Jaminan Keamanan di Jalan Raya, Islam Kuncinya

Oleh: Ai Oke Wita Tarlina, S. Pt.

Sumedang kembali berduka. Hari Rabu tanggal 10 Maret telah terjadi kecelakaan maut yang menewaskan 29 orang penumpangnya. Ada beberapa dugaan penyebab kecelakaan ini, diantaranya supir tidak menguasai jalan yang menurun dan berbelok-belok, rem ban kanan bagian belakang blong, pagar pengaman tidak kuat menahan bis, dan kurangnya penerangan jalan (sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210312082606).

Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebenarnya sudah diatur dalam PP No. 37/2017. Akan tetapi, dalam implementasinya harus banyak dievaluasi mengingat kejadian laka lantas seperti di Wado terjadi berkali-kali bahkan dalam selang waktu yang tidak terlalu lama.

Sungguh, harus dicari akar masalahnya kenapa banyak masalah di bidang transportasi ini dan segera diselesaikan dengan solusi yang solutif.


Sistem Sekuler Kapitalis Biang Keladi Masalah Transportasi Publik

Karut-marut pengelolaan transportasi publik di Indonesia sebenarnya berawal dari paradigma batil sistem sekuler dalam meletakkan makna transportasi yang sesungguhnya. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan ini melahirkan paham kapital (kapitalisme), menganggap transportasi sebagai industri yang bisa menghasilkan keuntungan materi. Akibatnya muncullah berbagai masalah sebagaimana fakta yang terjadi di atas: kecelakaan berkali-kali di tempat yang sama, keamanan dan keselamatan transportasi tidak terjamin, dan infrastruktur tidak memadai.

Masalah ini hanya akan selesai bila diatasi solusi sahih yang solutif, agar hasilnya dapat dirasakan seluruh masyarakat.


Solusi Solutif hanya dengan Penerapan Sistem Shahih

Sistem kehidupan yang sahih hanyalah berasal dari Sang Maha Pencipta manusia, alam semesta, dan kehidupan, sistem yang diridai oleh-Nya, yaitu sistem Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam.” (TQS ‘Ali Imran [3]: 19).

Dalam Islam, transportasi publik merupakan urat nadi kehidupan yang juga kebutuhan dasar manusia. Oleh karenanya, semua yang termasuk transportasi publik dilarang untuk dikomersialkan serta tidak boleh ada kecurangan dalam pengelolaannya, seperti korupsi atau suap.

Negara dalam sistem Islam memiliki kewenangan penuh dan bertanggung jawab langsung memenuhi hajat publik, khususnya pemenuhan hajat transportasi publik yang aman, nyaman, murah, tepat waktu, serta memiliki fasilitas penunjang yang memadai.

Aman: safety dan secure; Nyaman: bersih, tidak pengap, dan tidak berdesakan; Tarif murah: mendepankan aspek pelayanan daripada keuntungan; Tepat waktu: sedikit mungkin pergantian moda angkutan; serta memiliki fasilitas penunjang yang memadai.

Negara bukanlah sekadar  regulator, melainkan pihak yang mengurusi dan bertanggung jawab atas urusan rakyatnya. Sebagaimana sabda Rasul Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam: “Pemerintah adalah raa’in (pengurus) dan penanggung jawab urusan rakyatnya.” (HR Al Bukhari).

Negara wajib menjamin ketersediaan transportasi publik yang memadai. Tidak boleh terjadi dharar (kesulitan, penderitaan, kesengsaraan) yang menimpa masyarakat, seperti sabda Rasul Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam: “Tidak boleh membahayakan dan tidak boleh dibahayakan.” (HR Ibnu Majah dan Ahmad).

Sebenarnya problematika lalu lintas tak bisa dipisahkan dari prinsip-prinsip agama Islam. pada dasarnya ada lima perkara utama yang wajib dijaga dan dipertahankan oleh umat Islam, yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Ini kemudian disebut dengan lima pokok hak asasi tiap manusia (al kuliyyat al khamsah). Maka, petaka yang terjadi di jalanan berakibat fatal pada hilangnya salah satu poin atau bahkan kelima pokok tersebut.

Islam memandang bahwa nyawa manusia sangatlah berharga. Allah SWT berfirman yang artinya, "Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (TQS. al- Maidah: 32). 

Negara wajib memenuhi kebutuhan publik berupa sarana IT dengan teknologi terkini yang dikelola secara langsung, tidak dibenarkan hanya sebagai regulator. Negara harus mengedepankan pelayanan daripada keuntungan. Bila negara memandang IT sebagai industri strategis, maka negara akan membangun industri IT berikut risetnya.

Pengelolaan institusi moda transportasi publik wajib ditangani negara secara langsung dengan prinsip pelayanan (raa’in dan junnah). Untuk semua itu, negara menggunakan anggaran dari baitul mal yang bersifat mutlak, artinya ada atau tidak ada dana di kas negara, negara wajib mengadakannya untuk pembiayaan transportasi publik dan infrastrukturnya, yang ketiadaannya akan menyebabkan dharar bagi masyarakat.

Salah satu sumbernya adalah harta milik umum. Apa pun alasannya, Islam tidak membenarkan penggunaan anggaran berbasis kinerja. Agar negara memiliki kemampuan finansial yang memadai untuk menjalankan fungsi dan tanggung jawab pentingnya, maka negara wajib mengelola kekayaannya secara sahih sesuai syariat Islam.

Kekuasaan negara harus bersifat sentralistis. Tidak dibenarkan desentralisasi kekuasaan kecuali untuk teknis pelaksanaan. Pengelolaan transportasi publik yang sahih tersebut haruslah ada dalam penerapan sistem Islam kaffah, menyeluruh dalam semua bidang kehidupan di bawah naungan Khilafah, sehingga akan terwujud kesejahteraan secara nyata.

Hai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh ia musuh yang nyata bagimu.” (TQS Al Baqarah [2]: 208) 

Wallahu a’lam bi ash shawab

Posting Komentar

0 Komentar