 1 syawal tetaplah menjadi polemik yang  tak berkesudahan. Dimana keadaan ini terus-menerus memecah belah persatuan umat. Ibadah yang termasuk ranah pribadi saja begitu sulit untuk mengurusnya.  Padahal sejatinya umat harus menyadari bahwa kita menjalankan ibadah puasa yang sama, ramadan yang sama dan idul fitri yang sama. Inilah keadaan umat terbaik yang hidup tanpa naungan khilafah. Sekiranya ada khalifah maka keadaan umat ini akan jauh lebih baik. Khalifah akan mempersiapkan usaha terbaiknya untuk pengamatan anak bulan (rukyatul hilal) menjelang ramadan tiba. Ahli falak, ahli astronomi, dan para ulama akan dikerahkan dari segala penjuru dunia baik di dalam dan luar daulah. Teknologi yang adapun digunakan agar seluruh umat muslim dapat melihat detik-detik terlihatnya hilal, salah satunya bisa dengan melakukan siaran langsung di semua kanal media sosial. Sekiranya hilal terlihat, entah itu dibagian bumi manapun, maka khalifah akan segera mengumumkan penetapan awal ramadan. Jikalaupun tidak terlihat maka bulan sya’ban akan digenapkan menjadi 30 hari. Umat Islam akan menyambut ramadan yang sama dengan persatuan dan suka cita sebenarnya. Jikalau ada perbedaan dalam penentuannya, maka hal ini akan lebih mudah untuk diatasi. Karena penyelesaian berdasarkan aqidah Islam untuk taat kepada khalifah. 

Ramadan 1442 Hijriyah tentulah masih menyisakan sebuah harapan besar akan kemenangan umat Islam segera datang, fajar kemenangan yang akan menghilangkan segala duka nestapa yang dirasakan umat Islam di seluruh penjuru dunia. Inilah  bulan dimana seharusnya umat sadar bahwa ia adalah umat yang satu dan sudah harusnya bersatu. Bulan perjuangan untuk menegakkan keadilan dan menyingkirkan segala bentuk kedzoliman. Amatlah keliru jika umat hanya memfokuskan pada ibadah ritual semata sedangkan di sisi lain menutup mata dan telinga rapat-rapat atas kedzoliman yang merajalela. Sudah saatnya kita berjuang bersama-sama untuk melanjutkan kehidupan Islam dalam institusi khilafah, agar nikmatnya ramadan dapat diteguk oleh umat Islam di seluruh penjuru dunia. 

walLahu a’lam bi as-showab

Posting Komentar

0 Komentar